Apakah boikot terkait Israel-Palestina berpengaruh terhadap bisnis Starbucks?
Starbucks, raksasa waralaba kopi asal Amerika Serikat, dilaporkan mengalami kesulitan akibat kenaikan harga-harga barang dan boikot…
Pelanggan lainnya, David White, mengaku syok melihat kenaikan harga kopi Starbucks dalam beberapa bulan terakhir. Dia bahkan pernah batal membeli di tengah memesan kopi begitu melihat harga di kasir.
Selain kenaikan harga, White juga kesal atas tindakan keras Starbucks terhadap para pekerja yang ingin berserikat.
“Mereka sudah terlalu sombong,” kata pria berusia 65 tahun asal Wisconsin ini. “Mereka terlalu banyak menekan pelanggan sehari-hari dan mengambil keuntungan melalui karyawan dan harga.”
Sementara Andrew Buckley juga merasa terganggu karena Starbucks dikelilingi isu-isu politik.
"Ini adalah kedai kopi. Mereka menyajikan kopi,” katanya. “Saya tidak ingin melihat mereka di berita.”
Anekdot-anekdot ini merupakan pertanda dari masalah yang lebih besar yang dihadapi Starbucks: para pelanggan yang lelah dengan inflasi, perselisihan dengan serikat pekerja, serta seruan boikot terkait Israel-Palestina yang menodai merek tersebut.
Dalam rapat perusahaan baru-baru ini, CEO Starbucks, Laxman Narasimhan, mengakui penjualan mereka baru-baru ini mengecewakan. Selain menyebut adanya pelanggan yang lebih berhati-hati, Narasimhan menyebut “informasi yang keliru baru-baru ini” turut membebani penjualan, terutama isu Timur Tengah.
Narasimhan membela merek Starbucks dan berjanji untuk menggairahkan lagi bisnis mereka dengan menu-menu baru seperti minuman boba dan sandwich telur dengan pesto, layanan yang lebih cepat di toko-toko, dan berbagai promosi.
Kepala keuangan Starbucks, Rachel Ruggeri, mengatakan perusahaan melihat tanda-tanda kebangkitan minggu ini dengan adanya pertumbuhan anggota yang aktif dalam program reward.
Perusahaan tidak berniat untuk mundur dari rencana ekspansinya, tetapi Ruggeri memperingatkan para investor bahwa tantangan-tantangan yang ada tidak akan hilang dengan cepat.
“Kami yakin ini akan memakan waktu,” katanya.
Kesulitan yang dialami Starbucks memicu perdebatan: apakah ini pertanda bahwa belanja konsumen yang mendorong perekonomian terbesar di AS dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan?
Seperti Starbucks, banyak merek makanan cepat saji besar lainnya, termasuk McDonald's, Wendy's, dan Burger King, melaporkan pelemahan penjualan. Semua perusahaan mengumumkan diskon besar-besaran untuk menghidupkan kembali antusiasme.
Namun, banyak analis percaya bahwa penurunan penjualan Starbucks lebih menunjukkan kondisi perusahaan daripada kondisi ekonomi secara keseluruhan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.