Konflik Rusia Vs Ukraina
Prajurit Garis Depan Ukraina Buat Gebrakan Lagi, Kali Ini Ciptakan Robot Penembak Pesawat Rusia
Sebuah unit militer Ukraina mengatakan telah membangun robot baru yang dapat menembak jatuh pesawat Rusia.
TRIBUNNEWS.COM – Tentara Ukraina yang tengah bertempur di garis depan melawan Rusia kembali membuat gebrakan baru.
Setelah sebelumnya Brigade ke-4 Garda Nasional Ukraina memanfaatkan drone untuk mengirimkan sepeda listrik kepada tentara yang terkepung, kini prajurit di garis depan dari brigade lainnya menciptakan robot baru yang mampu menargetkan pesawat dan helikopter Rusia.
Dilansir Insider, ini diyakini menjadi kali pertama senjata semacam ini digunakan dalam perang Rusia-Ukraina, yang kini telah berlangsung lebih dari tiga tahun.
Robot kendali jarak jauh buatan Brigade Mekanik ke-28 Ukraina ini menawarkan solusi pertahanan udara bagi para prajurit garis depan tanpa harus membuat mereka terpapar langsung oleh ancaman drone yang intens.
Sebagai informasi, dalam militer Ukraina, brigade adalah formasi yang terdiri dari sekitar 4.000 tentara, yang dipimpin oleh seorang kolonel.
Ukraina terus-menerus membutuhkan opsi pertahanan udara, baik untuk melindungi kota-kotanya maupun pasukan di medan tempur, dan telah menemukan berbagai cara inovatif untuk memenuhinya.
"Penerbangan Rusia menimbulkan ancaman, tidak hanya bagi kota-kota yang damai tetapi juga secara langsung terhadap garis depan," jelas Brigade Mekanik ke-28 Ukraina dalam sebuah unggahan di aplikasi perpesanan Telegram, Senin (4/8/2025)
Brigade tersebut menambahkan bahwa pesawat, helikopter, dan drone pengintai Rusia secara berkala terbang di atas posisi infanteri mereka.
"Dulu, tentara bisa menggunakan sistem pertahanan udara portabel untuk menembak jatuh pesawat, tetapi sekarang situasinya telah berubah," ujar Brigade ke-28, mengutip terjemahan dari pernyataan tersebut.

Drone-drone Rusia terus mengudara, melacak setiap pergerakan, hingga membuat tentara tak bisa mengangkat kepala dari parit.
Unit ini mengatakan telah menanggapi masalah tersebut dengan mempersenjatai robot darat menggunakan sistem rudal permukaan-ke-udara Igla.
Baca juga: Drone FPV Ukraina Terbukti Serbaguna, Bisa Kirim Sepeda untuk Tentara yang Terjebak di Medan Perang
Mereka mengklaim telah mengembangkan sistem pertahanan udara pertama di Ukraina yang dipasang pada kendaraan darat nirawak (UGV).
9K38 Igla adalah sistem pertahanan udara portabel era Soviet, yang dikenal sebagai MANPADS.
Sistem ini pada dasarnya merupakan senjata bahu yang menembakkan amunisi ke target berisiko tinggi, seperti pesawat, helikopter, dan rudal jelajah yang berada di luar jangkauan senapan mesin.
Namun, belum jelas berapa banyak target yang mampu dihadapi oleh sistem robotik ini.
Selama perang, Ukraina telah menghancurkan atau merusak lebih dari 300 pesawat dan helikopter Rusia, menurut situs intelijen sumber terbuka Oryx.
Oryx merupakan situs yang melacak kerugian peralatan dari kedua belah pihak.
Meski demikian, berbagai jenis pesawat Rusia masih terus terbang.
Perlombaan Senjata
Invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina sejak 2022 telah memicu perlombaan senjata.
Baik Rusia maupun Ukraina berlomba-lomba mengembangkan serta memanfaatkan teknologi baru untuk mendapatkan keunggulan dalam konflik yang semakin panas.
Perang drone dan robotika telah menjadi bidang inovasi terdepan, di mana sistem nirawak digunakan dalam pertempuran di darat, udara, dan laut.
