Rabu, 1 Oktober 2025

Trump Terapkan Tarif Timbal Balik

5 Hal yang Perlu Diketahui tentang Tarif Impor Donald Trump: Daftar Negara yang Terdampak

Presiden AS Donald Trump menerapkan pajak atau tarif impor tinggi kepada negara-negara di dunia, ini 5 hal yang perlu diketahui.

Facebook The White House
TARIF DAGANG AS - Foto ini diambil pada Kamis (3/4/2025) dari Facebook The White House memperlihatkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berbicara selama konferensi pers setelah menandatangani kenaikan tarif dagang baru antara AS dan negara lain di dunia, di Gedung Putih di Washington, DC, AS pada Rabu (2/4/2025). Berikut 5 hal yang perlu diketahui tentang tarif impor ini. 

TRIBUNNEWS.COM – Sejak kembali menjabat sebagai presiden AS, Donald Trump telah mengeluarkan serangkaian kebijakan tarif dalam upaya menata ulang ekonomi global.

Meksiko, Kanada, dan China menjadi negara-negara pertama yang dikenai tarif impor tinggi untuk berbagai produk.

Tarif juga diberlakukan terhadap baja dan aluminium secara global.

Kemudian, pada Rabu (2/4/2025), Trump meluncurkan kebijakan paling agresif sejauh ini: penerapan tarif timbal balik atau reciprocal tariff.

Trump memberlakukan tarif dasar sebesar 10 persen secara global mulai Sabtu (5/4/2025), sementara tarif yang jauh lebih tinggi untuk puluhan negara lainnya mulai berlaku pada Rabu (9/4/2025).

Lebih dari 60 negara terdampak oleh tarif tinggi, termasuk Indonesia.

Langkah-langkah tersebut membuat pasar keuangan terguncang.

Pemimpin dunia mengecam kebijakan ini, sementara para pejabat memperingatkan potensi inflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Mengutip The New York Times dan The Guardian, berikut lima hal yang perlu diketahui tentang kebijakan tarif Trump ini:

DONALD TRUMP - Foto ini diambil pada Sabtu (15/3/2025) dari YouTube The White House memperlihatkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berpidato di Departemen Kehakiman AS pada Jumat (14/3/2025). Pada hari yang sama, Trump mengatakan ia meminta Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menyelamatkan nyawa pasukan Ukraina yang terkepung di Kursk.
DONALD TRUMP - Foto ini diambil pada Sabtu (15/3/2025) dari YouTube The White House memperlihatkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berpidato di Departemen Kehakiman AS pada Jumat (14/3/2025). Pada hari yang sama, Trump mengatakan ia meminta Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menyelamatkan nyawa pasukan Ukraina yang terkepung di Kursk. (YouTube The White House)

1. Apa Itu Tarif dan Siapa yang Menanggungnya?

Tarif (tariff) adalah biaya tambahan yang dikenakan pemerintah atas produk impor dari negara lain.

Tarif dibayarkan oleh perusahaan yang mengimpor barang.

Baca juga: Prabowo dan Jusuf Kalla Nilai Indonesia Tak Perlu Khawatir dengan Tarif Impor AS

Sebagai contoh: jika Walmart mengimpor sepatu seharga $10 dari Vietnam—yang terkena tarif 46 persen—Walmart akan membayar tarif sebesar $4,60 kepada pemerintah AS.

Lalu apa yang bisa terjadi?

Walmart bisa menekan produsen di Vietnam agar menurunkan harga.

Walmart bisa juga memotong margin keuntungannya sendiri dan menanggung beban tarif, menaikkan harga jual sepatu di toko mereka, atau juga kombinasi dari ketiganya.

Para ekonom menemukan bahwa saat Trump menerapkan tarif pada China di masa jabatan pertamanya, sebagian besar biaya tersebut akhirnya dibebankan kepada konsumen.

Namun, studi lain menunjukkan bahwa pada tarif baja, hanya sekitar separuh dari biayanya yang diteruskan ke konsumen. 

2. Mengapa Trump Menerapkan Tarif?

Trump dan para penasihatnya menyatakan bahwa tujuan utama tarif adalah mendorong perusahaan untuk memproduksi barang di dalam negeri, yang diharapkan menciptakan lapangan kerja dan menaikkan upah di AS.

Namun, Trump juga menggambarkan tarif sebagai “alat serba guna” untuk menekan negara lain seperti Kanada, Meksiko, dan China dalam isu-isu seperti perdagangan narkoba dan imigrasi.

Trump juga mengklaim tarif akan mendatangkan pendapatan besar yang bisa digunakan untuk mendanai pemotongan pajak.

Meski begitu, para ekonom menyatakan bahwa tarif tidak bisa secara bersamaan memenuhi semua tujuan tersebut.

Bahkan, beberapa tujuannya saling bertentangan.

Tarif yang seharusnya memperkuat manufaktur AS justru dapat merugikan produsen karena mengganggu rantai pasokan dan menaikkan harga bahan baku.

“Semua tarif ini secara internal tidak konsisten,” kata Chad Bown, peneliti senior di Peterson Institute for International Economics.

“Jadi, apa prioritas sebenarnya? Karena Anda tidak bisa mengejar semuanya sekaligus.”

Baca juga: 70 Negara Rayu AS, Saling Ajukan Tawaran Menarik Agar Trump Pangkas Tarif Impor

3. Negara-Negara yang Terdampak

Mengutip CBS News, berikut negara-negara yang terdampak tarif timbal balik Trump dan besarannya.

