Donald Trump Pimpin Amerika Serikat
Maduro Tuduh AS Gunakan Perang Narkoba sebagai Dalih Rampas Sumber Daya Venezuela
Presiden Venezuela Nicolas Maduro menuduh AS gunakan dalih perang narkoba untuk mencuri minyak, gas, dan emas negaranya.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Venezuela Nicolas Maduro menuduh Amerika Serikat menggunakan perang narkoba sebagai dalih untuk merampas sumber daya alam Venezuela.
Dalam sebuah wawancara dengan mantan Presiden Ekuador Rafael Correa di saluran berita RT Rusia, Maduro mengatakan Washington sebenarnya ingin menguasai minyak, gas, dan emas negaranya.
“Mereka mencari banyak hal. Mereka mencari minyak, bukan perdagangan narkoba,” kata Maduro seperti dikutip TRT World.
Ia menegaskan Venezuela memiliki cadangan minyak utama dunia, cadangan gas terbesar keempat di Karibia, serta cadangan emas yang diklaim sebagai salah satu yang terbesar di dunia.
Tuduhan tersebut muncul di tengah meningkatnya ketegangan Caracas–Washington setelah Amerika Serikat memerintahkan pengerahan angkatan laut di perairan Karibia, dekat Venezuela.
Pemerintah AS mengklaim operasi tersebut ditujukan untuk pemberantasan narkoba.
Namun, menurut Maduro, langkah itu hanyalah tipu muslihat.
“Beginilah kekaisaran Amerika memainkan peran berbahaya bagi kawasan kami. Mereka menampilkan kisah Hollywood, di mana Maduro adalah tokoh jahat dan mereka adalah tokoh baik,” ujar Maduro.
Ia juga menuding Washington memiliki “rencana perang” untuk menegakkan hegemoninya di dunia, meski menurutnya hal itu mustahil.
Bahkan, Maduro menyebut AS sebagai “pusat perdagangan narkoba dunia” yang menjalankan bisnis kartel internasional.
Baca juga: Maduro Kerahkan 25.000 Tentara ke Perbatasan, Ketegangan AS-Venezuela Kembali Memanas
Menurut TRT World, Amerika Serikat telah mengerahkan delapan kapal militer dengan rudal, kapal selam bertenaga nuklir, dan jet tempur F-35 ke pangkalan udara di Puerto Riko.
Maduro memperingatkan bahwa 1.200 rudal kini diarahkan ke Venezuela.
Sebagai respons, pemerintah Venezuela mengerahkan kapal perang, memobilisasi jutaan milisi, dan menempatkan pasukan di lima wilayah pesisir Karibia dan Atlantik.
Sejarah Ketegangan AS–Venezuela: Dari Minyak ke Mobilisasi Militer
Ketegangan terbaru antara Amerika Serikat dan Venezuela tak lepas dari sejarah panjang hubungan yang kerap diwarnai ketidakpercayaan dan konflik kepentingan.
Sebelum era Hugo Chavez, AS merupakan mitra dagang utama Venezuela, terutama dalam sektor minyak.
Sejak Chavez naik ke tampuk kekuasaan pada 1999, hubungan bilateral memburuk akibat retorika anti-imperialis, nasionalisasi industri, serta kedekatan Venezuela dengan Rusia dan Tiongkok.
Puncak ketegangan terjadi pada 2002 saat kudeta militer singkat menggulingkan Chavez.
Pemerintah Caracas menuduh Washington terlibat, meski AS membantah tuduhan tersebut.
Setelah Chavez wafat pada 2013, Nicolas Maduro melanjutkan garis keras anti-AS, memperkuat sikap konfrontatif dalam kebijakan luar negeri Venezuela.
Situasi semakin memanas pada 2019 ketika AS mengakui oposisi Juan Guaidó sebagai presiden interim, memicu sanksi ekonomi yang memperdalam krisis domestik Venezuela.
Di masa jabatan pertama Presiden Donald Trump (2017–2021), Washington menempatkan kekuatan militer di Karibia dan menyatakan opsi intervensi militer tetap terbuka.
Maduro mengecam langkah itu sebagai bentuk intervensi gegabah.
Kini, di masa jabatan Trump yang kedua, ketegangan kembali meningkat.
Baca juga: Presiden Venezuela Maduro Klaim 8 Kapal AS dengan 1.200 Rudal Menargetkan Venezuela
Pada September 2025, Venezuela mengerahkan 25.000 tentara sebagai bagian dari operasi reaksi cepat untuk mempertahankan kedaulatan di tengah tekanan militer AS.
“Tujuan utama mobilisasi ini adalah untuk mempertahankan kedaulatan dan keamanan nasional serta memperjuangkan perdamaian,” ujar Maduro dalam pidato televisi, Senin (8/9/2025).
Ia juga menegaskan kesiapan Venezuela untuk memasuki tahap perjuangan bersenjata jika diserang, meski tetap membuka ruang dialog selama ada penghormatan terhadap kedaulatan nasional.
Langkah ini menyusul perluasan operasi militer AS di kawasan Karibia, yang diklaim Washington sebagai upaya memberantas kartel narkoba yang diduga beroperasi dari wilayah Venezuela.
Namun, Caracas menolak tuduhan tersebut dan menyamakannya dengan dalih invasi Irak pada 2003, ketika AS menggunakan klaim senjata pemusnah massal sebagai pembenaran.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.