Kedua pihak terus berupaya mengadaptasi drone mereka untuk mengecoh lawan.
Robot pertahanan udara merupakan salah satu contoh inovasi terbaru dalam pengembangan UGV.
Angkatan bersenjata Ukraina, misalnya, telah bereksperimen dengan menara senapan mesin otomatis, yang memungkinkan pasukan tetap berlindung saat bertempur.
Unit-unit garis depan memasang senapan mesin kaliber .50 serta peluncur granat pada kendaraan darat.
Selain itu, sebuah perusahaan Ukraina dikabarkan telah mengembangkan robot tempur darat baru yang mampu membawa dan meluncurkan beberapa drone dengan pandangan orang pertama, yang berfungsi layaknya kapal induk.
UGV lainnya juga digunakan untuk menjalankan misi tempur dan logistik tambahan, seperti mengirimkan amunisi ke posisi pasukan, mengevakuasi tentara yang terluka, menempatkan ranjau darat, hingga meledakkannya di dekat kendaraan lapis baja musuh.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari Ke-1259: Utusan Khusus Trump Akan Kunjungi Moskow
Perang Rusia-Ukraina Masih Berlangsung
Perang antara Rusia dan Ukraina kini telah memasuki tahun keempat.
Menurut situs Parliament.uk, Rusia melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina pada 24 Februari 2022.
Pasukan Rusia menyerbu dari arah Belarus di utara, Rusia di timur, dan Krimea di selatan.
Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut operasi ini sebagai “operasi militer khusus” untuk melindungi rakyat Donbas dan “mendemiliterisasi serta denazifikasi Ukraina”.
Ia membantah adanya niat untuk menduduki wilayah Ukraina.
Namun, selama tiga tahun terakhir, Rusia terus melancarkan serangan besar-besaran, termasuk menargetkan infrastruktur sipil penting.
Total korban diperkirakan mencapai ratusan ribu dari kedua belah pihak, meski angkanya tidak bisa diverifikasi secara resmi.
Pada Oktober 2022, Rusia menandatangani perjanjian aneksasi terhadap Donetsk, Luhansk, Kherson, dan Zaporizhzhia, meski wilayah-wilayah itu belum sepenuhnya berada di bawah kendali mereka.
Ukraina tetap bertekad merebut kembali seluruh wilayahnya, termasuk Krimea yang telah dianeksasi Rusia sejak 2014.
Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa mencapai kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina adalah prioritas pemerintahannya.
Meski awalnya mengatakan bahwa gencatan senjata bisa tercapai dalam 24 jam, utusan khusus Trump untuk Ukraina, Keith Kellogg, menyatakan pada Januari 2025 bahwa AS menargetkan kesepakatan dalam 100 hari pertama masa jabatan (29 April 2025).
Namun, hingga kini, upaya diplomatik belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
Pada Maret 2025, Ukraina menyetujui gencatan senjata parsial selama 30 hari setelah AS menangguhkan bantuan militer dan intelijen—kebijakan yang kemudian dicabut kembali.
Putin menyatakan bahwa Rusia bersedia mendukung gencatan senjata, termasuk moratorium serangan terhadap infrastruktur energi, tetapi menuntut pemenuhan sejumlah syarat yang menyangkut akar konflik.
Baca juga: Trump Ancam Naikkan Tarif Impor untuk India Akibat Masih Beli Minyak dari Rusia
Rasa frustrasi AS terhadap Rusia pun semakin terlihat.
Pada April 2025, Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Presiden Trump mengisyaratkan bahwa AS siap menghentikan proses perdamaian jika tidak ada kemajuan signifikan.
AS pun mengajukan serangkaian proposal baru yang disebut sebagai “tawaran terakhir”.
Negosiasi masih berlangsung, dan belum jelas apa langkah AS selanjutnya jika kesepakatan tidak tercapai.
Sementara itu, AS dan Ukraina telah menandatangani kesepakatan mineral penting, yang memungkinkan AS mengakses cadangan mineral tanah jarang serta bahan baku strategis lainnya di Ukraina untuk jangka panjang.
(Tribunnews.com/Tiara Shelavie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.