Trump Terapkan Tarif Timbal Balik
Elon Musk Rayu Trump Batalkan Kebijakan Tarif, tapi Gagal
Elon Musk dilaporkan telah mengajukan permintaan langsung kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk membatalkan tarif impor.
TRIBUNNEWS.COM – CEO Tesla dan miliarder teknologi Elon Musk dilaporkan telah mengajukan permintaan langsung kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk membatalkan tarif impor.
Tetapi, upaya Elon Musk tersebut tidak berhasil.
Dikutip dari Reuters, kabar itu dilaporkan oleh Washington Post pada Senin (8/4/2025), mengutip dua sumber yang mengetahui pertemuan tersebut.
Permintaan Musk ini menjadi salah satu bentuk ketidaksepakatan terbuka yang paling mencolok antara dirinya dan Trump.
Ketegangan ini muncul setelah Trump mengumumkan tarif dasar sebesar 10 persen untuk semua barang impor ke AS, serta tarif tambahan bagi puluhan negara lainnya.
Hingga kini, baik Gedung Putih maupun Elon Musk belum memberikan komentar terkait laporan tersebut saat dimintai tanggapan oleh Reuters.
Dalam sebuah acara virtual akhir pekan lalu di Florence, Italia, Musk yang menjadi pembicara dalam kongres Partai League—partai sayap kanan yang ikut berkuasa di Italia—menyuarakan pandangannya soal kebijakan perdagangan.
“Saya berharap Amerika Serikat dan Eropa dapat menjalin kemitraan yang sangat erat,” ujar Musk dikutip dari ladbible.
“Idealnya, saya ingin melihat situasi tanpa tarif, menciptakan zona perdagangan bebas antara Eropa dan Amerika Utara. Itu yang saya harapkan terjadi,” tambahnya.
Sementara itu, Tesla mengalami penurunan penjualan kuartalan yang cukup tajam.
Penurunan ini terjadi di tengah munculnya kritik terhadap peran Musk dalam proyek baru bernama “Departemen Efisiensi Pemerintah.”
Baca juga: Nilai Tukar Rupiah Hampir Sentuh Rp17.000, Menko Airlangga: Masih Relatif Terjaga
Harga saham Tesla tercatat berada di angka US$233,29 pada penutupan perdagangan Senin. Nilai ini turun lebih dari 42 persen sejak awal tahun.
Musk sebelumnya juga telah menyatakan bahwa tarif otomotif yang diterapkan Trump memberikan dampak besar terhadap Tesla.
Para ekonom menilai kebijakan tarif Trump bisa memicu inflasi, meningkatkan risiko resesi di Amerika Serikat, serta menambah beban biaya hidup keluarga hingga ribuan dolar.
“Ini bisa menjadi masalah serius bagi seorang presiden yang sebelumnya berjanji akan menurunkan biaya hidup,” ujar seorang ekonom yang enggan disebutkan namanya.
70 Negara Ajukan Nego
Sementara itu sebanyak 70 negara di berbagai belahan dunia saling berlomba merayu AS agar dapat mengajukan negosiasi tarif impor yang diberlakukan Presiden Donald Trump.
Pernyataan itu diungkap Menteri Keuangan Scott Bessent tepat setelah pemerintahan Trump mengumumkan kebijakan tarif impor mulai dari 10 persen ke 180 negara di seluruh dunia, termasuk ke Indonesia.
Menkeu Bassent menjelaskan tarif impor diterapkan lantaran negara-negara lain telah memperlakukan AS "dengan buruk" karena mengenakan tarif yang tidak proporsional pada impor AS yang ia sebut sebagai "kecurangan".
Sebagai balasannya, Presiden Trump mengenakan tarif kepada negara-negara lain, kira-kira setengah dari tarif yang mereka kenakan kepada AS.
Agar terhindar dari kebijakan tersebut negara lain harus membayar sejumlah 'uang' demi mencabut tarif yang sangat tinggi.
Trump menggambarkan uang itu digambarkan sebagai obat, yang bisa menahan pertumpahan darah lebih lanjut di pasar keuangan global.
"Jadi, tarif tersebut tidak akan berlaku secara timbal balik. Saya bisa saja melakukan itu, ya, tetapi akan sulit bagi banyak negara," kata Trump, dikutip dari Al Jazeera.
"Kami tidak ingin melakukan itu." imbuhnya.
Sementara itu, melansir laman resmi Gedung Putih, tarif resiprokal atau tarif timbal balik Trump dilakukan dengan cara mengenakan bea ad valorem atau bea masuk tambahan pada barang impor dari semua mitra dagang Amerika Serikat.
Langkah ini diberlakukan dengan dalih untuk menyeimbangkan kembali arus perdagangan global.
Imbas kebijakan tersebut kini semua barang yang tidak dibuat di Amerika Serikat akan dikenakan pajak tambahan.
Hal tersebut tentunya dapat meningkatkan biaya barang yang akan di dijual ke pasar AS.
Apabila kenaikan biaya terus terjadi akibatnya, produsen di luar Amerika akan mengalami penurunan dalam volume ekspor mereka, menambah beban suatu negara di tengah ancaman resesi dan gejolak ekonomi pasar global.
Kekhawatiran ini yang mendorong puluhan negara untuk berbondong-bondong mengajukan negosiasi tarif impor ke pejabat AS.
Dengan 70 negara yang tercatat, Bessent menyebut AS akan menghadapi April-Juni yang sibuk dengan negosiasi.
Dalam hal ini, dia menyinggung Jepang yang akan menjadi prioritas AS.
Pasalnya, Jepang dinilai cepat tanggap dan langsung menghubungi Washington untuk mendiskusikan kesepakatan dalam perdagangan.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.