Pemerintahan Prabowo pilih jalur negosiasi ketimbang balas tarif Trump – Perbanyak impor produk energi dan agrikultur dari AS
Dalam pertemuan dengan perwakilan AS, pemerintah Indonesia menawarkan pembelian lebih banyak energi dan produk agrikultur.

Sementara AS mencatat defisit perdagangan dengan Indonesia sebesar US$17,9 miliar (sekitar Rp301 triliun) pada tahun yang sama.
Airlangga menambahkan bahwa para diplomat Indonesia telah berkomunikasi dengan U.S Trade Representative, yang saat ini masih menunggu proposal konkret dari pihak Indonesia.
'Tertinggal satu langkah'
Sejak tahun 2023, Indonesia tidak memiliki Duta Besar untuk Amerika Serikat.
Posisi itu terakhir kali dipegang Rosan Roeslani yang kemudian ditunjuk sebagai Wakil Menteri BUMN pada Juli 2023.
Pengamat ekonomi pembangunan dari Universitas Andalas di Sumatra Barat, Syafruddin Karimi, mengatakan absennya perwakilan diplomatik Indonesia di AS ini melemahkan posisi tawar Indonesia dalam negosiasi bilateral "di tengah meningkatnya tensi dagang akibat kebijakan tarif Presiden Trump".
"Tanpa duta besar yang aktif di Washington, upaya Indonesia untuk menjaga akses pasar ekspor dan meredam dampak proteksionisme Amerika akan selalu tertinggal satu langkah dibanding negara-negara pesaing seperti Vietnam dan Thailand," ujarnya.
Di sisi lain, Syafruddin menekankan pentingnya bagi pemerintah Indonesia untuk belajar dari Vietnam yang berupaya melakukan pendekatan bilateral tetapi ditanggapi dingin oleh Gedung Putih.
Sebelumnya, pemerintah Vietnam meminta penundaan tarif selama 46 hari.
Akan tetapi, penasihat utama Presiden Trump, Peter Navarro, mengatakan kepada Fox News, mitra BBC di AS, bahwa "ini bukan negosiasi" meski kemudian menambahkan pihaknya "selalu bersedia mendengarkan".
"Penolakan terhadap Vietnam menunjukkan bahwa Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Trump, mengedepankan strategi proteksionisme yang tidak mudah dinegosiasikan, bahkan dengan mitra dagang utama sekalipun," ujarnya.
Oleh karena itu, Syafruddin menyarankan agar Indonesia tidak hanya mengandalkan diplomasi formal, tetapi juga memperkuat posisi tawar melalui strategi konkret yang mencerminkan kepentingan bersama dan daya saing jangka panjang.
Dia menekankan perlunya memastikan setiap proposal ke Washington memiliki nilai strategis dan ekonomi yang signifikan, bukan sekadar kompromi politik.
"Tanpa pendekatan yang cermat dan persiapan matang, Indonesia berisiko mengalami nasib serupa dengan Vietnam: gagal meraih kepercayaan mitra strategis dan kehilangan momentum dalam arena perdagangan global," ujarnya.
Terpisah, pengamat ekonomi dari Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menyayangkan sikap pemerintah yang disebutnya "tidak berani melakukan retaliasi" sedari awal.
"Negara manapun semestinya menunjukkan bahwa opsi retaliasi akan selalu on the table [dimungkinkan]," ujar Andri ketika dihubungi pada Selasa (08/04).
Andri menekankan opsi retalisi di sini bukanlah semata ancaman, melainkan benar-benar harus disiapkan Indonesia dengan melakukan diversifikasi mitra dagang menjauh dari AS jika negosiasi tidak imbang.
Lebih lanjut, Andri menilai Trump menunjukkan ketidaksukaannya terhadap negara mana saja yang berencana untuk melakukan pembalasan tarif terhadap kebijakan perdagangan AS.
Kebijakan tarif global yang diterapkan Trump didasarkan pada asumsi bahwa negara-negara lain akan bersikap patuh dan memberikan konsesi kepada Amerika Serikat dalam negosiasi untuk menurunkan tarif tersebut, papar Andri.
Namun, Andri menegaskan langkah tarif ini bersifat merugikan bagi kedua belah pihak yang terlibat.
Jika negara-negara lain memilih untuk tidak tunduk dan justru melakukan retaliasi, Trump berpotensi besar merugikan perekonomian negaranya sendiri tanpa alasan yang substansial.
"Ini skenario yang sangat ingin dihindari oleh Trump," ujar Andri.
Andri menyoroti pernyataan Trump terhadap respons China terhadap kebijakan tarif AS sebagai contoh.
Seperti diketahui, Trump dilaporkan mengancam untuk meningkatkan tarif hingga 50?ngan tujuan memaksa Beijing membatalkan langkah pembalasannya.
"Di sisi lain, ketakutan Trump ini justru menunjukkan bahwa Indonesia tidak pernah boleh melepaskan opsi retaliasi dari meja negosiasi. AS akan mencoba apa saja agar retaliasi tidak dilakukan, dan Indonesia harus paham itu," ujarnya.
Andri menggarisbawahi poin dari Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa Indonesia tidak terlampau dependen terhadap AS.
"AS memang negara destinasi ekspor kedua terbesar, tapi selisihnya dengan yang terbesar [China] sangat jomplang, sehingga posisi AS ini sebenarnya tidak banyak lebih penting dengan negara mitra dagang lainnya," ujar Andri.
"Kalau melihat dari peta mitra dagang Indonesia selama ini, Indonesia masih punya sangat banyak alternatif. Mitra dagang Indonesia masih sangat bisa didiversifikasi sehingga ketergantungan ataupun dependensi terhadap AS sebenarnya tidak terlalu besar."
Lebih lanjut, Andri menggaris bawahi pidato Presiden Prabowo yang menyebut "swasembada energi" tetapi bertolak belakang dengan langkah negosiasi Indonesia dengan AS.
"Sangat lucu ketika presiden berbicara tentang 'swasembada energi' namun dalam negosiasi dengan AS, Indonesia diminta untuk membeli lebih banyak minyak mentah dari AS untuk mengurangi surplus neraca perdagangan Indonesia dengan AS," ujarnya.
IHSG dan bursa saham Asia alami penurunan drastis
Pada Selasa (08/04) IHSG menunjukkan tren penurunan di awal perdagangan setelah libur Lebaran.
Pada pukul 09.01 WIB, IHSG bergerak di posisi 5.912. Posisi ini berarti IHSG melemah 598,55 poin (9,19%) dibanding penutupan sebelumnya pada level 6.510.
Sesuai dengan ketentuan baru, Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan perdagangan sementara atau trading halt selama 30 menit karena IHSG mengalami penurunan sebanyak 8%.
Meski demikian, seperti dilansir Kompas.com, IHSG tetap berada di posisi 5.987 atau turun 522,92 poin (8,03%) pada pukul 09:38 WIB setelah trading halt dicabut.
Seperti diberitakan BBC News sebelumnya, saham di Asia seperti di Shanghai, Tokyo, dan Hong Kong mengalami penurunan drastis pada Senin (07/04).
Hal ini menyusul kemerosotan saham global pekan lalu setelah Trump mengumumkan tarif baru antara 10?n 46% di sebagian besar negara.
Bursa saham Nikkei di Jepang ditutup dengan penurunan 7,8%, sementara bursa saham ASX 200 di Australia turun 4,2%.
Sedangkan bursa saham Kospi di Korea Selatan ditutup 5,6% lebih rendah. Adapun pasar saham Shanghai Composite di China anjlok 7,3?n Indeks saham Taiwan turun drastis sebesar 9,7%.
Sementara itu, bursa saham Hang Seng turun 12,5?lam penutupan perdagangan saham pada Senin (07/04) sore.
Langkah Trump ini tidak hanya menyasar rival dagang utama seperti China, tetapi juga sekutu dekat AS seperti Jepang dan Korea Selatan, serta negara-negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi pesat seperti Vietnam.
Jepang dan Korea Selatan akan menghadapi tarif sebesar 26%, sementara Vietnam, yang oleh Trump disebut sebagai "pelanggar terburuk", bersiap untuk tarif 46%.
Negara-negara lain dalam daftar sasaran termasuk Kamboja (49%), Thailand (36%), dan China yang akan dikenai tarif total mencapai 54%.
Selain tarif tinggi yang menargetkan negara-negara tertentu, AS juga memberlakukan tarif dasar sebesar 10% untuk sejumlah negara lain di kawasan tersebut, termasuk Singapura, Selandia Baru, dan Australia.
Kebijakan ini memicu kekhawatiran luas akan potensi perang dagang global yang dapat menyeret ekonomi dunia ke dalam perlambatan, atau bahkan resesi.
Kawasan Asia, yang sangat bergantung pada perdagangan internasional, dinilai sangat rentan terhadap dampak negatif dari kebijakan AS ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.