Konflik Palestina Vs Israel
Pemimpin Oposisi Israel Minta Netanyahu Segera Mundur dari Jabatannya: Kita Butuh Perubahan
Pemimpin oposisi Israel minta Netanyahu mengundurkan diri, telah menyerukan mosi tidak percaya di parlemen.
TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, meminta Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, segera mengundurkan diri.
Permintaan Yair Lapid itu di tengah pemboman tanpa henti yang dilakukan Israel terhadap Gaza.
Pemimpin oposisi Israel itu telah menyerukan mosi tidak percaya di parlemen, yang akan memungkinkan pembentukan pemerintahan baru yang dipimpin oleh perdana menteri lain.
“Netanyahu harus segera pergi," ujarnya dalam sebuah wawancara dengan saluran berita Israel, Rabu (15/11/2023), dikutip dari Al Jazeera.
"Kita butuh perubahan, Netanyahu tidak bisa tetap menjadi perdana menteri,” sambung Lapid.
Baca juga: Israel Temukan Senapan dan Granat Saat Serbu RS Al-Shifa di Gaza, Ada Pusat Komando Hamas?
Lapid juga menuduh Netanyahu dan aparat keamanan di bawah kepemimpinannya melakukan 'kegagalan yang tidak dapat diampuni' karena tidak mencegah serangan pada 7 Oktober 2023.
“Kami tidak bisa membiarkan diri kami melakukan kampanye jangka panjang di bawah perdana menteri yang telah kehilangan kepercayaan masyarakat,” lanjutnya.
Ini adalah pertama kalinya Lapid menyerukan Netanyahu untuk mundur.
Ia mengatakan situasinya tidak memerlukan pemilihan umum lebih awal, melainkan partai-partai tersebut harus memilih rekonstruksi nasional dengan perdana menteri lain dari partai Likud yang mendukung Netanyahu.
Sementara, dalam sebuah pernyataan yang diposting ke Telegram, Partai Likud segera menolak seruan tersebut.
Partai Likud mengatakan proposal semacam itu di 'masa perang' adalah memalukan.
Baca juga: Joe Biden ke PM Israel Netanyahu: Menduduki Gaza akan Jadi Kesalahan Besar

Diberitakan Anadolu Agency, Lapid mengatakan partainya, Yesh Atid, mungkin bergabung dengan pemerintahan rekonstruksi nasional dengan Partai Likud.
Namun, Lapid menekankan, Netanyahu tidak dapat memimpinnya.
Menurut jajak pendapat baru-baru ini, 66 persen warga Israel menginginkan Pemilu dini setelah berakhirnya konflik di Gaza.
Baca juga: Soal Seruan Boikot Produk Israel, YLKI: Itu Hak Konsumen
Kini, lebih dari 11.500 warga Palestina telah terbunuh sejak Israel mulai membombardir daerah kantong yang terkepung pada 7 Oktober 2023.
Serangan itu setelah Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap Israel yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menawan lebih dari 200 orang.
Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi pada hari Rabu yang menyerukan jeda dan koridor kemanusiaan yang mendesak dan diperpanjang di seluruh Jalur Gaza.
Hal itu untuk memungkinkan pengiriman bantuan dan evakuasi medis.
Koridor di seluruh Jalur Gaza selama beberapa hari itu untuk melindungi warga sipil, khususnya anak-anak, dan meminta pembebasan tanpa syarat terhadap tawanan yang ditahan di Gaza.
Baca juga: Telanjangi Pengungsi Palestina, Tentara Israel Tak Temukan Bukti Infrastruktur Hamas di RS Al-Shifa

Terbaru, direktur kompleks medis utama Gaza mengatakan kepada Al Jazeera bahwa situasi di dalam fasilitas tersebut adalah 'bencana' karena serangan tentara Israel berlanjut untuk hari kedua.
Hamas telah menolak klaim Israel mengenai senjata yang ditemukan dalam serangan hari Rabu.
Di sisi lain, Presiden AS Joe Biden mengatakan tidak realistis mengharapkan Israel menghentikan perang di Gaza.
Joe Biden lalu menegaskan kembali klaim Hamas atas pangkalan di Rumah Sakit al-Shifa, namun tidak memberikan bukti.
(Tribunnews.com/Nuryanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.