Konflik Palestina Vs Israel
Kata Putin kepada Tahanan Rusia yang Dibebaskan: Berterima Kasihlah kepada Hamas
Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu dengan sandera Israel yang dibebaskan Februari lalu, memintanya berterima kasih kepada Hamas.
TRIBUNNEWS.COM – Presiden Rusia, Vladimir Putin, bertemu dengan mantan sandera Rusia-Israel, Sasha Troufanov, pada Kamis (17/4/2025).
Troufanov menghabiskan hampir 500 hari dalam tahanan di Gaza.
Dalam pertemuan tersebut, Putin meminta Troufanov untuk menyampaikan terima kasih kepada Hamas atas tindakan kemanusiaan mereka yang memungkinkan pembebasannya.
"Fakta bahwa Anda berhasil dibebaskan merupakan hasil dari hubungan Rusia yang stabil dan jangka panjang dengan rakyat Palestina, para perwakilannya, serta berbagai organisasi," ujar Putin kepada Troufanov di Kremlin.
Troufanov didampingi oleh ibunya, Elena Trufanova, dan pasangannya, Sapir Cohen, yang juga sempat ditawan oleh Hamas.
"Saya rasa kita perlu menyampaikan ucapan terima kasih kepada sayap politik Hamas karena telah bekerja sama dengan kami dan melaksanakan tindakan kemanusiaan ini," lanjut Presiden Rusia itu dalam sebuah cuplikan video yang diunggah oleh jaringan RT yang didanai pemerintah Rusia.
Putin menambahkan akan terus menjalin kerja sama dengan Hamas guna memastikan pembebasan sandera lainnya.
Menurut laporan New York Post, Troufanov (29) dibebaskan pada Februari lalu bersama dua sandera lain, Sagui Dekel-Chen dan Yair Horn.
Pembebasan ketiganya dirayakan di atas panggung di wilayah Khan Yunis.
Setelah pembebasan para sandera tersebut, Putin memuji "itikad baik" pimpinan Hamas dan menekankan peran diplomatik Moskow di Timur Tengah, dalam pertemuan dengan Kepala Rabbi Rusia, Berel Lazar, menurut Jerusalem Post.

Kelanjutan Gencatan Senjata Israel-Hamas
Mengutip First Post, Hamas menyatakan kesediaannya untuk membebaskan semua sandera Israel dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina.
Baca juga: Tolak Gencatan Senjata Parsial, Hamas Siap Bebaskan Semua Sisa Sandera Israel demi Akhiri Perang
Namun, Hamas menuntut gencatan senjata permanen, bukan sementara.
Khalil al-Hayya, pemimpin perundingan dari Hamas, dalam pidato yang disiarkan televisi pada Kamis (17/4/2025), menyatakan bahwa mereka tidak lagi menerima kesepakatan sementara.
Hamas menawarkan negosiasi “paket komprehensif” yang mencakup pembebasan seluruh sandera yang masih ditahan, dengan imbalan dihentikannya perang di Gaza, pembebasan warga Palestina yang dipenjara oleh Israel, dan dimulainya kembali pembangunan di Gaza.
“Netanyahu dan pemerintahannya menggunakan perjanjian parsial sebagai kedok untuk agenda politik mereka, yang didasarkan pada kelanjutan perang pemusnahan dan kelaparan — bahkan jika itu harus mengorbankan semua tahanan mereka (sandera),” ujar Hayya.
Sementara itu, mediator dari Mesir berusaha menghidupkan kembali kesepakatan gencatan senjata antara kedua pihak yang telah berakhir pada Januari lalu.
Namun, kemajuan masih minim karena Israel dan Hamas saling menyalahkan.
Putaran terakhir perundingan di Kairo untuk memulihkan gencatan senjata dan membebaskan sandera Israel berakhir tanpa terobosan berarti, menurut sumber Palestina dan Mesir kepada Reuters.
Sebelumnya, Israel mengusulkan gencatan senjata selama 45 hari di Gaza untuk memungkinkan pembebasan para sandera dan membuka peluang perundingan tidak langsung guna mengakhiri perang.
Namun, salah satu syarat dalam usulan itu, yaitu agar Hamas meletakkan senjata, ditolak oleh kelompok tersebut.
Dalam pidatonya, Hayya menyebut bahwa Israel mengajukan balasan dengan syarat-syarat yang tidak masuk akal.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.