Pemberontakan Gen Z Nepal, 19 Demonstran Tewas, Flexing Anak Pejabat di Medsos Bikin Marah Publik
Sebagian besar demonstran adalah anak muda yang menyebut aksi ini sebagai “protes Gen Z”.
Ini bukan hanya tentang media sosial. Ini tentang kepercayaan, korupsi, dan generasi yang menolak untuk diam.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hingga berita ini diturunkan sedikitnya 19 orang tewas dan lebih dari 100 orang lainnya terluka dalam aksi unjuk rasa besar-besaran di Nepal pada Senin (8/9/2025) kemarin.
Aksi ini dipicu oleh keputusan pemerintah yang memblokir sejumlah media sosial, termasuk Facebook, serta kekecewaan mendalam terhadap maraknya praktik korupsi.
Sebagian besar demonstran adalah anak muda yang menyebut aksi ini sebagai “protes Gen Z”.
Mereka adalah pelajar, mahasiswa, dan kaum muda yang melawan tindakan korupsi di negara itu.
Media Nepal Kathmandu Post menurunkan ulasan berjudul "Pemberontakan Generasi Z di Nepal".
Nepal sebuah negara yang terletak di Asia Selatan, di antara dua raksasa Asia, India dan Tiongkok.
Generasi Z atau Gen Z adalah mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012.
Mereka dikenal sebagai "digital natives", karena tumbuh di era teknologi digital, internet, dan media sosial yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari
Kisah di balik pemberontakan Gen Z Nepal
Pada suatu sore yang lembap di bulan September, ribuan anak muda Nepal membanjiri jalan-jalan kota besar di seluruh negeri.
Mereka menuntut pencabutan larangan media sosial yang baru-baru ini diberlakukan dan mengibarkan spanduk menuntut pertanggungjawaban atas maraknya "anak-anak nepo" para pemimpin politik, yang menuduh korupsi merajalela.
Kemarahan atas larangan Facebook dan platform utama lainnya meletus menjadi pemberontakan pemuda nasional, yang menewaskan sedikitnya 19 orang, melukai ratusan lainnya, dan membuat pemerintah berjuang keras memulihkan ketertiban.
Ini bukan hanya tentang media sosial—ini tentang kepercayaan, korupsi, dan generasi yang menolak untuk diam.
Flashpoint: Penutupan digital
Pemicu utama demo adalah arahan pemerintah berdasarkan Arahan Pengelolaan Penggunaan Jejaring Sosial tahun 2023, yang mengharuskan semua platform—domestik maupun asing—untuk mendaftar ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Ketika Meta (Facebook, Instagram, WhatsApp), Alphabet (YouTube), X, dan lainnya mengabaikan tenggat waktu tujuh hari, pihak berwenang bertindak keras.
"Kecuali lima platform yang terdaftar dan dua platform yang sedang dalam proses, semua platform lainnya akan dinonaktifkan di Nepal. Platform yang telah menyelesaikan pendaftaran akan dibuka kembali pada hari yang sama," ujar Gajendra Kumar Thakur, juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Hingga Kamis tengah malam, 26 platform dipadamkan, termasuk platform komunikasi, perdagangan, dan pendidikan.
Bagi Generasi Z Nepal yang bergantung pada teknologi digital, ini adalah titik puncak kekesalan mereka.
Mengapa aksi jalanan meletus?
Kekecewaan Gen-Z bukan hanya karena hilangnya Instagram Reels.
Melainkan juga karena korupsi, nepotisme, dan janji-janji palsu yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Sebuah gerakan daring yang viral—"Nepo Kid"—telah mengungkap gaya hidup mewah anak-anak politisi, sementara anak muda biasa bermigrasi untuk pekerjaan kasar di luar negeri.
"Anak-anak Nepo memamerkan gaya hidup mereka di Instagram dan TikTok tapi tidak pernah menjelaskan dari mana uangnya berasal,"
tulis salah satu unggahan TikTok yang viral sebelum pelarangan.
Ketika megafon digital mereka terputus, para pemuda beralih ke jalan.
Media sosial dalam pengorganisasian
Ironisnya, meskipun ada larangan, protes dikoordinasikan melalui VPN dan aplikasi terenkripsi.
Tagar seperti #UnbanSocialMedia menjadi tren di TikTok (sebelum pembatasan), sementara utas Reddit mendesak kaum muda untuk "beralih dari kemarahan daring ke aksi nyata."
Kampanye "Nepo Kid", yang memicu kemarahan awal, masih terus beredar, menyoroti kekayaan keluarga politik di tengah meluasnya pengangguran dan migrasi tenaga kerja.
