Senin, 6 Oktober 2025

Starlink Didesak Hentikan Layanan di Sejumlah Negara ASEAN, Indonesia Masuk Daftar?

Internet satelit Starlink milik miliarder Elon Musk terancam diputus aksesnya di wilayah Asia Tenggara karena kerap dimanfaatkan sindikat kriminal

SPACE.com
ILUSTRASI STARLINK - Internet satelit Starlink milik miliarder Elon Musk terancam diputus aksesnya di wilayah Asia Tenggara karena kerap dimanfaatkan sindikat kriminal kelompok penipu daring berbasis di Myanmar, Thailand, Kamboja, dan Laos untuk menipu menipu warga Amerika hingga miliaran dolar. 

TRIBUNNEWS.COM - Layanan internet satelit Starlink milik perusahaan SpaceX milik Elon Musk kini tengah menjadi sorotan setelah seorang senator Amerika Serikat mendesak pembatasan ketat penggunaannya di Asia Tenggara.

Tekanan ini muncul usai mencuatnya laporan yang menyebut layanan tersebut dimanfaatkan oleh sindikat kriminal transnasional untuk melakukan penipuan daring bernilai miliaran dolar, termasuk menargetkan warga negara AS.

Menurut laporan Reuters, Senator Maggie Hassan (D-NH) mengirimkan surat resmi kepada Elon Musk untuk memperingatkan bahwa unit-unit Starlink digunakan oleh kelompok penipu daring berbasis di Myanmar, Thailand, Kamboja, dan Laos.

Dalam suratnya, Hassan menegaskan SpaceX memiliki tanggung jawab untuk memastikan layanannya tidak menjadi alat kejahatan lintas negara.

“Sindikat kriminal ini tampaknya terus menggunakan Starlink meskipun aturan layanan memungkinkan SpaceX menghentikan akses karena aktivitas penipuan,” tulis Hassan.

“SpaceX memiliki tanggung jawab untuk mencegah penjahat menggunakan layanan tersebut untuk menargetkan warga Amerika.”imbuhnya.

Sindikat Kriminal Manfaatkan Starlink

Sejak berakhirnya pandemi COVID-19, sindikat kriminal, terutama yang berakar dari jaringan Tiongkok, membangun basis operasi di wilayah Asia Tenggara daratan.

Laporan organisasi non-pemerintah internasional yang berfokus pada hak asasi manusia, Amnesty International mengungkap pabrik-pabrik penipuan di Kamboja dan Myanmar mempekerjakan ribuan orang yang sebagian besar direkrut melalui janji pekerjaan palsu.

Para pekerja kemudian ditahan, diancam, bahkan disiksa untuk menjalankan penipuan daring dalam skala besar.

Hal senada juga diungkap data Jaringan Penegakan Kejahatan Keuangan Departemen Keuangan AS yang menunjukkan sindikat-sindikat ini telah menipu warga Amerika hingga miliaran dolar.

Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) memperkirakan operasi penipuan tersebut menghasilkan hampir 37 miliar dolar AS sekitar Rp 600 triliun (kurs Rp16.400) secara global pada 2023.

Baca juga: Tingkatkan Jangkauan Akses Internet dan Harga Terjangkau, Pemerintah Buka Lelang Frekuensi 1,4 GHz

Starlink menjadi alat penting bagi kelompok ini karena kemampuannya menyediakan internet berkecepatan tinggi di lokasi terpencil.

Unit satelit portabel memungkinkan operasi penipuan berpindah dengan cepat, terutama di daerah perbatasan Myanmar yang dikuasai kelompok pemberontak.

Bahkan ketika pemerintah Thailand memutus jaringan internet, listrik, dan pasokan bahan bakar ke wilayah tertentu pada Februari lalu untuk menekan pusat penipuan daring, Starlink memungkinkan sindikat tersebut tetap beroperasi.

Namun, desakan untuk membatasi Starlink menuai kekhawatiran baru.

Banyak pihak beranggapan bahwa layanan ini juga digunakan oleh organisasi masyarakat sipil dan kelompok oposisi di Myanmar untuk menghindari sensor ketat junta militer yang berkuasa sejak kudeta Februari 2021.

Media lokal Frontier Myanmar pada Maret lalu menegaskan bahwa kelompok perlawanan “semakin bergantung pada jaringan internet satelit asing untuk mempertahankan komunikasi” di tengah pemadaman telekomunikasi oleh pemerintah militer.

Jika pembatasan luas diberlakukan atas alasan penipuan, dampaknya bisa tidak diinginkan.

Diantaranya memutus saluran komunikasi vital para aktivis sekaligus tidak efektif menghentikan kejahatan terorganisir.

Bagaimana Dampak ke Indonesia?

Meskipun Indonesia tidak disebut langsung dalam laporan Hassan, kawasan Asia Tenggara yang menjadi fokus tekanan ini membuat pemerintah RI berpotensi ikut terdampak.

Indonesia sendiri baru saja membuka akses Starlink secara komersial untuk memperluas konektivitas di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).

Jika ada kebijakan pemblokiran regional atau pembatasan tertentu, operasional Starlink di Indonesia bisa terkena imbas.

Alhasil program pemerataan digital nasional yang selama ini mengandalkan jaringan satelit untuk mengisi celah infrastruktur akan terhambat.

(Tribunnews.com / Namira)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved