Konflik Palestina Vs Israel
Israel Ancam Kebut Aneksasi Tepi Barat Jika Negara Barat Akui Palestina
Israel mengancam akan melakukan aneksasi atau pencaplokan sebagian wilayah Tepi Barat jika negara Barat nekat mengakui keberadaan negara Palestina
Penulis:
Namira Yunia Lestanti
Editor:
Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Israel mengancam akan mengambil langkah agresif dengan melakukan aneksasi atau pencaplokan sebagian wilayah Tepi Barat, pada Senin (1/9/2025)
Ancaman itu dilontarkan sebagai respons terhadap meningkatnya dukungan internasional untuk pengakuan negara Palestina.
Bahkan untuk mempercepat proses pencaplokan, tiga pejabat Israel mengatakan kepada Reuters bahwa isu ini akan menjadi bagian dari agenda rapat kabinet keamanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang digelar pekan ini.
Meski demikian, hingga kini belum jelas wilayah mana yang berpotensi dianeksasi.
Beberapa skenario yang muncul adalah kemungkinan mencakup pemukiman Israel, sebagian wilayah strategis seperti Lembah Yordan, atau gabungan keduanya.
Adapun proses aneksasi sendiri tidak bisa dilakukan secara instan. Secara formal, pemerintah Israel perlu menetapkan wilayah mana saja yang akan dicakup.
Setelah itu, keputusan harus melewati pembahasan internal kabinet, kemudian berlanjut ke Knesset (parlemen) Israel untuk mendapatkan legitimasi hukum.
Jika disetujui, langkah berikutnya adalah pemberlakuan hukum Israel secara resmi di wilayah yang dianeksasi.
Hal ini berarti otoritas sipil dan keamanan di kawasan tersebut langsung berada di bawah kendali penuh Israel, bukan lagi sebatas penguasaan militer sementara.
Proses tersebut, menurut para analis, bisa memakan waktu panjang karena memerlukan sinkronisasi antara peraturan domestik, politik koalisi pemerintahan, hingga respon internasional.
Baca juga: Mengubur Negara Palestina, Israel Perluas Proyek 3.400 Rumah Yahudi di Tepi Barat
Pengakuan Palestina oleh Negara Barat Jadi Pemicu
Pencaplokan wilayah Tepi Barat bukan hal baru. Netanyahu pada tahun 2020 pernah menjanjikan pencaplokan pemukiman Yahudi dan Lembah Yordan.
Namun pimpinan Zionis itu membatalkannya demi normalisasi hubungan dengan Uni Emirat Arab dan Bahrain melalui Perjanjian Abraham yang ditengahi Donald Trump.
Kini, gertakan seperti itu kembali mengemuka sebagai respons atas keputusan sejumlah negara Barat yang menyatakan dukungan terhadap berdirinya negara Palestina.
Menurut laporan Reuters, Perancis, Inggris, Australia, dan Kanada termasuk di antara negara Barat yang menyatakan komitmen untuk secara resmi mengakui Palestina dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) September mendatang.
Langkah ini sontak memicu kemarahan Israel, yang menilai pengakuan tersebut dapat memperkuat posisi diplomatik Palestina sekaligus melemahkan legitimasi klaim Israel atas wilayah sengketa.
Alasan itu yang mendorong Israel melakukan aneksasi atau pencaplokan.
Pejabat senior Israel menyebutkan bahwa aneksasi menjadi opsi politik sekaligus strategi simbolis untuk menunjukkan bahwa Israel tidak akan tunduk pada tekanan internasional.
“Perluasan kedaulatan Israel ke Tepi Barat ada dalam agenda pembahasan kabinet,” ujar salah satu anggota lingkaran kecil menteri, dikutip dari The Times of Israel.
Ketidakpastian Langkah
Kendati gertakan Netanyahu tampak nyata, banyak pihak meragukan aneksasi bisa berjalan mulus.
Palestina jelas menolak keras, karena wilayah tersebut mereka anggap bagian dari negara masa depan.
Sementara negara-negara Arab dan sebagian besar komunitas internasional pun kemungkinan besar akan mengecam, mengingat Pengadilan Internasional PBB telah menegaskan bahwa pendudukan Israel di Tepi Barat ilegal menurut hukum internasional.
Dengan demikian, meski aneksasi bisa dilakukan lewat jalur legislatif domestik Israel, tekanan politik global serta risiko diplomatik membuatnya menjadi langkah yang penuh pertaruhan.
Jika aneksasi benar-benar diwujudkan, Israel berisiko menghadapi isolasi diplomatik yang lebih dalam.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.