Donald Trump Pimpin Amerika Serikat
Larangan Penjualan Nvidia di China Dicabut, Donald Trump Bantu Saingannya dalam Perlombaan AI?
AS awalnya melarang penjualan chip AI Nvidia di China karena takut kalah saing dalam AI, kini larangan itu sudah dicabut.
TRIBUNNEWS.COM – Nvidia baru saja memesan 300.000 chip komputer kelas atas dari Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) menyusul lonjakan permintaan besar dari China, lapor Newsweek.
Kesepakatan mengenai chipset H20 terjadi pada bulan yang sama ketika Presiden AS Donald Trump membatalkan larangan penjualan chip Nvidia ke China.
Pada Januari lalu, peluncuran DeepSeek, model AI buatan China, memicu “perang dingin” dalam pengembangan kecerdasan buatan atau AI.
Para peneliti mengembangkan DeepSeek dengan sumber daya terbatas, tetapi dinilai mampu menyaingi ChatGPT.
Pada April, pemerintahan Trump melarang perusahaan AS, termasuk Nvidia, menjual silikon berkualitas tinggi ke China dengan alasan “masalah keamanan nasional”.
Gedung Putih kemudian mencabut larangan itu setelah hampir tiga bulan, memberikan lampu hijau bagi Nvidia untuk kembali menjual chip ke China pada Juli.
Pendiri sekaligus CEO Nvidia, Jensen Huang, mengatakan bahwa pemerintah AS telah meyakinkannya bahwa lisensi penjualan chip H20 di China akan dipulihkan.
“Model riset dan fondasi sumber terbuka untuk keperluan umum merupakan tulang punggung inovasi AI,” kata Huang pada 14 Juli lalu.
“Kami percaya bahwa setiap model sipil harus berjalan optimal pada teknologi buatan AS, agar negara-negara di seluruh dunia memilih Amerika.”

Setengah bulan kemudian, permintaan China terhadap chip Nvidia langsung melonjak.
Perusahaan AS tersebut berusaha mengisi kembali stoknya dengan memesan 300.000 chip H20 dari pabrik TSMC, salah satu produsen chip terbesar di dunia.
Baca juga: Mengapa Donald Trump Gemar Membagikan Video Konten Palsu dari AI? Ini Kata Pakar
Kembalinya chip Nvidia ke pasar China menjadi angin segar bagi industri AI yang sedang berkembang pesat di negara tersebut.
Namun, ada kekhawatiran bahwa AS dapat tertinggal dalam “perlombaan” AI, seperti yang diungkapkan oleh CEO OpenAI, Sam Altman.
Pada Mei lalu, sebuah laporan dari Pusat Keamanan dan Teknologi Berkembang Universitas Georgetown, yang dibagikan kepada Newsweek, mengungkapkan bahwa dua lembaga AI terkemuka China yang berkantor pusat di Beijing telah membuka cabang di Wuhan untuk mengembangkan alternatif canggih terhadap model AI generatif berskala besar.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa laboratorium baru ini menjadi batu loncatan menuju kecerdasan umum buatan, dan menyalip AS dengan berfokus pada bentuk AI yang berbeda dari pendekatan Barat yang lebih mengandalkan model statistik besar.
Seorang juru bicara Kedutaan Besar China mengatakan kepada Newsweek:
“China secara konsisten mendorong agar pengembangan kecerdasan buatan mengikuti prinsip-prinsip yang berpusat pada manusia dan menjunjung nilai-nilai kebajikan.”
“Kami percaya bahwa pengembangan AI harus adil dan inklusif, memastikan bahwa semua negara dapat menikmati manfaatnya secara setara. Kami tidak berniat untuk mendominasi bidang ini.”
Kini, China dapat terus membeli chip dari Nvidia dan produsen chip AS lainnya, kecuali Gedung Putih kembali mengubah kebijakan.
Chip AI Nvidia yang Mendominasi Dunia
Presiden AS Donald Trump kini telah memberikan izin kepada produsen chip kecerdasan buatan (AI) terkemuka dunia, Nvidia, untuk menjual teknologi canggihnya ke China.
Mengutip Straight Arrow News (SAN), penjualan chip Nvidia ke China sebelumnya dilarang demi mempertahankan dominasi AS di bidang AI.
AS khawatir bahwa China bisa memanfaatkan akses ke chip AI Nvidia untuk memperkuat militer, meningkatkan sistem pengawasan, serta mengembangkan senjata otonom.
Pembatalan larangan ini merupakan bagian dari kesepakatan dagang, di mana China setuju untuk melonggarkan pembatasan ekspor mineral tanah jarang ke AS, komponen vital dalam manufaktur elektronik.
Sebagai imbalannya, Nvidia diizinkan menjual versi perangkat keras yang lebih sederhana, yakni GPU H20, yang dirancang agar sesuai dengan pembatasan perdagangan AS.
Meskipun lebih lemah dari produk-produk unggulan Nvidia, chip ini tetap mampu mendukung pengembangan AI.
Namun, keputusan ini menimbulkan perdebatan di kalangan pelaku industri.
Baca juga: 10 Orang Terkaya di Dunia Tahun 2025: Mark Zuckerberg Menyalip Bezos, Elon Musk Tetap Nomor Satu
Satu pertanyaan utama pun muncul: Mengapa chip Nvidia, bahkan versi berdaya rendahnya, sangat diminati?
Jawabannya, menurut para ahli, adalah karena chip AI Nvidia lebih cepat, efisien, dan tangguh dibanding produk lain, menjadikannya fondasi penting bagi sistem AI tercanggih saat ini.
Sejarah Nvidia
Nvidia didirikan pada tahun 1993 dan mulai dikenal luas setelah memperkenalkan unit pemrosesan grafis atau GPU (graphics processing unit) yang mampu merender animasi 3D dalam gim video.
Unit pemrosesan pusat (CPU) dapat menjalankan sejumlah kecil tugas secara berurutan dengan kecepatan tinggi.
Sebaliknya, GPU memungkinkan puluhan ribu kalkulasi dilakukan secara paralel.
Pada tahun 2006, Nvidia memperluas teknologinya dengan memperkenalkan perangkat lunak CUDA, yang memungkinkan GPU diprogram untuk menyelesaikan berbagai tugas di luar rendering grafis.
CUDA membuat chip Nvidia dapat digunakan dalam kalkulasi kompleks, termasuk dalam bidang astrofisika dan teknik.
Tahun 2012 menjadi tonggak penting ketika para peneliti menggunakan GPU Nvidia untuk pengenalan gambar, yang kemudian menjadi dasar teknologi AI generatif seperti penghasil gambar.
GPU Nvidia juga terbukti sangat efisien dalam melatih model AI, termasuk ChatGPT milik OpenAI dan Copilot milik Microsoft.
Sejak saat itu, chip AI Nvidia terus berada di garis depan industri.
Meskipun para pesaing mencoba mengejar, Nvidia terus memproduksi GPU yang jauh lebih canggih.
Chip unggulan Nvidia, H100, dapat melakukan sekitar 2 kuadriliun kalkulasi per detik untuk pelatihan AI standar, dan hampir 4 kuadriliun kalkulasi dalam mode optimal dengan format terbaru.
Sebagai perbandingan, chip AI terbaik dari Huawei, Ascend 910C, hanya mampu melakukan sekitar 800 triliun kalkulasi per detik.
Laris di Pasar Gelap
H100 Nvidia juga menawarkan kecepatan lebih tinggi dan efisiensi energi yang lebih baik.
Baca juga: Roblox Jadi Sorotan Mendikdasmen: Kenali Fitur, Manfaat dan Risikonya
Didukung oleh arsitektur mutakhir, ekosistem perangkat lunak yang solid, serta dukungan teknis dari perusahaan, hanya sedikit kompetitor yang mampu menyaingi Nvidia.
Nilai chip AI Nvidia pun terlihat jelas di China.
Banyak pembeli bersedia membayar mahal untuk chip Nvidia selundupan atau rekondisi, ketimbang menggunakan GPU buatan dalam negeri yang memiliki performa buruk dan kurang kompatibel secara perangkat lunak.
Financial Times melaporkan bahwa chip Nvidia senilai setidaknya 1 miliar dolar AS telah diselundupkan ke China antara April hingga Juli, setelah larangan ekspor diberlakukan oleh AS.
Arus masuk besar ini bahkan melahirkan pasar gelap berupa bengkel-bengkel khusus yang menjual chip AI Nvidia.
Nvidia berpendapat bahwa penjualan chip berdaya rendah seperti H20 dapat mengurangi insentif bagi China untuk mengembangkan perangkat keras tandingan secara mandiri.
Namun, para kritikus, termasuk Ben Buchanan, mantan penasihat Gedung Putih di era Joe Biden, menilai bahwa H20 tetap berpotensi mempercepat kemampuan militer China dan mengikis dominasi jangka panjang AS dalam teknologi AI.
3 Pilar Pengembangan AI Amerika Serikat
Pada Juli lalu, Donald Trump menunjukkan keseriusannya untuk menempatkan Amerika Serikat sebagai juara dalam perlombaan AI.
Donald Trump, merilis rencana strategis terkait program kecerdasan buatan (AI) pada Rabu (23/7/2025), TIME melaporkan.
Rencana tersebut merinci langkah-langkah mengurangi regulasi demi menjadikan AS sebagai pemimpin global dalam bidang teknologi AI.
“Amerika Serikat sedang berlomba untuk mencapai dominasi global dalam kecerdasan buatan (AI). Siapa pun yang memiliki ekosistem AI terbesar akan menetapkan standar global dan meraih manfaat ekonomi serta militer yang luas,” demikian bunyi pengantar dokumen tersebut.
“Sama seperti kita memenangkan perlombaan ke luar angkasa, sangat penting bagi Amerika Serikat dan sekutunya untuk memenangkan perlombaan ini.”
Strategi sepanjang 28 halaman itu diberi judul “Memenangkan Perlombaan: Rencana Aksi AI Amerika” dan berfokus pada tiga “pilar” utama.
Ketiga pilar tersebut mencakup percepatan inovasi AI, pembangunan infrastruktur AI domestik, serta menjadikan AS sebagai pemimpin AI global.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.