Senin, 29 September 2025

Gempa di Myanmar

Evakuasi Korban Gempa Myanmar di Stop, Pemerintah Sebut Tak Ada Lagi Tanda Kehidupan di Reruntuhan

Pemerintah Myanmar mulai menghentikan upaya evakuasi korban gempa setelah penyintas tak lagi di temukan di bawah reruntuhan bangunan

|
HO/Tribunnews.com
PENCARIAN KORBAN GEMPA - Tim K9 Polri yang tergabung dalam operasi kemanusiaan INASAR 1 menemukan satu korban gempa di Myanmar pada Selasa (2/4/2025). Pemerintah Myanmar mulai menghentikan upaya evakuasi korban gempa setelah penyintas tak lagi di temukan di bawah reruntuhan bangunan (HO/Tribunnews.com). 

TRIBUNNEWS.COM -  Upaya penyelamatan dan evakuasi korban gempa Myanmar kini mulai dihentikan setelah penyintas tak lagi di temukan di bawah reruntuhan bangungan.

72 jam pertama setelah gempa bumi secara luas dianggap sebagai jendela “emas” untuk menjangkau korban yang terkubur hidup-hidup di bawah reruntuhan.

Akan tetapi setelah periode tersebut, peluang untuk bertahan hidup tanpa sumber air berkurang dengan cepat.

Kondisi tersebut semakin diperparah dengan cuaca Myanmar yang dilanda hujan lebat dan angin kencang.

Kondisi ini lantas mengganggu operasi penyelamatan dan bantuan di seluruh negeri.

“Upaya yang tidak pernah terlaksana untuk menemukan korban selamat dari gempa bumi dahsyat di Myanmar pada 28 Maret lalu mulai dihentikan lantaran menemui jalan buntu,” ujar pejabat setempat dikutip dari Ctpost.

Pasca evakuasi dihentikan, tim penyelamat internasional dari Singapura, Malaysia, dan India dilaporkan kembali ke negara mereka lantaran pekerjaan menemukan penyintas dianggap sudah selesai.

Meski evakuasi telah berhenti, namun pemerintah kini berupaya mengganti dengan peningkatan aktivitas bantuan dan pemulihan. 

Di ibu kota Myanmar, Naypyitaw, orang-orang terlihat bergotong-royong membersihkan puing-puing dan mengumpulkan kayu dari rumah-rumah mereka yang rusak di bawah hujan gerimis.

Sementara itu, tentara terlihat memindahkan puing-puing di beberapa biara Buddha.

Korban Tewas Tembus 3.564 Jiwa

Pasca gempa dahsyat berkekuatan 7,7 magnitudo mengguncang Myanmar kini korban tewas dilaporkan tembus lebih dari 3.564 jiwa, sementara 5.012 orang terluka, dan 210 orang masih hilang.

Baca juga: Hujan dan Angin Kencang Hambat Penanganan Gempa Myanmar, Perparah Krisis Kemanusiaan

Angka tersebut dilaporkan sekitar sembilan hari sejak gempa terjadi dan menghancurkan negara tersebut

Jumlah korban meningkat lantaran Gempa berkekuatan Magnitudo 7,7 melanda Myanmar pada 28 Maret meluluhlantakkan bangunan, memutus aliran listrik, dan menghancurkan jembatan serta jalan di seluruh negeri.

Meski upaya penyelamatan dari berbagai negara internasional dilakukan namun akses medan yang rusak parah membuat proses evakuasi sulit dilakukan.

Selain kekurangan alat berat, Tim penyelamat di Myanmar menghadapi tantangan yang semakin berat dalam upaya mencari korban selamat akibat cuaca ekstrem.

Bau Mayat Memenuhi Kota

Banyaknya jenazah yang terperangkap di bawah reruntuhan akibat guncangan gempa membuat kota Sagaing, Myanmar yang merupakan episentrum dari gempa Myanmar kini diselimuti bau mayat.

"Bau mayat telah memenuhi kota," kata Ko Zeyar yang merupakan seorang pekerja sosial.

Ko Zeyar menuturkan bahwa dirinya melihat mayat-mayat masih terperangkap di bawah reruntuhan.

Penduduk setempat kini tengah berupaya menguburkan mayat di kuburan massal.

Sementara itu, ketakutan juga terus menyelimuti karena gempa susulan berulang kali mengguncang wilayah tersebut.

Banyak penduduk setempat terpaksa tidur di luar dengan alas tikar sambil digigit nyamuk dan menghadapi suhu panas 37 derajat celcius.

 "Hampir seluruh kota tinggal dan tidur di jalan, peron, atau lapangan sepak bola, termasuk saya sendiri karena itu menakutkan," kata Ko Zeyar.

"Saya tidak tidur di dalam, tetapi di ambang pintu sehingga saya dapat dengan mudah berlari," katanya melalui telepon saat gempa susulan lainnya terjadi pada Kamis (3/4/2025).

Lebih lanjut, kendati kondisi Myanmar kini tengah memprihatinkan, akan tetapi Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) melaporkan peperangan masih berlangsung sejak gempa terjadi.

OHCHR menyebut terdapat setidaknya 60 serangan setelah gempa dan 16 serangan usai militer mengumumkan gencatan senjata.

Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Volker Turk mendesak para pihak yang berperang untuk menghentikan serangan untuk mencapai solusi politik permanen.

Junta Myanmar mengaku masih akan mengambil "tindakan yang diperlukan" jika pemberontak menggunakan gencatan senjata untuk berlatih, menyerang, atau menyusun kekuatan.

Sedangkan kelompok-kelompok pemberontak juga menyatakan berhak mempertahankan diri.

(Tribunnews.com / Namira)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan