Senin, 6 Oktober 2025

Dugaan penyelundup manusia dalam gelombang pengungsi Rohingya di Aceh - Apa tindakan Indonesia?

Indonesia dianggap terjebak dilema antara kemanusiaan dan menjaga keamanan dalam gelombang pengungsi Rohingya di Aceh. Apa yang bisa…

BBC Indonesia
Dugaan penyelundup manusia dalam gelombang pengungsi Rohingya di Aceh - Apa tindakan Indonesia? 

“Aparat menyamakan para pengungsi itu sebagai kriminal, padahal kita melihatnya mereka memang mencari keselamatan, dan jalur-jalur formalnya sangat minim sehingga mereka mencari jalur-jalur yang informal,” ucap Mutiara.

“Benar, kebanyakan dari mereka undocumented karena memang status mereka di negaranya dalam situasi yang problematik.”

Rohingya memang merupakan minoritas Muslim di Myanmar. Di negara tersebut, Rohingya tak diakui sebagai warga negara, membuat mereka menjadi korban persekusi dan akhirnya kabur ke Bangladesh dan negara-negara lain.

Melihat status Rohingya sebagai pengungsi yang seharusnya dilindungi, Mutiara bingung dengan ketidakselarasan aturan di Indonesia.

Dalam Undang-Undang Hubungan Luar Negeri tahun 1999, tertera penjelasan bahwa manusia berhak mencari suaka. Artinya, Indonesia mengakui ada kelompok manusia yang dalam kondisi terpaksa harus meminta perlindungan ke negara lain.

Di sisi lain, undang-undang keimigrasian di Indonesia, kata Mutiara, tak mencakup aturan mengenai pengungsi dan pencari suaka sehingga orang yang datang tanpa dokumen lengkap bakal dianggap sebagai pelaku kriminal.

“Ada clash antara UU hubungan luar negeri dan perpres dan imigrasi. Kita inginnya ada harmonisasinya dengan mengimbangi paradigma keamanan dan paradigma pengungsi,” katanya.

Meski demikian, kekosongan aturan ini sebenarnya sudah terisi dengan kehadiran Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri.

“Perpres 125 Tahun 2016 itu ada di tengah-tengah. Itu mengakui ada pengungsi, dan dia bilang bahwa negara mengambil peran untuk mengelola masalah ini, artinya tidak menelantarkan pengungsi,” ucap Mutiara.

Ketidakjelasan picu amarah warga

Mutiara pun menyayangkan pemerintah tak langsung menjalankan perannya sesuai dengan perpres tersebut ketika gelombang pengungsi Rohingya kembali menerjang Aceh pada pertengahan November lalu.

Menurutnya, ketidakhadiran pemerintah ini menambah rasa frustrasi warga hingga akhirnya memicu penolakan dan kebencian yang berkembang belakangan ini.

“Negara tidak hadir sehingga akhirnya kondisi-kondisi di titik paling darurat, ketika para Rohingya ini baru datang, peran yang seharusnya diambil oleh pemerintah justru diserahkan kepada masyarakat,” ucap Mutiara.

Belakangan, sentimen negatif warga terhadap pengungsi Rohingya memang kian berkembang. Sejumlah warga Aceh menyatakan bahwa awalnya, mereka memang menerima Rohingya dengan tangan terbuka.

Namun, mereka jengah dengan kelakuan Rohingya yang sering kabur dan berperilaku tak sesuai nilai-nilai setempat. Sumbu kebencian warga itu semakin berkobar karena dibakar dengan segala hoaks di jagat maya.

Melihat fenomena belakangan ini, Rafendi memandang pemerintah seharusnya menggandeng masyarakat untuk bekerja sama mencegah penyebaran hoaks yang pada akhirnya menimbulkan kebencian terhadap Rohingya.

“Soal kejahatan penyelundupan manusianya ada di kepolisian. Soal kemanusiaannya [termasuk mencegah penyebaran kebencian] ada di tangan Satgas Penanganan Pengungsi Luar Negeri dibantu dengan dinas sosial,” tutur Rafendi.

Senada dengan Rafendi, Mutiara juga menganggap pemerintah harus mencari keseimbangan peran agar unsur kemanusiaan terhadap para pengungsi dapat terpenuhi, tapi juga tetap menjaga keamanan Indonesia.

“Kalau jaringan penyelundupnya memang perlu diproses dengan adil dan sesuai hukum yang berlaku di Indonesia. Ke depannya itu bagaimana supaya keamanan negara kita tetap bisa dikelola tanpa mengorbankan orang-orang yang butuh dilindungi,” kata Mutiara.

“Mencari keseimbangannya adalah antara paradigma keamanan dan kemanusiaan. Di situ perlu ada koordinasi yang lebih baik antara pemangku kepentingan.”

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved