Kerusuhan pecah di Kaledonia Baru, Australia dan Selandia Baru kirim pesawat evakuasi - Mengapa sebagian penduduknya keturunan Jawa?
Kaledonia Baru dilanda kerusuhan karena konflik politik yang menewaskan sejumlah orang dan ratusan terluka. Namun, yang belum banyak…
“Hampir semua toko dibakar. Toko daging, toko roti itu dibakar. Kalau mau beli roti saja, kami harus antre 100 meter,” katanya saat dihubungi oleh BBC News Indonesia.
Saat ia mendengar kabar tentang keputusan parlemen Prancis, Supinarno mempersiapkan diri jauh-jauh hari dengan membeli makanan dan bahan bakar untuk mengantisipasi terjadi kerusuhan.
Meski kondisi sudah membaik dibandingkan beberapa hari sebelumnya, Supinarno masih belum bisa bebas keluar rumah, terutama sejak aparat setempat memberlakukan jam malam, dari jam 18.00 sore hingga 06.00 pagi waktu setempat.
“Kalau sampai kita keluar di jalan dan ketangkap lebih dari jam 6 [sore], itu kita bisa ditahan atau mungkin ditembak oleh polisi atau militer,” katanya.
Supinarno tinggal bersama istrinya, tiga anaknya dan dua cucunya di sebuah rumah di pemukiman Nouméa. Mereka biasa menggunakan campuran Bahasa Jawa dan Bahasa Prancis saat berkomunikasi di rumah ataupun dengan sesama etnis Jawa.
“Kalau kami keluar kota, ke pasar atau ke toko atau ke mana, kami pakai Bahasa Prancis. Tapi kalau bertemu sesama warga kita [Indonesia], ya pakai Bahasa Indonesia atau Bahasa Jawa,” ujar pria berusia 75 tahun itu.
Lahir dan besar di Yogyakarta, Supinarno pertama kali pindah ke Kaledonia Baru pada 1970-an. Saat itu, ia dan 800 pekerja Indonesia lainnya dikirim ke Kaledonia Baru untuk bekerja di pelabuhan. Dari 800 orang tersebut, tiga orang memilih menetap di Kaledonia Baru – termasuk dirinya.
Ia menikah dengan, Kasmini, warga Kaledonia Baru keturunan etnis Jawa.
“Kalau saya telepon adik-adik saya di Indonesia, mereka bertanya: kok masih ingat bahasa Indonesia? Lho, itu bahasa lahir saya dari sana [Indonesia], masa saya enggak tahu,” tutur Supinarno sambil tertawa.
Bagaimana hubungan Kaledonia Baru dan Indonesia?
Konsul Jenderal RI di Nouméa, Bambang Gunawan, mengatakan bahwa hubungan perdagangan Indonesia dengan Kaledonia Baru hampir seluruhnya didominasi oleh ekspor Indonesia ke wilayah otonomi tersebut.
KJRI Nouméa mencatat produk ekspor Indonesia ke Kaledonia Baru cukup beragam, di antaranya makanan, peralatan industri, mesin, aluminium, kertas, kayu, perabotan, alas kasur, lampu, pakaian dan aksesoris, bahan kue, alas kaki, dan elektronik.
”Produk makanan terutama yang sering diekspor kalau dari Indonesia. Kemudian sepeda juga, dan mobil Toyota dari Indonesia juga diekspor ke sini,” jelasnya.
Di bidang sosial budaya, Indonesia sering memberikan pelatihan dalam hal mengolah sumber daya alam di Kaledonia Baru, seperti pohon bambu untuk perabotan dan cara memanfaatkan bumbu dalam masakan lokal.
Ia juga menyatakan budaya Jawa masih sangat kental di kalangan WNI dan diaspora Indonesia yang tinggal di Kaledonia Baru.
“Tradisi nyekar, mengunjungi makan leluhur sebelum puasa. Di sini juga masih ada yang melakukannya, sama seperti di Indonesia. Terus kemudian tradisi lain masih tetap ada,” ucapnya.
Pengamat Budaya dan Bahasa Jawa di Kaledonia Baru, Subiyantoro, mengatakan dari sisi budaya, orang Kaledonia Baru merasa dekat dengan orang Jawa di Indonesia.
“Sayangnya, banyak [orang Indonesia] yang tidak tahu tentang Kaledonia Baru,” cetusnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.