Simbolisme ini sangat beresonansi dengan generasi yang tumbuh di tengah janji-janji federalisme, kemakmuran, dan transparansi—janji-janji yang kini mereka anggap ingkar.
Hari kemarahan: 8 September
Aksi damai yang awalnya berlangsung di New Baneshwar meningkat menjelang siang ketika para pengunjuk rasa menerobos barikade dan menyerbu gedung Parlemen.
Polisi merespons dengan meriam air, gas air mata, peluru karet—dan akhirnya tembakan langsung. Pasukan keamanan melakukan aksi serupa di titik-titik rawan protes di seluruh negeri.
Jurnalis Shyam Shrestha dari Kantipur Television terkena peluru karet saat merekam.
“Kami menggunakan kekuatan minimum,” kata seorang perwira polisi senior.
Namun jumlah korban tewas menceritakan kisah lain:
Jam malam dan tindakan keras
Pihak berwenang memberlakukan jam malam di seluruh Kathmandu, kemudian memperluasnya ke zona sensitif seperti Baluwatar, Singha Durbar, Shital Niwas, dan bahkan Damak, kampung halaman Perdana Menteri KP Sharma Oli, setelah para pengunjuk rasa melemparkan batu ke rumahnya.
Di Butwal dan Bhairahawa, CDO memberlakukan pembatasan dari pukul 4 sore hingga pukul 10 malam, melarang semua pertemuan.
Polisi menggunakan peluru tajam di beberapa lokasi, sehingga mendorong Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk mendesak pengekangan:
Hak untuk melakukan protes damai dijamin oleh konstitusi dan hukum internasional. Eskalasi kekerasan yang berlebihan sangat disayangkan.
Dukungan selebriti dan publik
Berbeda dengan gerakan-gerakan sebelumnya yang terkait dengan partai politik, pemberontakan ini bersifat organik dan tanpa pemimpin—tetapi memiliki pendukung yang kuat.
Aktor Madan Krishna Shrestha dan Hari Bansha Acharya menyatakan solidaritas:
"Anak muda masa kini lebih dari sekadar berpikir—mereka bertindak. Mereka mempertanyakan mengapa korupsi merajalela dan menuntut akuntabilitas," tulis Acharya.
Walikota Kathmandu Balendra Shah menyatakan:
"Aksi unjuk rasa ini jelas merupakan gerakan spontan Generasi Z, yang bagi mereka bahkan saya mungkin tampak tua. Suara mereka harus didengar."
Bintang TikTok, penyanyi, dan aktor film ikut bergabung, dengan unggahan yang mendesak disiplin dan persatuan.
Gambaran yang lebih besar
Generasi Z tumbuh besar dengan ponsel pintar, tren global, dan janji-janji Nepal yang federal dan makmur.
Bagi mereka, kebebasan digital adalah kebebasan pribadi. Memutus akses terasa seperti membungkam seluruh generasi.
Para ilmuwan politik memperingatkan bahwa pendekatan pemerintah yang “patuh atau tutup” dapat menjadi bumerang, menciptakan pasar gelap digital untuk VPN dan aplikasi yang tidak diatur, sekaligus mengasingkan seluruh demografi.
"Ini bukan hanya tentang Facebook. Ini tentang siapa yang berhak mengendalikan informasi dalam demokrasi," kata analis Sushil Manandhar.
Menteri Dalam Negeri mengundurkan diri
Buntuk demo besar-besaran yang memakan banyak korban jiwa, Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak telah mengundurkan diri.
Ia menyampaikan pengunduran dirinya kepada Perdana Menteri KP Sharma Oli dalam rapat Kabinet di kediaman perdana menteri di Baluwatar pada Senin malam.
Rapat kabinet juga telah memulai proses pencabutan larangan media sosial.
Namun, para pengunjuk rasa dengan tegas menuntut pengunduran diri Perdana Menteri.
Wamenperin: Gen Z Punya Peran Sentral dalam Keberlanjutan Pembangunan Industri Nasional |
![]() |
---|
Mendagri Minta Kepala Daerah Jangan Pamer Kekayaan: Bisa Pancing Emosi Publik |
![]() |
---|
Gen Z Semakin Kritis, Prabowo Rombak Kabinet Demi Formasi Ideal |
![]() |
---|
Menteri Agama Ajak Content Creator Hadirkan Wajah Masjid yang Dekat dengan Umat |
![]() |
---|
26 Media Sosial Diblokir, Gen Z Nepal Beraksi lewat Discord dan Bitchat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.