Kamis, 2 Oktober 2025

Pengerahan Rudal Balistik Indonesia di Dekat IKN Jadi Sorotan Media Asing

Pengerahan rudal balistik Indonesia, yang pertama di Asia Tenggara, dapat mengubah keseimbangan kekuatan regional

Editor: Hasanudin Aco
Via CNA
RUDAL TNI - Platform rudal KHAN dilaporkan terlihat di Pangkalan TNI Angkatan Darat Raipur A di Kalimantan Timur pada 1 Agustus 2025. (Foto: Facebook/ASEAN Defense Studies) 

Pengerahan rudal balistik Indonesia, yang pertama di Asia Tenggara, dapat mengubah keseimbangan kekuatan regional

Negara-negara Asia Tenggara umumnya menghindari pengadaan sistem balistik taktis karena "sifatnya yang ofensif, bukan platform yang murni defensif", ujar seorang pakar.  Norma tersebut kini mungkin akan berubah.

TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Pengerahan diam-diam sistem rudal balistik jarak pendek buatan Turki di Kalimantan Timur oleh Indonesia merupakan langkah penting yang telah "secara signifikan" mengubah keseimbangan kekuatan regional.

Demikian kata para analis pertahanan seperti dilaporkan media Singapura CNA pada Selasa (12/8/2025).

Di kawasan Asia Tenggara belum ada negara yang memiliki kemampuan rudal balistik modern yang beroperasi.

Indonesia kini memiliki opsi serangan berpresisi tinggi dan respons cepat yang dapat membentuk kembali dinamika pencegahan regional.

Pemindahan Ibu Kota dan Ketegangan di LCS

Diduga penempatan rudal balistik milik TNI di Kalimantan terkait erat dengan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Nusantara (IKN).

Situasi yang saat ini juga terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan (LCS).

Pemindahan tersebut menandakan peralihan yang terencana oleh Indonesia dari postur yang sebagian besar defensif menjadi postur pencegahan yang lebih gesit dan condong ke depan, kata analis  menambahkan.

Secara geopolitik, hal ini menggarisbawahi perubahan Jakarta dari ketergantungan tradisional pada Barat menuju hubungan yang beragam dengan mitra seperti Turki — memperkuat pengaruhnya dalam dinamika kekuatan global.

Itu merupakan sistem rudal KHAN buatan Turki.

Dengan jangkauan 280 km yang dikembangkan oleh produsen senjata Turki Roketsan.

Rudal balistik ini  terlihat di pangkalan Raipur A Yonarmed 18 milik Angkatan Darat Indonesia di Tenggarong di Kalimantan Timur.

Para ahli mengatakan, pilihan penempatan pertama mencerminkan pertimbangan geopolitik, geografis, dan simbolis.

Kalimantan Timur kemungkinan besar dipilih karena keamanannya yang relatif dari serangan langsung, posisinya yang strategis menghadap jalur laut utara utama, dan perannya sebagai lokasi ibu kota baru.

Ini  menjadikannya ideal untuk menampung pasukan rudal yang mampu bertahan hidup guna melindungi wilayah nasional dan IKN.

Mengenal Rudal KHAN dan Penjelasan TNI

Rudal balistik adalah rudal berpeluncur roket yang dapat membawa hulu ledak nuklir atau konvensional. 

Jangkauan rudal KHAN memperluas radius serangan Indonesia hingga ke koridor maritim yang disengketakan, menurut situs berita Defence Security Asia.

Indonesia telah memesan rudal KHAN pada November 2022 dan merupakan kekuatan militer pertama di luar Turki yang memiliki rudal tersebut dalam inventarisnya, kata wakil manajer umum Roketsan Murat Kurtulus saat itu.

Menanggapi pertanyaan dari CNA, juru bicara tentara Indonesia Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana mengonfirmasi pengiriman rudal balistik jarak pendek dari Turki ke Indonesia.

Ia mengatakan, itu merupakan bagian dari pengadaan tahap pertama yang dilakukan Kementerian Pertahanan Indonesia dan belum diserahkan secara resmi kepada TNI AD.

Karena itu, ia belum dapat memberikan keterangan apakah sistem tersebut sudah resmi diterapkan di Kalimantan Timur.

Ia tidak memberikan perincian mengenai berapa banyak rudal KHAN yang telah diperoleh Indonesia dan di mana Indonesia menyebarkannya.

Juru bicara Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang mengatakan kepada CNA Indonesia Kamis lalu (7 Agustus) bahwa kementerian belum memantau pembaruan apa pun terkait rudal tersebut.

Yang Pertama di Asia Tenggara

Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang secara publik menyebarkan sistem rudal balistik taktis modern – sebuah kemampuan yang secara tradisional hanya diperuntukkan bagi kekuatan militer besar di luar kawasan.

Kondisi ini memungkinkan – ada potensi dimulainya perlombaan senjata di kawasan Asia Tenggara, kata Ridzwan Rahmat, kepala analis pertahanan di Janes yang berbasis di Singapura.

Ia menunjukkan bahwa hingga saat ini, negara-negara Asia Tenggara umumnya menghindari pengadaan sistem balistik taktis karena “sifatnya yang ofensif dan bukan platform yang murni defensif.

Namun norma itu sekarang mungkin berubah.

Negara di Asia Tenggara yang Memiliki Rudal

Langkah Indonesia kemungkinan akan mendorong negara-negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) lainnya untuk menilai kembali kemampuan rudal dan pertahanan udara mereka sendiri.

Di kawasan tersebut, Vietnam diketahui memiliki rudal balistik kelas Scud era Soviet dan turunan Korea Utara seperti Hwasong-6, dengan jangkauan 300 hingga 500 km, tetapi sistem tersebut merupakan sistem era Perang Dingin dan bukan sistem yang baru diperoleh.

Sementara itu, Myanmar diyakini memiliki rudal balistik Hwasong-5 Korea Utara dan BP-12A Tiongkok, yang kemungkinan terintegrasi melalui platform SY-400.

Namun, belum ada konfirmasi resmi mengenai penggunaan operasional rutinnya.

Akuisisi rudal KHAN oleh Indonesia telah secara signifikan mengubah keseimbangan kekuatan regional, kata Ridzwan.

“Saya tentu saja khawatir dengan kemungkinan terjadinya perlombaan senjata,” katanya.

“Ini adalah rudal pertama dari jenisnya di kawasan ini dan, hingga saat ini, negara-negara masih enggan memperoleh rudal balistik taktis karena jangkauannya dan sifat senjatanya yang lebih sulit dicegat karena jendela serangannya yang terbatas.”

Langkah Indonesia membawa implikasi strategis bermata dua, kata Beni Sukadis dari lembaga pemikir Lembaga Studi Pertahanan dan Strategis Indonesia (Lesperssi) yang berpusat di Jakarta.

Meskipun hal itu meningkatkan postur pertahanan Indonesia, hal itu mungkin menimbulkan kekhawatiran di kalangan negara-negara tetangga dan negara-negara besar yang memiliki kepentingan di kawasan tersebut, katanya.

“Beberapa pihak mungkin menganggap langkah ini sebagai bentuk eskalasi militer, yang berpotensi memicu perlombaan senjata di Asia Tenggara.”

Meskipun pengerahan KHAN sah dalam kerangka pertahanan nasional Indonesia, negara harus terus memprioritaskan transparansi dan diplomasi pertahanan, guna menghindari terciptanya persepsi ancaman yang tidak semestinya dan membantu menjaga stabilitas regional, kata Beni.

Namun penting untuk memahami perkembangan ini sebagai sesuatu yang berakar pada sikap “aktif dan defensif” Indonesia, dan bukan sebagai alat ekspansi atau provokasi, kata Khairul Fahmi, pakar militer di Institut Studi Keamanan dan Strategis (ISESS) yang berbasis di Jakarta.

“Dengan kata lain, penguatan ini merupakan respons terukur terhadap pergeseran keamanan regional dan global,” ujarnya.

Vietnam dan Thailand

Vietnam atau Thailand, misalnya, mungkin mulai mengevaluasi persyaratan dan implikasi dari pengembangan kemampuan rudal yang sebanding.

Terutama jika ketegangan di Laut Cina Selatan meningkat atau persaingan regional meningkat.

Khairul  memperkirakan respons semacam itu kemungkinan besar akan terjadi dalam jangka menengah tiga hingga tujuh tahun karena tidak semua negara ASEAN memiliki kapasitas fiskal, basis industri pertahanan, atau justifikasi strategis untuk adopsi cepat.

Mengenai mengapa Indonesia sejauh ini belum mengungkapkan jumlah unit rudal KHAN yang dibeli, Khairul mengatakan hal itu dapat dimengerti karena informasi tersebut biasanya dibatasi atau dirahasiakan.

“Transparansi penuh mengenai kuantitas, spesifikasi, dan lokasi penempatan dapat mengungkap kerentanan dan melemahkan kepentingan pertahanan nasional,” ujarnya.

Mengapa Kalimantan Timur?

Penempatan rudal KHAN di dekat ibu kota masa depan Indonesia di IKN juga signifikan, kata para analis.

“Hal ini mengirimkan sinyal yang jelas bahwa Indonesia serius membangun arsitektur pertahanan yang kuat untuk melindungi pusat pemerintahan baru dari berbagai skenario ancaman — termasuk potensi serangan rudal presisi jarak jauh,” kata Khairul.

Benih-benih penyebaran rudal itu sudah terlihat sejak Januari 2024, ketika Panglima Artileri Lapangan TNI Angkatan Darat Mayor Jenderal Mohammad Naudi Nurdika memeriksa fasilitas Raipur A milik TNI Angkatan Darat di Provinsi Kalimantan Timur.

Saat itu, ia mengonfirmasi persiapan untuk menjadi tuan rumah unit tempur berbasis rudal baru di Nusantara, yang juga dikenal sebagai Ibu Kota Negara (IKN), menurut sebuah posting di Instagram oleh Pusat Artileri Lapangan Angkatan Darat Indonesia.

Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke IKN bukan sekadar urusan administratif atau politik, tegas Beni.

Hal ini membawa implikasi signifikan bagi reposisi infrastruktur militer Indonesia, termasuk markas komando dan sistem pertahanan strategis, katanya.

“Mengingat Kalimantan Timur akan menjadi pusat pemerintahan baru, keberadaan sistem pertahanan yang andal dan terpadu sangat penting untuk menjaga wilayah dan pusat kekuatan negara,” jelas Beni.

Mengapa di Kalimantan Timur IKN?

Posisi ini menempatkan Kalimantan dalam lapisan pertahanan inti dan menengah Indonesia untuk ibu kota masa depan.

Salah satu faktor yang mungkin menjadi pertimbangan pemilihan Kalimantan Timur untuk penempatan, kata Khairul, adalah letak geografis provinsi tersebut yang terisolasi dari ancaman langsung.

Sehingga menjadi lokasi ideal bagi pangkalan logistik dan peluncuran sistem persenjataan strategis yang memiliki tingkat daya tahan tinggi.

Kalimantan Timur juga memiliki nilai strategis karena kedekatannya dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II, salah satu dari tiga alur laut kepulauan Indonesia yang sering dilalui oleh kapal perang dan pesawat militer asing sebagai bagian dari navigasi internasional.

ALKI II melintasi Selat Makassar, yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi, Laut Flores, dan Selat Lombok. ALKI II mengizinkan kapal-kapal internasional untuk transit antara Samudra Hindia dan Pasifik berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang memberikan hak lintas melalui alur laut kepulauan yang telah ditentukan.

Medan Kalimantan Timur yang lebih kering dan padat juga menyediakan kondisi ideal untuk menampung unit rudal bergerak.

 Dipasang di atas platform Tatra 8x8 dengan mobilitas tinggi, KHAN dirancang untuk operasi "tembak-dan-lari" yang cepat — menembak, berpindah lokasi, dan menghindari serangan balasan, kata Ridzwan dari Janes.

“Dibandingkan dengan Jawa, di mana medan lunak membatasi mobilitas, Kalimantan menawarkan geografi peluncuran yang ideal karena memiliki dataran tinggi yang meningkatkan jangkauan rudal,” kata Ridzwan.

“Hal ini juga memberikan Indonesia pengawasan langsung atas rute maritim penting seperti Selat Makassar dan Laut Sulawesi.”

Ridzwan mengatakan kepada CNA bahwa posisi Indonesia ini untuk menanggapi lebih cepat perkembangan dari timur laut, khususnya Laut Cina Selatan, area dengan peningkatan aktivitas angkatan laut dan ketegangan diplomatik.

Meskipun Indonesia bukan pengklaim Laut Cina Selatan, “sembilan garis putus-putus” Cina yang mengklaim sebagian besar jalur perairan tersebut tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di dekat Kepulauan Natuna yang kaya minyak dan gas.

Transfer Teknologi Alutsista

Para analis mencatat, pembelian rudal KHAN menandakan pergeseran lain dalam orientasi pertahanan Indonesia.

Di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, negara adidaya Asia Tenggara itu mulai meninggalkan ketergantungannya hanya pada mitra tradisional Barat dan membangun aliansi strategis baru dengan negara-negara seperti Turki, India, dan kekuatan-kekuatan baru lainnya, kata Khairul.

Hal ini tercermin dalam akuisisi bernilai besar baru-baru ini — mulai dari pesanan 42 jet Rafale dari Prancis pada tahun 2022 dan persetujuan AS pada tahun 2023 untuk hingga 36 pesawat tempur F-15EX Eagle II, hingga kontrak Jakarta pada tahun 2025 untuk 48 jet tempur siluman KAAN buatan Turki , dan partisipasinya yang berkelanjutan dalam program pengembangan jet tempur KF-21 Boramae Korea Selatan.

Negara ini juga mengevaluasi jet tempur J-10C milik China dan tengah melakukan pembicaraan mengenai rudal jelajah supersonik BrahMos dengan India.

Diversifikasi sangat penting untuk mengurangi ketergantungan dan meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam dinamika kekuatan global, katanya.

“Hal ini juga merupakan deklarasi strategis bahwa kemampuan rudal tidak lagi menjadi domain eksklusif negara-negara besar,” kata Khairul.

“Indonesia menegaskan perannya sebagai aktor regional yang kredibel dan berkomitmen menjaga keseimbangan melalui modernisasi yang bertanggung jawab.”

Langkah ini sejalan dengan upaya Indonesia yang lebih luas untuk memodernisasi persenjataan militernya dan meningkatkan interoperabilitas sistem pertahanannya dalam menghadapi ancaman kontemporer – baik serangan rudal konvensional maupun intervensi asing non-konvensional, kata Beni.

Akuisisi rudal tersebut juga merupakan bagian dari kemitraan strategis yang lebih luas antara Indonesia dan Turki yang mencakup peluang transfer teknologi dan potensi produksi lokal di masa depan, kata Khairul.

Pada bulan Juni di pameran Indo Defence 2025, salah satu dari dua kontrak yang ditandatangani Indonesia dengan produsen KHAN, Roketsan, adalah untuk perjanjian usaha patungan yang direncanakan untuk mengembangkan kemampuan lokal untuk "perakitan, produksi dalam negeri, dan keberlanjutan teknologi rudal", menurut Roketsan.

Sumber: CNA

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved