Konflik Palestina Vs Israel
Hamas: Berton-ton Bantuan Menumpuk di Rafah, Israel Biarkan Gaza Kelaparan
Hamas mengecam Israel yang menumpuk berton-ton bantuan di Rafah, menganggapnya membiarkan orang-orang di Gaza mati kelaparan.
TRIBUNNEWS.COM - Kelompok perlawanan Palestina, Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), mengecam keras tindakan Israel yang terus menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, wilayah yang kini mengalami krisis kemanusiaan paling parah dalam sejarah modern.
“Ribuan ton bantuan menumpuk di perlintasan Rafah, sementara warga Gaza sekarat karena kelaparan, kehausan, dan penyakit,” ungkap Hamas dalam pernyataannya pada Minggu (20/7/2025).
Blokade yang diberlakukan Israel telah menyebabkan ratusan ribu warga sipil Gaza kehilangan akses terhadap kebutuhan paling dasar termasuk makanan, air bersih, dan layanan medis.
Hamas menuding bahwa apa yang terjadi di Gaza bukan hanya perang konvensional, melainkan pembersihan etnis yang terstruktur dan sistematis, dengan kelaparan, penyakit, dan pengeboman tanpa pandang bulu dijadikan senjata utama.
“Ini bukan sekadar perang, ini adalah genosida perlahan. Dunia menyaksikan dengan mata terbuka ketika satu bangsa dihancurkan secara sistematis,” tegas Hamas.
Mereka menyebut Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sebagai “penjahat perang” yang bertanggung jawab atas pembantaian dan kehancuran yang terjadi sejak Oktober 2023.
Sejak 2 Maret 2025, semua penyeberangan ke Gaza ditutup yang mengakibatkan bantuan makanan dan obat-obatan terputus sepenuhnya.
Perlintasan Rafah di selatan Gaza kini menjadi simbol tragis karena ribuan ton bantuan kemanusiaan tertahan, sementara anak-anak dan lansia meregang nyawa hanya beberapa kilometer dari sana.
Menurut data terbaru, lebih dari 70 anak-anak telah meninggal karena kekurangan gizi, dan angka ini terus bertambah.
Hamas mempertanyakan bagaimana hati nurani dunia bisa tetap diam menyaksikan penderitaan ini.
“Bagaimana mungkin dunia tetap diam ketika anak-anak meninggal karena lapar dan sakit yang bisa dicegah? Di mana kemanusiaan yang selama ini dijunjung oleh bangsa-bangsa dan organisasi internasional?” tanya Hamas, seperti diberitakan Al Araby.
Baca juga: Israel Renggut 92 Nyawa Pencari Bantuan di Gaza, 19 Warga Palestina Lainnya Tewas karena Kelaparan
Kecaman juga diarahkan pada mekanisme distribusi bantuan baru yang disepakati antara Israel dan sekutunya, Amerika Serikat, pada 27 Mei 2025.
Skema ini, yang dilakukan di luar pengawasan PBB dan organisasi kemanusiaan, justru berubah menjadi mimpi buruk.
Hamas menyebutnya "jebakan maut", karena dalam praktiknya, warga yang mengantre bantuan justru ditembaki oleh tentara Israel.
Sejak 27 Mei 2025, setidaknya 995 warga Palestina tewas, 6.011 luka-luka, dan 45 orang hilang saat mencoba mendapatkan bantuan yang seharusnya menyelamatkan nyawa mereka.
Serangan terbaru pada Minggu pagi di wilayah Zikim, Jalur Gaza utara, menjadi puncak kekejaman ini.
Setidaknya 73 warga sipil tewas setelah tentara Israel menargetkan kerumunan orang yang tengah menunggu bantuan, menggunakan tembakan artileri dan senapan mesin.
“Bantuan dijadikan umpan. Kelaparan digunakan sebagai alat untuk membunuh. Ini adalah kekejaman yang tak bisa ditoleransi oleh siapa pun yang masih memiliki hati nurani,” kata Hamas.
Mereka menuntut penyelidikan internasional segera terhadap mekanisme distribusi bantuan AS-Israel yang menurut mereka telah berubah menjadi sarana pembunuhan sistematis terhadap rakyat sipil tak bersenjata.
Hamas mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi kemanusiaan global, serta negara-negara Arab dan Islam untuk segera bertindak.
Mereka menuntut pembukaan segera penyeberangan Rafah tanpa kendali Israel, penghentian blokade total atas Gaza, tekanan internasional terhadap Israel dan AS untuk menghentikan kejahatan kemanusiaan yang sedang berlangsung, serta pemberian akses penuh kepada lembaga kemanusiaan internasional untuk menyelamatkan nyawa warga Gaza.
Sejak 2 Maret 2025, Israel menutup semua penyeberangan ke Jalur Gaza dan mencegah masuknya bantuan makanan dan medis, yang menyebabkan kelaparan menyebar di Jalur Gaza.
Sejak Oktober 2023, Israel telah melancarkan perang genosida di Gaza, termasuk pembunuhan, kelaparan, penghancuran, dan pemindahan paksa, mengabaikan semua seruan dan perintah internasional dari Mahkamah Internasional untuk menghentikannya.
Israel mengklaim serangannya di Jalur Gaza bertujuan untuk menghancurkan Hamas yang dianggap sebagai ancaman.
Militer Israel berdalih serangan tersebut sebagai balasan atas serangan Hamas dalam Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023.
Serangan Israel yang didukung AS di Jalur Gaza telah menewaskan sekitar 58.895 warga Palestina dan melukai 140.980 lainnya, menurut data dari Kementerian Kesehatan Palestina pada hari Minggu.
Setidaknya 130 jenazah dibawa ke rumah sakit dan 495 orang terluka dalam 24 jam terakhir, lapor Anadolu Agency.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.