Thailand resmi legalkan pernikahan sesama jenis – Apa dampaknya ke komunitas LGBT di Indonesia?
RUU Kesetaraan Pernikahan: Thailand resmi legalkan pernikahan sesama jenis – ‘Kalau bisa semua teman-teman LGBT di Indonesia pindah…
“Seluruh pemangku kepentingan di Indonesia, baik pemerintah, DPR, ormas-ormas keagamaan dan masyarakat luas, harus waspada agar penyimpangan laku seksual dengan pernikahan sejenis semacam ini tidak dijadikan dalih untuk diperbolehkannya nikah sejenis di Indonesia, yang menjadi pintu penyebaran penyimpangan LGBT secara lebih luas lagi,” ujar Hidayat yang juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat.
“Meski Thailand memiliki kedaulatannya sendiri, Raja Thailand perlu mempertimbangkan RUU itu dengan bijaksana. Karena apabila itu disahkan, maka itu dapat berdampak buruk dan mencoreng kawasan Asia Tenggara atau ASEAN,” tuturnya lagi.
Hidayat menyebut salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan segera menyiapkan dan membahas RUU Anti-Propaganda Penyimpangan Seksual untuk masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024
“Ini yang harus kita siapkan di DPR bersama dengan Pemerintah. Apabila tidak bisa pada DPR periode ini, ini bisa diteruskan untuk diperjuangkan hingga sah di DPR berikutnya,” jelasnya.
Kepada BBC News Indonesia, Hidayat mengatakan aturan-aturan anti-LGBT bukanlah sesuatu yang diskriminatif. Menurutnya, tindakan yang tidak sesuai dengan hukum dan konstitusi apabila dibiarkan malah bisa disebut sebagai “diskriminasi”.
“Karena perilaku lain yang tak sesuai dengan Konstitusi dan Undang-Undang seperti judi online larangannya juga diatur dalam peraturan perundangan,” ujarnya.
Bella Aubree dari Inti Muda menyebut para pegiat saat ini sedang bersama-sama melakukan advokasi, mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengesahkan UU Anti Diskriminasi yang dapat menjadi peluang bagi kelompok rentan termasuk teman-teman LGBTQ+ untuk mendapatkan perlindungan dari diskriminasi yang terjadi.
“Harapannya melalui UU Anti Diskriminasi ini dapat menjadi langkah awal untuk menciptakan lingkungan aman bagi kelompok rentan termasuk LGBTQ+,” ujarnya.
Kembali ke Thailand, RUU kesetaraan pernikahan membutuhkan persetujuan Raja Maha Vajiralongkorn dan berlaku 120 hari setelah dipublikasikan surat kabar resmi kerajaan – artinya pernikahan sesama jenis pertama yang resmi di Thailand bisa jadi dilakukan tahun.
Meski begitu, Langit mengingatkan hal ini bukan berarti komunitas LGBTQ+ di Thailand 100% terbebas dari diskriminasi.
“Jangan terlalu terlena sampai ngelupain kalau sebetulnya masih ada orang-orang queer di Thailand yang terdiskriminasi,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Koalisi Pasifik Asia untuk Kesehatan Seksual Pria (APCOM), Midnight Poonkasetwattana mengakui hal ini.
“Banyak orang tidak tahu bahwa kami tidak memiliki undang-undang anti-diskriminasi. Komunitas transgender kami gendernya pun tidak diakui dalam dokumen legal,” ujarnya.
Meski begitu, secara keseluruhan Langit tetap merasa lebih aman berada di Thailand.
“Kantor aku sangat ramah terhadap queer, tapi orang-orang Indonesianya [yang bekerja di sini] enggak, aku masih dengar gunjingan homofobik dari mereka,” ujar Langit.
“Tapi aku sudah tidak peduli. Kalau misalnya hal ini bereskalasi juga tinggal dilaporkan. Karena sekarang aku di Thailand, aku lebih terlindungi.”
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.