Sudan di Ambang Kehancuran: Kelaparan di Tengah Perang, Wabah Kolera Mulai Merajalela
WHO melaporkan kelaparan sudah terjadi di Sudan, di mana 25 juta orang mengalami krisis pangan akut dan hampir ditemukan sebanyak 100.000 kasus.
TRIBUNNEWS.COM - World Health Organization (WHO) melaporkan kelaparan sudah terjadi di beberapa wilayah Sudan, di mana 25 juta orang mengalami krisis pangan akut dan hampir ditemukan sebanyak 100.000 kasus kolera sejak Juli 2025 lalu.
Kondisi buruk ini berlangsung di tengah-tengah konflik perang saudara antara Tentara Sudan (Sudanese Armed Forces/SAF) dan Rapid Support Forces (RSF), yang mulai meletus, pada 15 April 2023 lalu.
RSF mendominasi wilayah barat Sudan di mana pemotongan dana menghambat bantuan kemanusiaan masuk.
“Kekerasan yang tak henti-hentinya telah mendorong sistem kesehatan Sudan ke ambang kehancuran, menambah krisis yang ditandai oleh kelaparan, penyakit, dan keputusasaan,” kata Ilham Nour, Petugas Darurat Senior WHO, dikutip dari Reuters, Sabtu (9/8/2025).
Kondisi tersebut membuat krisis kelaparan dan penyakit menular menyerang Sudan di tengah-tengah perang.
“Kelaparan memperparah beban penyakit,” tambahnya.
Diperkirakan sekitar 770.000 anak di bawah usia 5 tahun akan menderita gizi buruk akut parah tahun ini.
Baca juga: 10 Negara Tertua dan Termuda di Dunia: Iran Berdiri Tahun 2600 SM, Sudan Selatan Didirikan pada 2011
Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyatakan penyakit kolera juga diperkirakan akan menyerang Sudan di kamp pengungsi Darfur di Chad Timur.
Kolera merupakan infeksi bakteri yang dapat menyebabkan penderitanya mengalami dehidrasi akibat diare parah.
Penyakit ini biasanya ditularkan melalui air yang terkontaminasi di daerah padat penduduk tanpa sanitasi yang memadai.
Jika tidak segera ditangani, kolera dapat berakibat fatal hanya dalam beberapa jam saja.
Wabah kolera sudah menyerang pemukiman pengungsi Dougi dan menyebabkan terjadinya 264 kasus dengan total 12 kematian.
Hal tersebut disampaikan oleh Patrice Ahouansou, koordinator situasi United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) di wilayah tersebut.
Ia mendesak untuk segera dilakukan peningkatan penanganan pengungsi mengingat nyawa mereka sangat terancam.
“Tanpa tindakan mendesak, termasuk meningkatkan akses ke perawatan medis, air bersih, sanitasi, kebersihan, dan yang paling penting, relokasi dari perbatasan, banyak nyawa terancam,” kata Ahouansou dalam briefing di Jenewa.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.