Konflik Rusia Vs Ukraina
Rusia Tolak Usulan Kesepakatan Damai Tim Trump Terkait Perang di Ukraina
Rusia menolak proposal kesepakatan damai yang dilaporkan berasal dari tim Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump, kata Sergey Lavrov.
TRIBUNNEWS.COM - Rusia menolak proposal kesepakatan damai yang dilaporkan berasal dari tim Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, kata Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, pada Minggu (29/12/2024), menurut TASS.
Laporan sebelumnya dari Wall Street Journal, menyebutkan tim Trump sedang mempertimbangkan rencana untuk menunda keanggotaan Ukraina di NATO selama setidaknya 20 tahun.
Sebagai imbalannya, pasokan senjata Barat akan berlanjut, dan pasukan penjaga perdamaian Eropa akan dikerahkan untuk memantau gencatan senjata.
Lavrov mengatakan usulan tersebut, sebagaimana diungkapkan dalam kebocoran dan wawancara Trump dengan Time pada Kamis (12/12/2024), mengusulkan "pembekuan permusuhan di sepanjang garis kontak saat ini" dan mentransfer tanggung jawab menghadapi Rusia ke Eropa.
"Kami tentu saja tidak puas dengan usulan yang diajukan oleh perwakilan tim presiden terpilih," kata Lavrov.
Ia secara khusus menolak gagasan untuk mendatangkan pasukan penjaga perdamaian Eropa ke Ukraina.
Laporan menunjukkan Trump membahas ide ini selama pertemuan pada Sabtu (7/12/2024), di Paris dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, dan Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
Dikutip dari Kyiv Independent, Trump dilaporkan menekankan perlunya Eropa untuk memimpin dalam mencegah agresi Rusia.
Lavrov mencatat kalau Moskow belum menerima sinyal resmi dari Washington mengenai proposal ini.
Ia juga menambahkan, kebijakan tetap berada di bawah pemerintahan Biden hingga pelantikan Trump pada 20 Januari 2025 mendatang.
Lavrov menyatakan "kesediaan Rusia untuk terlibat" dengan pemerintahan baru AS, dengan syarat Washington mengambil "langkah pertama" untuk memulihkan dialog yang terputus setelah dimulainya invasi Rusia.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1041: Zelensky Minta Lebih Banyak Bantuan dari Kanada
Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan pada Kamis (26/12/2024), Rusia bermaksud "mengakhiri konflik" pada 2025 sambil tetap menegaskan harapan untuk keberhasilan di garis depan.
Menyusul komentar Putin, Lavrov mengejek kemungkinan gencatan senjata, mengatakan "gencatan senjata adalah jalan yang tidak akan membawa hasil."
Putin juga menyatakan keterbukaannya untuk berdialog dengan Trump, tetapi tetap mempertahankan tuntutan tegas Rusia, termasuk tidak ada konsesi teritorial dan penolakan keanggotaan NATO di Ukraina.
Tim Trump belum menguraikan langkah konkret untuk mengakhiri perang, meskipun Trump mengklaim bisa mencapai perdamaian "dalam waktu 24 jam."
RBC Ukraina melaporkan, Trump telah berulang kali menyatakan keinginannya untuk segera mengakhiri perang di Ukraina.
Saat kampanye, Trump berjanji akan mengakhiri perang dalam 24 jam pertama masa jabatannya sebagai presiden.
Rusia Ancam Balas Pemblokiran Media
Dalam perkembangan lain mengenai situasi Perang Rusia vs Ukraina, Moskow belum lama ini bersumpah untuk membalas setelah saluran media pemerintahnya tampaknya diblokir di platform media sosial Telegram yang populer di Uni Eropa.
Pada Minggu (29/12/2024), saluran kantor berita Ria Novosti, Rossiya 1, Pervyi Kanal, dan televisi NTV, serta surat kabar Izvestia dan Rossiyskaya Gazeta, tidak dapat diakses di beberapa negara, termasuk Prancis, Belgia, Polandia, Yunani, Belanda, dan Italia, menurut laporan media.
Baik Telegram maupun sumber-sumber Uni Eropa belum mengomentari gangguan tersebut.
Moskow menyebut tindakan itu sebagai "tindakan penyensoran", The Guardian melaporkan.
"Pembersihan sistematis semua sumber informasi yang tidak diinginkan dari ruang informasi terus berlanjut," kata juru bicara kementerian luar negeri, Maria Zakharova.
Uni Eropa sebelumnya telah melarang media pemerintah Rusia seperti Ria Novosti, Izvestia, dan Rossiyskaya Gazeta untuk didistribusikan di blok tersebut, menuduh mereka menyebarkan propaganda.
Penyelidikan Sabotase Kabel Laut Baltik
Sebuah penyelidikan terhadap kabel listrik Laut Baltik yang disabotase telah mengungkap jejak tarikan yang membentang puluhan kilometer di dasar laut, kata polisi Finlandia pada Minggu (29/12/2024).
Pada Hari Natal, kabel bawah laut Estlink 2 yang mengalirkan listrik dari Finlandia ke Estonia diputus dari jaringan, lebih dari sebulan setelah dua kabel telekomunikasi terputus di perairan teritorial Swedia di Baltik.
Pihak berwenang Finlandia telah menyelidiki kapal tanker minyak Eagle S yang berlayar dari pelabuhan Rusia atas dugaan "sabotase."
"Penyelidikan telah mengungkap jejak tarikan di dasar laut," kata polisi pada Minggu, menambahkan jejak tersebut telah diidentifikasi "dari awal hingga akhir."
Pemutusan kabel tersebut adalah yang terbaru dalam serangkaian insiden yang diyakini pejabat Barat sebagai tindakan sabotase yang terkait dengan invasi Rusia ke Ukraina.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.