Akankah Bangladesh Kembali Gelar Pemilu 'Sepihak'?
Partai oposisi utama Bangladesh, BNP, memutuskan untuk memboikot pemilu nasional 7 Januari 2024 menyusul penangkapan ribuan aktivis…
CIVICUS Monitor, aliansi masyarakat sipil global yang berbasis di Johannesburg, menurunkan peringkat "ruang sipil” Bangladesh menjadi "tertutup" dalam laporan yang dirilis minggu lalu. Ini adalah peringkat terburuk.
"Penurunan peringkat ini adalah akibat dari tindakan keras pemerintah terhadap politisi oposisi dan kritikus independen menjelang pemilu nasional bulan depan," kata badan pengawas tersebut dalam laporan terbarunya mengenai kondisi ruang sipil di 198 negara dan wilayah.
Michael Kugelman, Direktur South Asia Institute di Woodrow Wilson International Center for Scholars di Washington, AS, mengatakan bahwa sebagian alasan BNP memboikot pemilu adalah karena lingkungan yang represif sehingga sulit untuk menyelenggarakan kampanye yang berpengaruh.
"Dalam pandangan BNP, lingkungan pemilu yang represif tidak akan hilang kecuali ada pemerintahan sementara yang bertugas mengawasi pemilu. Dan partai ini berada di pihak yang mendukung hal tersebut," kata Kugelman kepada DW.
"Sayangnya, kita telah melihat pemerintah mengeksploitasi banyak aparat hukum untuk kepentingan mereka, seperti penangkapan, hukuman, penggunaan undang-undang keamanan digital, penggunaan dalih kontraterorisme untuk mengekang perbedaan pendapat," ujar Kugelman sambil menambahkan bahwa hal ini telah mempertajam polarisasi, membuat marah pihak oposisi.
Seruan untuk arena politik yang netral
Sebelum tahun 2011, Bangladesh punya semacam "sistem pengurus" untuk mencegah partai berkuasa melakukan manipulasi dan pelanggaran pemilu.
Dalam sistem tersebut, ketika pemerintahan terpilih menyelesaikan mandat lima tahunnya, pemerintahan sementara, yang terdiri dari perwakilan masyarakat sipil, akan mengambil alih lembaga-lembaga negara selama tiga bulan dan menyelenggarakan pemilu.
Pemerintahan sementara yang bersifat nonpartisan ini telah berhasil menyelenggarakan pemilu pada tahun 1996, 2001, dan 2008.
Pemilu tersebut dianggap bebas, adil, dan inklusif oleh para pengamat domestik dan internasional.
Namun, Liga Awami membatalkan sistem tersebut pada tahun 2011 setelah Mahkamah Agung memutuskan bahwa ketentuan tersebut tidak konstitusional karena melanggar prinsip demokrasi perwakilan.
Juru bicara BNP AKM Wahiduzzaman mengatakan bahwa partainya BNP hanya akan berpartisipasi dalam pemilu nasional bulan Januari di bawah pemerintahan netral nonpartisan. Namun, pemerintahan Hasina menolak permintaan itu.
Pemilu Bangladesh dikhawatirkan tidak adil
Jasmin Lorch, peneliti senior di Institut Pembangunan dan Keberlanjutan Jerman (IDOS), mengatakan tidak ada satu pun partai peserta pemilu pada Januari 2024 yang benar-benar dapat dianggap partai oposisi.
"Mereka bersekutu dengan partai Liga Awami atau menampilkan diri mereka sebagai partai oposisi, tapi faktanya mereka dekat dengan partai (Awami)," ujar Lorch kepada DW.
Lorch mengatakan bahwa setelah melakukan misi eksplorasi ke Bangladesh, Uni Eropa memutuskan tidak akan melakukan misi observasi pemilu pada Januari 2024 karena "kondisi untuk pemilu yang bebas dan adil tampaknya tidak ada."
Sementara Michael Kugelman, Direktur South Asia Institute di Woodrow Wilson International Center for Scholars di Washington mengatakan sulit membayangkan hasil apa pun selain pemilu yang 'sepihak'.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.