Selasa, 7 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

5 Hal yang Terjadi setelah Donald Trump Sebut Ingin Ambil Alih Gaza: Rubio Berusaha Klarifikasi

Setelah Donald Trump melontarkan gagasan kontroversial ingin mengambil alih Gaza, banyak pihak yang mengecam, sementara Gedung Putih mengklarifikasi.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Suci BangunDS
Tangkap layar YouTube Al Jazeera English
GAGASAN DONALD TRUMP - Tangkap layar yang diambil pada Kamis (6/2/2025), menampilkan laporan Al Jazeera English mengenai gagasan Donald Trump soal mengambil alih Jalur Gaza. Setelah Donald Trump melontarkan gagasan kontroversial ingin mengambil alih Gaza, banyak pihak yang mengecam, sementara Gedung Putih mengklarifikasi. 

TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, melontarkan dua gagasan mengejutkan terkait Gaza pada Selasa (4/2/2025).

Pertama, ia mengatakan, AS akan mengambil alih wilayah tersebut, yang hancur akibat perang baru-baru ini.

Kedua, Trump menyatakan bahwa seluruh penduduk Gaza akan direlokasi ke negara lain, seperti yang dikutip dari NPR.

Pernyataan tersebut, menuai kecaman dari berbagai pihak.

Namun, Trump sendiri tidak memberikan rincian spesifik mengenai rencananya tersebut.

Berikut lima hal yang terjadi setelah Trump menyampaikan pernyataan kontroversialnya, dilansir The Hill:

1. Ketidakjelasan Rencana

Jika Trump benar-benar berniat merealisasikan gagasannya, ini akan menjadi usaha yang sangat besar dan kontroversial.

Hingga Rabu malam, masih belum ada rincian tentang bagaimana rencana itu akan dijalankan.

Trump mengatakan pada Selasa, semua warga Palestina harus dipindahkan.

Namun, bagaimana hal tersebut dapat dilakukan? Bagaimana Trump bisa berasumsi bahwa bangsa yang begitu kuat mempertahankan identitas nasionalnya akan dengan mudah meninggalkan tanah air mereka?

Apakah jika mereka menolak, pasukan Amerika akan dikerahkan untuk memaksa mereka keluar? Tidak ada yang jelas.

Baca juga: Para Pejabat AS Panik, Klarifikasi Pernyataan Trump Soal Mengambil Alih Jalur Gaza

Gedung Putih tampaknya berharap bahwa negara-negara tetangga — terutama Mesir dan Yordania — dapat dibujuk untuk menerima pengungsi Palestina, mungkin dengan iming-iming bantuan dari AS.

Namun, ada risiko yang jelas bagi para pemimpin negara-negara tersebut jika menyetujui rencana itu.

Risiko ini meliputi potensi kemarahan dari rakyat di dalam negeri dan kemungkinan ketidakstabilan internal akibat masuknya aktivis Palestina.

2. Klarifikasi Gedung Putih Mengenai Kata "Permanen"

Trump mengindikasikan bahwa warga Palestina di Gaza mungkin akan dipindahkan secara permanen ke lokasi lain.

Hal ini memicu kekhawatiran dari perspektif Arab, mengingat betapa pentingnya tanah bagi identitas Palestina.

Banyak warga Palestina telah terusir dari rumah mereka sejak Israel berdiri pada tahun 1948, dan Israel telah menduduki Tepi Barat sejak 1967.

Trump juga menyebutkan, AS harus mengambil "posisi kepemilikan jangka panjang" atas Gaza.

Namun, pada hari Rabu, Gedung Putih tampaknya menarik kembali sebagian pernyataan tersebut.

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengatakan bahwa pemindahan warga Palestina hanya bersifat sementara karena Gaza akan dibangun kembali.

"Sementara itu, tentu saja orang-orang harus tinggal di suatu tempat sementara proses pembangunan kembali berlangsung," kata Rubio dalam konferensi pers di Guatemala City, seperti dilaporkan Associated Press.

Sekretaris pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, juga menegaskan bahwa Trump tidak bermaksud agar warga Gaza direlokasi secara permanen, melainkan sementara selama proses rekonstruksi.

3. Kritik dari Partai Demokrat dan Pihak Lain

Partai Demokrat mengecam rencana Trump.

Beberapa pejabat menyebut, tindakan mengusir warga Palestina sebagai pembersihan etnis.

Anggota DPR Rashida Tlaib, seorang warga Amerika keturunan Palestina, menuduh Trump mengutarakan retorika fanatik.

Baca juga: PBB Terkejut dengan Usulan Donald Trump soal AS Akan Ambil Alih Jalur Gaza

Senator Chris Murphy menyatakan bahwa rencana tersebut, dapat memicu ketidakstabilan di Timur Tengah selama 20 tahun.

Senator Chris Van Hollen juga menuduh Trump melakukan pembersihan etnis dengan nama lain.

Anggota DPR Al Green bahkan berjanji akan mengajukan pasal pemakzulan terkait usulan tersebut.

Selain itu, kritik datang dari negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi, yang menegaskan komitmennya terhadap negara Palestina.

4. Respons Partai Republik yang Terdengar Setengah Hati

Trump memiliki pengaruh besar di Partai Republik setelah kemenangan pemilu terakhir. Namun, beberapa anggota partai tampaknya tidak begitu antusias dengan gagasannya terkait Gaza.

Senator Rand Paul, seorang yang condong pada libertarian, menulis di media sosial:

"Saya pikir kita memilih 'America First'. Kita tidak perlu memikirkan pendudukan lain yang akan menguras sumber daya kita dan menumpahkan darah prajurit kita."

Senator Lindsey Graham juga mengungkapkan bahwa banyak warga di negara bagian asalnya mungkin tidak mendukung pengiriman pasukan Amerika untuk mengambil alih Gaza.

Namun, ada juga yang mendukung. Senator Ron Johnson mengatakan bahwa Timur Tengah dapat mengambil manfaat dari ide-ide baru yang berani seperti yang diajukan oleh Trump.

Baca juga: Sikap Resmi Pemerintah Indonesia soal Rencana Donald Trump Mau Ambil Alih Gaza

5. Komentar Pengamat: Trump Menggemakan Pernyataan Menantunya

Setelah pernyataan Trump, beberapa pengamat mengatakan bahwa gagasan ini mengingatkan pada komentar yang pernah disampaikan oleh menantunya, Jared Kushner.

Tahun lalu, Kushner — yang juga pengembang real estat seperti Trump — sempat menimbulkan kontroversi ketika ia menyebut bahwa properti di tepi laut Gaza memiliki potensi ekonomi yang besar.

Komentar tersebut disampaikan beberapa bulan setelah serangan Israel di Gaza pada 7 Oktober 2023.

"Itu adalah situasi yang sedikit tidak menguntungkan di sana, tetapi dari sudut pandang Israel, saya akan melakukan yang terbaik untuk memindahkan orang-orang keluar dan kemudian membereskannya," ujarnya.

Laporan The New York Times pada hari Rabu juga menggarisbawahi bahwa keluarga Trump telah melakukan sejumlah kesepakatan bisnis di Timur Tengah dalam beberapa tahun terakhir, terutama di sektor real estat di negara-negara seperti Arab Saudi dan Oman.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved