Konflik Iran Vs Israel
Iran Siaga Balas Operasi Rising Lion Israel, Perundingan Nuklir Terancam Gagal
Iran bersiap membalas serangan Israel lewat Operasi Rising Lion. AS evakuasi staf, harga minyak melonjak, diplomasi nuklir terancam.
TRIBUNNEWS.COM - Ketegangan di Timur Tengah melonjak tajam pasca-serangan udara Israel ke fasilitas militer dan nuklir Iran dalam operasi yang dikenal sebagai Rising Lion.
Serangan tersebut memicu peringatan internasional akan potensi balasan besar-besaran dari Teheran yang dapat memicu konflik berskala regional.
Namun, sejumlah pernyataan dan langkah-langkah pencegahan sudah disampaikan dan dilakukan oleh para pejabat Iran, Israel, dan Amerika Serikat bahkan sebelum operasi tersebut berlangsung.
Sebelum Rising Lion: Iran dan AS Sudah Siaga
Beberapa hari sebelum serangan udara Israel, ketegangan sudah meningkat, The Economic Times melaporkan.
Presiden Iran Masoud Pezeshkian memperingatkan bahwa Teheran akan merespons jika fasilitas nuklirnya diserang.
"Jika mereka menghancurkan fasilitas kami dengan bom, mereka akan hancur. Apa pun yang mereka lakukan, kami akan membangunnya kembali," kata Pezeshkian.
Komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Jenderal Hossein Salami bahkan menegaskan Iran sudah memilih target untuk pembalasan.
"Iran siap berperang. Pembalasan kami akan lebih menyakitkan dan merusak dari serangan mereka," ujar Salami.
Peringatan juga datang dari Washington. Steve Witkoff, utusan Gedung Putih.
Dalam pertemuan tertutup dengan senator Republik menyampaikan kekhawatirannya bahwa kemampuan rudal balistik Iran bisa melampaui kapasitas pertahanan udara Israel, yang bisa menyebabkan banyak korban sipil.
Baca juga: Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran Mohammad Bagheri Tewas dalam Serangan Rising Lion Israel
Witkoff menyebut bahwa Iran kini diperkirakan memiliki 2.000 rudal, dengan beberapa di antaranya mampu membawa hulu ledak seberat 2.000 hingga 4.000 pon.
Di hadapan publik New York awal pekan itu, ia mengatakan:
"Persenjataan rudal Iran menjadi ancaman eksistensial, sama besarnya dengan program nuklirnya."
Sebagai bentuk antisipasi, AS mengevakuasi personel tidak penting dari Kedutaan Besar di Baghdad, serta keluarga personel militer dari pangkalan-pangkalan AS di Teluk.
Pembatasan keamanan juga diberlakukan terhadap diplomat AS di Israel.
Rising Lion: Israel Lancarkan Serangan Diam-diam
Meski belum dikonfirmasi secara resmi oleh Tel Aviv, dua pejabat AS mengatakan kepada Reuters bahwa serangan ke fasilitas nuklir dan militer Iran dilakukan secara independen oleh Israel.
Serangan ini disebut sebagai bagian dari Operasi Rising Lion, sebuah operasi kilat yang menyasar pusat strategis milik Iran.
Sumber dari The Economic Times menyebutkan bahwa Israel menyerang pada Jumat (13/6/2025), menyusul ketegangan yang meningkat akibat aktivitas pengayaan uranium Iran.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, memperingatkan bahwa serangan balasan dari Iran hampir pasti akan terjadi dalam waktu dekat.
"Serangan rudal dan UAV terhadap Negara Israel dan penduduk sipilnya diperkirakan akan segera terjadi," tegas Katz.
Sebagai respons, Iran menempatkan sistem pertahanan udaranya dalam siaga penuh dan mempersiapkan skenario pembalasan yang terkoordinasi.
Setelah Rising Lion: Ancaman Balasan Iran dan Gejolak Global
Pasca-serangan Israel, Iran belum melakukan serangan balasan langsung, tetapi eskalasi terasa di berbagai lini.
Iran mengumumkan latihan militer baru yang "berfokus pada pergerakan musuh".
Baca juga: Reaksi Dunia atas Serangan Israel ke Iran: PM Netanyahu Klaim Momen Bersejarah, Advokasi Kecam Keras
Teheran menyatakan akan meningkatkan pengayaan uranium sebagai bentuk pembangkangan terhadap kecaman Badan Energi Atom Internasional.
Serangan Israel juga langsung berdampak pada pasar minyak global.
Harga minyak mentah melonjak lebih dari 3 dolar AS per barel hanya dalam beberapa jam, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap potensi perang di kawasan Teluk.
Situasi ini juga mengancam keberlangsungan negosiasi nuklir antara Iran dan AS.
Putaran ke-6 perundingan yang dijadwalkan pada 15 Juni di Oman disebut-sebut bisa batal atau berubah drastis jika Iran memutuskan merespons secara militer.
Seberapa Berbahaya Balasan Iran?
Dikutip dari CNN, menurut laporan Military Balance 2025 dari IISS, Iran memiliki lebih dari 100 peluncur rudal balistik jarak menengah yang mampu menjangkau Israel dalam waktu sekitar 15 menit.
Selain itu, Iran juga memiliki armada drone dan rudal jelajah, meski efektivitasnya dibatasi oleh sistem pertahanan Israel.
Angkatan Udara Iran yang memiliki 265 jet tempur dinilai lemah karena banyak pesawatnya adalah peninggalan era Perang Dingin buatan AS, dan Iran hanya memiliki kurang dari lima pesawat pengisian bahan bakar udara-ke-udara.
Kekhawatiran kini menjalar luas. Komandan CENTCOM AS, Jenderal Erik Kurilla, memperingatkan bahwa pasukan AS di Timur Tengah juga berpotensi menjadi target.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.