800 Ribu Demonstran Protes Kebijakan Macron, Prancis Diguncang Gelombang Amarah Rakyat
Prancis diguncang aksi demo besar , 800 ribu demonstran turun kejalanan untuk memprotes kebijakan pemangkasan anggaran yang diajukan Presiden Macron
TRIBUNNEWS.COM - Prancis tengah bersiap menghadapi gelombang protes nasional besar-besaran, yang diikuti lebih dari 800 ribu demonstran pada Kamis (19/9/2025).
Menurut laporan serikat pekerja aksi demo dan mogok kerja yang digelar hari ini merupakan salah satu mobilisasi terbesar sejak aksi protes kontroversial reformasi pensiun pada 2023.
Adapun aksi ini ditujukan untuk menentang rancangan pemangkasan anggaran yang diajukan Presiden Emmanuel Macron.
Kebijakan ini diklaim pemerintah sebagai strategi mengurangi defisit dan menekan utang negara yang terus menumpuk.
Namun Serikat buruh bahkan menyebut kebijakan itu sebagai “pertunjukan horor”, simbol ketidakpekaan pemerintah terhadap penderitaan warganya karena dinilai hanya menguntungkan kepentingan fiskal tanpa memikirkan rakyat kecil.
Bagi masyarakat pekerja, rancangan anggaran baru ini dianggap sebagai pukulan tambahan di tengah krisis biaya hidup yang semakin menekan.
Mengingat harga pangan, energi, dan transportasi sudah melonjak dalam beberapa tahun terakhir.
Pemotongan anggaran publik, mulai dari subsidi hingga layanan dasar seperti pendidikan dan transportasi, dinilai hanya memperburuk keadaan.
Alih-alih mendapatkan perlindungan, rakyat merasa ditinggalkan untuk menanggung konsekuensi dari utang negara yang membengkak.
Baca juga: Aksi Block Everything Guncang Prancis, 200 Ribu Turun ke Jalan Tuntut Macron Mundur
Luka Masa Lalu Rakyat Prancis
Selain alasan diatas, masyarakat Prancis masih menyimpan ingatan pahit dari reformasi pensiun tahun 2023.
Saat itu, jutaan orang turun ke jalan menentang kebijakan yang dianggap merugikan pekerja.
Kini, dengan hadirnya rancangan anggaran penghematan, luka lama itu seakan terbuka kembali.
Banyak warga menilai kebijakan fiskal yang ditawarkan pemerintah hanyalah kelanjutan dari pola lama yang sama, menekan kelas pekerja untuk menyelamatkan neraca negara.
Alasan itu yang kemudian mendorong serikat buruh Prancis yang biasanya terpecah, kini tampil dalam barisan persatuan. Mereka menyerukan mogok nasional untuk menolak rancangan anggaran pemerintahan Macron.
Persatuan ini menjadi simbol kuat bahwa kemarahan tidak lagi terbatas pada satu sektor, tetapi menyebar luas ke seluruh lapisan masyarakat.
Layanan Publik Terganggu, Sekolah Tutup
Aksi mogok nasional yang digerakkan serikat buruh di Prancis pada Kamis ini diperkirakan akan menimbulkan dampak besar terhadap kehidupan sehari-hari.
Dengan ratusan ribu orang turun ke jalan, layanan publik mulai dari transportasi hingga sekolah akan ikut terganggu, bahkan sebagian benar-benar berhenti beroperasi.
Layanan kereta api, jalan raya, dan penerbangan diperkirakan mengalami gangguan serius karena banyak pekerja di sektor transportasi ikut serta dalam aksi mogok.
Kondisi ini membuat perjalanan jarak jauh maupun aktivitas mobilitas harian warga terancam kacau. Penundaan jadwal kereta, pembatalan penerbangan, dan macet panjang di jalan tol sudah diprediksi akan terjadi di sejumlah kota besar.
Sektor pendidikan juga tidak luput dari dampak. Banyak sekolah memilih tutup karena guru, staf administrasi, hingga pekerja kantin memutuskan untuk bergabung dalam unjuk rasa.
Hal ini membuat jutaan siswa terpaksa belajar dari rumah atau kehilangan hari belajar mereka.
Selain transportasi dan pendidikan, pelayanan publik lain seperti rumah sakit dan kantor administrasi diperkirakan ikut terganggu.
Baca juga: Macron Terancam Dimakzulkan, Oposisi Soroti Krisis Anggaran dan Utang Membengkak
Meski layanan darurat tetap berjalan, penurunan jumlah staf akibat aksi mogok membuat masyarakat harus menghadapi antrian lebih panjang dan keterlambatan dalam memperoleh pelayanan dasar.
Untuk mengantisipasi terjadinya kericuhan, Pemerintah Prancis menegaskan telah menyiapkan 80.000 polisi untuk mengawal aksi mogok nasional.
Penempatan polisi difokuskan di kota-kota besar, seperti Paris, Lyon, dan Marseille, yang diprediksi akan menjadi pusat konsentrasi massa.
Menteri Dalam Negeri yang akan segera lengser, Bruno Retailleau, menyampaikan bahwa pengerahan aparat dalam jumlah besar ini merupakan bentuk kewaspadaan pemerintah atas risiko gangguan ketertiban umum sangat tinggi.
Terutama karena adanya kemungkinan kelompok ekstrimis sayap kiri atau kelompok radikal lain menyusup ke dalam barisan demonstran resmi.
(Tribunnews.com/Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.