Lesotho: 50 persen
St. Peter dan Miquelon: 50 persen
Kamboja: 49 persen
Laos: 48 persen
Madagaskar:47 persen
Vietnam: 46 persen
Srilanka: 44 persen
Myanmar (Burma): 44 persen
Kepulauan Falkland: 42 persen
Suriah: 41 persen
Mauritius: 40 persen
Irak: 39 persen
Republik Demokratik Rakyat Botswana: 38 persen
Guyana: 38 persen
Bangladesh: 37 persen
Serbia: 37 persen
Liechtenstein: 37 persen
Reunion: 37 persen
Thailand: 36 persen
Bosnia dan Herzegovina: 36 persen
China: 34 persen
Makedonia Utara: 33 persen
Taiwan: 32 persen
Indonesia: 32 persen
Angola: 32 persen
Fiji: 32 persen
Swiss: 31 persen
Libya: 31 persen
Moldova: 31 persen
Afrika Selatan: 30 persen
Nauru: 30 persen
Aljazair: 30 persen
Pakistan: 29 persen
Pulau Norfolk: 29 persen
Turki: 28 persen
Kazakstan: 27 persen
India: 27 persen
Korea Selatan: 25 persen
Jepang: 24 persen
Malaysia: 24 persen
Brunei: 24 persen
Vanuatu: 23 persen
Pantai Gading: 21 persen
Namibia: 21 persen
Uni Eropa: 20 persen
Yordania: 20 persen
Nikaragua: 18 persen
Zimbabwe: 18 persen
Malawi: 18 persen
Israel: 17 persen
Filipina: 17 persen
Zambia: 17 persen
Mozambik: 16 persen
Norwegia: 16 persen
Venezuela: 15 persen
Nigeria: 14 persen
Chad: 13 persen
Guinea Khatulistiwa: 13 persen
Kamerun: 12 persen
Republik Demokratik Kongo: 11 persen

Tarif dasar (10 persen):

Inggris Raya 
Brasil
Singapura 
Chili 
Australia 
Turki 
Kolombia 
Peru 
Kosta Rika 
Republik Dominika 
Uni Emirat Arab 
Selandia Baru
Argentina
Ekuador 
Guatemala 
Honduras 
Mesir 
Arab Saudi 
El Salvador 
Trinidad dan Tobago
Maroko 
Oman 
Uruguay
Bahama 
Ukraina
Bahrain 
Qatar
Islandia 
Kenya
Haiti 
Bolivia 
Panama 
Ethiopia 
Ghana 
Jamaika 
Paraguay 
Lebanon
Tanzania 
Georgia 
Senegal 
Azerbaijan
Uganda 
Albania
Armenia 
Nepal
St. Maarten 
Gabon
Kuwait
Togo 
Suriname 
Belize
Papua Nugini 
Liberia 
Kepulauan Virgin Inggris 
Afganistan 
Benin 
Barbados 
Monako 
Uzbekistan 
Republik Kongo
Jibuti
Polinesia Prancis
Kepulauan Cayman
Kosovo
Curacao
Rwanda
Sierra Leone
Mongolia
San Marino
Antigua dan Barbuda
Bermuda
Eswatini
Kepulauan Marshall
St. Peter dan Miquelon
Saint Kitts dan Nevis
Turkmenistan
Grenada
Sudan
Kepulauan Turks dan Caicos
Aruba
Montenegro
Saint Helena 
Kirgizstan
Yaman
Saint Vincent dan Grenadines 
Niger
Saint Lucia 
Iran 
Samoa 
Guinea
Timor Leste 
Montserrat
Mali 
Maladewa 
Tajikistan 
Cabo Verde
Burundi 
Guadeloupe 
Bhutan 
Martinik 
Tonga
Mauritania
Dominika
Mikronesia
Gambia
Guyana Prancis
Pulau Natal
Andorra
Republik Afrika Tengah
Kepulauan Solomon
Mayotte
Anguila 
Kepulauan Cocos (Keeling)
Eritrea
Kepulauan Cook
Sudan Selatan
Komoro
Kiribati
Sao Tome dan Principe
Pulau Norfolk
Gibraltar
Tuvalu 10 10
Wilayah Samudra Hindia Britania
Tokelau
Guinea-Bissau 
Svalbard dan Jan Mayen
Kepulauan Heard dan McDonald  

4. Bagaimana Reaksi Negara-Negara?

Banyak negara yang terkena dampak tarif tinggi mencoba bernegosiasi dengan pemerintahan Trump, sementara sebagian lainnya melakukan perlawanan.

China misalnya, menetapkan tarif 34 persen untuk semua produk AS dan melarang 11 perusahaan Amerika berbisnis di negaranya.

Mereka juga menghentikan impor ayam dari lima eksportir pertanian AS.

Uni Eropa mengancam akan membalas dengan tarif terhadap berbagai produk AS seperti wiski, sepeda motor, dan pakaian wanita.

Kanada berjanji akan melindungi ekonomi dan pekerjanya, sementara Perdana Menteri Mark Carney menyatakan bahwa AS bukan lagi mitra dagang yang dapat diandalkan.

Meksiko mengambil langkah ekstrem, termasuk mengekstradisi lebih dari 20 pemimpin kartel narkoba ke AS dan mengerahkan pasukan ke laboratorium fentanil.

Korea Selatan membentuk gugus tugas darurat, sedangkan Vietnam menawarkan menurunkan tarif ekspor AS menjadi nol sebagai imbalan kebijakan serupa dari Washington.

Australia menyatakan tidak akan membalas dengan tarif serupa.

5. Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?

Ketua Federal Reserve, Jerome H. Powell, memperingatkan bahwa tarif Trump bisa memicu inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Sejumlah analis menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi, menyebut tarif sebagai faktor yang bisa menaikkan harga bagi konsumen dan biaya operasional bagi bisnis.

Beberapa bank memperkirakan kemungkinan Amerika Serikat mengalami resesi tahun ini meningkat drastis.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved