Minggu, 5 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Jegal Mesin Uang Putin, Amerika, Inggris hingga Jepang Jatuhkan Sanksi Baru ke Rusia

Amerika, Inggris hingga Jepang kembali mengumumkan paket sanksi besar yang menargetkan minyak dan gas Rusia. guna mengurangi pendapatan Rusia

Gazprom
AS, Inggris dan Jepang memberlakukan sanksi baru guna mengurangi pendapatan Rusia dari bisnis jual beli minyak dan gas yang yang digunakan untuk mendanai perang di Ukraina, 

TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden kembali mengumumkan paket sanksi besar yang menargetkan minyak dan gas Rusia.

Hal tersebut diumumkan langsung oleh Departemen Keuangan AS, pada Jumat (10/1/2025).

Dalam keterangan resminya Departemen Keuangan AS mengatakan bahwa sanksi itu ditujukan untuk Gazprom Neft dan Surgutneftegas, yang mengeksplorasi, memproduksi, dan menjual minyak Rusia.

Tak hanya itu AS juga turut menargetkan 183 kapal yang telah mengangkut minyak Rusia ke perusahaan non-Barat.

Serta mencabut ketentuan yang sebelumnya membebaskan perantara pembayaran energi dari sanksi terhadap bank-bank Rusia,sebagaimana dikutip dari APnews.

"Amerika Serikat mengambil tindakan tegas terhadap sumber pendapatan utama Rusia yang mendanai perang brutal dan ilegalnya melawan Ukraina," kata Menteri Keuangan AS, Janet Yellen.

Inggris-Jepang Tiru Langkah AS

Langkah serupa juga dilakukan Inggris yang turut menjatuhkan sanksi terhadap Gazprom Neft dan Surgutneftegas. 

Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menyatakan bahwa pendapatan dari sektor minyak merupakan sumber utama bagi ekonomi perang Rusia.

Dengan menargetkan perusahaan-perusahaan ini, diharapkan dapat mengurangi kemampuan Rusia dalam melanjutkan konflik. 

Menyusul yang lainnya, Jepang baru-baru ini juga menyetujui sanksi tambahan untuk menjegal Rusia.

Adapun sanksi yang diberlakukan yakni pembekuan aset puluhan individu dan kelompok serta melarang ekspor ke puluhan organisasi di Rusia dan beberapa negara lain yang diduga membantu Rusia menghindari sanksi.

Baca juga: Negara Eropa Kelabakan Cari Gas Alternatif dari Rusia, Biaya Impor Naik hingga Enam Kali Lipat

Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi mengatakan persetujuan sanksi tambahan pada hari Jumat menunjukkan komitmen Jepang terhadap upaya Kelompok Tujuh negara industri terkemuka untuk memperkuat sanksi terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina.

Sanksi baru ini diberlakukan AS, Inggris dan Jepang guna mengurangi pendapatan Rusia yang digunakan untuk mendanai perang di Ukraina, yang telah menewaskan lebih dari 12.300 warga sipil sejak invasi Moskow pada Februari 2022.

Dengan cara tersebut Rusia diperkirakan akan merugikan miliaran dolar per bulan, menurut seorang pejabat AS.

Rusia Kebal Sanksi

Sanksi-sanksi seperti ini sebelumnya telah diberlakukan AS dan sekutunya sejak tahun 2022 silam, tepaptnya ketika perang antara Moskow dan Kiev pecah.

Namun Presiden Vladimir Putin mengklaim sanksi-sanksi Eropa tidak memberikan kerugian pada Rusia.

"Kami mengalami pertumbuhan, sementara mereka mengalami penurunan,” kata Putin.

Dalam hal keuangan, stimulus fiskal besar pemerintah Rusia selama pandemi Covid-19, dan kemudian dalam mendukung perang, telah membuka jalan bagi pertumbuhan yang kuat dan pengangguran yang rendah.

Bank sentral Rusia telah memiliki keberhasilan serupa dalam mendukung rubel, sehingga menekan inflasi dan menjaga pemerintahnya tetap untung.

Kesuksesan ini yang membuat posisi perdagangan Rusia juga kembali menguat dalam waktu singkat, menyusul guncangan akibat sanksi barat.

Menurut Atlantic Council, Rusia berhasil menjual minyak ke luar negeri dengan harga di atas batas harga yang telah ditentukan G7. Mereka mengatakan bahwa sekitar 1.000 kapal tanker "bayangan" digunakan untuk pengiriman minyak tersebut.

Badan Energi Internasional menambahkan bahwa Rusia saat ini juga masih mengekspor 8,3 juta barel minyak per hari, terutama ke India dan China.

Sementara menurut para peneliti di King's College London, Rusia juga masih mampu mengimpor banyak barang-barang Barat yang dikenai sanksi dengan membelinya melalui negara-negara seperti Georgia, Belarus, dan Kazakhstan.

(Tribunnews.com / Namira)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved