Konflik Palestina Vs Israel
53 Warga Palestina Tewas, Israel Ultimatum Warga Gaza: Kesempatan Terakhir untuk Pergi
53 warga Palestina tewas akibat serangan Israel di Gaza, sementara warga diberi ultimatum untuk segera mengungsi.
TRIBUNNEWS.COM - Setidaknya 53 warga Palestina tewas dalam serangan udara Israel di Gaza sejak Kamis (2/10/2025) dini hari.
Militer Israel mengeluarkan ultimatum keras kepada puluhan ribu warga yang masih bertahan di Kota Gaza, menyebut itu adalah "kesempatan terakhir" mereka untuk pergi atau menghadapi "kekuatan penuh" serangan.
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, menyatakan di platform X, siapa pun yang bertahan di Kota Gaza akan dianggap sebagai "teroris dan pendukung teror".
Ancaman ini memicu kekhawatiran akan terjadinya pembantaian massal.
Al Jazeera melaporkan, pasukan Israel tidak hanya memerintahkan warga untuk pergi, tetapi juga menyerang jalur evakuasi di sepanjang Jalan al-Rashid menggunakan tank, drone, dan helikopter.
Hal itu menimbulkan kepanikan besar di antara warga sipil.
Korban jiwa terus bertambah. Setidaknya 10 orang tewas di Kota Gaza, termasuk 13 pencari bantuan di Gaza selatan.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikutip Al Jazeera, total korban tewas akibat kelaparan dan serangan saat mencari bantuan kini mendekati 2.600 orang, dengan hampir 19.000 lainnya terluka.
Secara keseluruhan, jumlah korban sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023 telah mencapai lebih dari 66.000 tewas dan 168.000 luka-luka.
Setelah Israel melanggar gencatan senjata pada Maret lalu, angka korban tambahan mencapai lebih dari 13.000 jiwa.
Di tengah meningkatnya serangan, sejumlah lembaga internasional mengkritik langkah Israel.
Baca juga: Kisah Pilu Perjuangan Wanda Hamidah ke Gaza, Diusir dari Kapal, Tidur di Jalanan, Paspor Hilang
Philippe Lazzarini, Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), mengecam ultimatum Israel sebagai sinyal buruk yang menyasar warga sipil.
"Menyebut hampir 250.000 orang yang terjebak di Kota Gaza sebagai ‘teroris’ menyiratkan pembantaian besar-besaran yang direncanakan," ujarnya.
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) juga mengumumkan penangguhan sementara operasi di Kota Gaza karena situasi yang memburuk.
Langkah itu mengikuti keputusan serupa yang sebelumnya diambil Doctors Without Borders (MSF).
Di sisi lain, Hamas menyatakan masih mempertimbangkan rencana gencatan senjata yang ditawarkan Amerika Serikat.
Seorang pejabat Hamas, Mohammed Nazzal, mengatakan kepada Al Jazeera, kelompoknya akan menyampaikan posisi resmi "dalam waktu dekat".
Presiden AS Donald Trump sendiri memberi tenggat "tiga atau empat hari" untuk merespons usulan tersebut.
Sementara itu, kecaman internasional semakin deras menyusul intersepsi kapal bantuan kemanusiaan Global Sumud oleh Israel.
Armada tersebut berusaha menembus blokade laut untuk mengirimkan pasokan penting ke Gaza.
Hamas menyebut tindakan Israel terhadap para aktivis di kapal sebagai "kriminal dan teroris".
Baca juga: Tersisa 1 Kapal Global Sumud Flotilla yang Belum Dicegat Israel, Masih Berlayar ke Gaza
Israel mengklaim penyitaan kapal tersebut sah secara hukum.
Namun, para penyelenggara armada menegaskan satu kapal, Marinette, masih melanjutkan pelayaran menuju Gaza.
Organisasi kemanusiaan menegaskan, sesuai hukum internasional, bantuan harus diizinkan masuk ke wilayah yang dilanda krisis.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)
Sumber: TribunSolo.com
Konflik Palestina Vs Israel
Tersisa 1 Kapal Global Sumud Flotilla yang Belum Dicegat Israel, Masih Berlayar ke Gaza |
---|
Hamas Diperkirakan Menolak 20 Poin Rencana Perdamaian Gaza dari Donald Trump |
---|
Soal Tragedi Serangan Israel ke Doha, Trump Teken Perintah Ekseskutif, Bela Qatar Mati-matian |
---|
Israel Bayar Influencer AS Rp112 Juta per Postingan, Sasar Pengguna IG dan TikTok |
---|
Israel: Siapa pun yang Masih Tinggal di Kota Gaza Dianggap Kombatan Hamas |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.