KTT BRICS di Brasil
Trump Ancam Tambah Tarif BRICS 10 Persen, China–Rusia–Indonesia Beri Respons Tak Terduga
Ancaman dari Trump ini datang hanya beberapa jam setelah KTT BRICS menelurkan pernyataan bersama yang menolak praktik tarif sepihak dan mendorong refo
Ia pun menegaskan eksistensi BRICS semata untuk forum dialog dan pembangunan ekonomi, bukan alat konfrontasi geopolitik.
“Kami tidak melihat BRICS sebagai alat konfrontasi geopolitik. Ini adalah platform untuk dialog dan pembangunan ekonomi.”
Baca juga: Elon Musk Bentuk Partai Politik Baru, Trump Sebut Itu Konyol dan Tak akan Berhasil di AS
Menurut Peskov, meski volume perdagangan Rusia-AS menurun drastis (US$36 miliar di 2021 ke US$3,5 miliar di 2024), Rusia tetap realistis dan mendorong peran BRICS sebagai forum pembangunan, bukan sebagai alat tekanan politik.
Indonesia: Diplomasi Aktif Melalui Negosiasi

Di DPR RI, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati meyakinkan, pengenaan tarif tambahan dari Trump belum akan terjadi. Sebab, Indonesia masih dalam proses negosiasi terkait pengenaan tarif resiprokal yang diberikan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
"Ya kami akan terus mengikuti saja karena Indonesia kan masih di dalam proses pembicaraan dengan pemerintah Amerika gitu ya. Kami upaya kan untuk optimal," kata Sri Mulyani usai RDP dengan Komisi XI DPR RI, Senin (7/7/2025).
Sri Mulyani menyebut, kelompok negara BRICS dianggap sebagai negara yang tidak mendukung kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat. Sehingga Presiden Donald Trump memberikan ancaman pengenaan tarif tambahan.
"Presiden Donald Trump memberikan statement bahwa kelompok BRICS itu dianggap sebagai tidak mendukung Amerika dengan mengancam akan menyampaikan tambahan tarif, ini untuk menggambarkan bahwa dalam suasana seperti ini kita akan terus dihadapkan pada suasana yang sangat dinamis," ujar dia.
Meski begitu, Sri Mulyani mengakui bahwa skenario tarif ini ikut diperhitungkan dalam asumsi RAPBN 2026, karena tarif AS mampu menurunkan pertumbuhan PDB Indonesia hingga 0,3–0,5 poin persentase.
Baca juga: Putin Mengaku Rusia Bantu AS Meraih Kemerdekaan: Kami Memasok Senjata, Kami Bantu dengan Uang
Selain itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dipastikan akan ke AS sebelum 9 Juli untuk merundingkan paket kompensasi ekonomi, termasuk pembelian gandum US$500 juta dan pemangkasan tarif hampir nol.
Langkah ini penting mengingat kemungkinan tarif AS hingga 32 persen terhadap beberapa komoditas ekspor Indonesia.
Dampak & Konteks Global

- Pasar Asia mengetat: Rupiah melemah, rupee India anjlok 0,5 persen, dan rand Afrika Selatan turun 1% karena kekhawatiran pasar.
- Pernyataan BRICS: KTT Rio (6–7 Juli) mengutuk langkah sepihak dan menyerukan reformasi lembaga global seperti WTO .
- Ancaman atau realisasi?: Trump menyebut surat peringatan tarif akan dikirim pada 7–9 Juli, dengan penerapan mulai 1 Agustus jika tak ada kesepakatan.
- Tingkat tarif AS saat ini: Rata-rata sudah mencapai ~27%, tertinggi dalam seabad, dan berpotensi mengerekkan inflasi serta memperlambat pertumbuhan global.
Latar Belakang: Ekspansi & Signifikansi BRICS
BRICS kini terdiri dari 11 anggota—termasuk Indonesia yang bergabung Januari 2025—mewakili sekitar 45 % populasi dunia dan hampir 36 % PDB global .
Pernyataan resmi dari KTT Rio mengecam praktik tarif sepihak, menyoroti pentingnya penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan intra-BRICS dan reformasi sistem global.
Diplomasi BRICS vs Tarif Trump
China memperkuat kepercayaan pada mekanisme multilateral dan investasi antar-negara; Rusia mendorong model investasi baru dan memperkuat jalur diplomasi; sementara Indonesia mengutamakan negosiasi konstruktif dengan AS sambil mempersiapkan skenario fiskal dalam RAPBN untuk menghadapi potensi tekanan tarif.
Ketiganya menunjukkan konsolidasi sikap dalam menghadapi ancaman tarif 10 persen dari Presiden AS Donald Trump pasca-KTT BRICS di Brasil, 6 Juli 2025. Mereka menolak proteksionisme dan memilih jalur diplomasi serta kerja sama ekonomi berkelanjutan. Ketegangan tarif ini mempertegas dinamika baru dalam tatanan ekonomi global pasca-pandemi, di tengah meningkatnya tantangan institusional dan rivalitas geopolitik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.