Konflik Palestina Vs Israel
Para Perempuan di Palestina Terpaksa Konsumsi Pil Penunda Menstruasi di Tengah Perang
Banyak perempuan Palestina yang terpaksa meminum pil penunda menstruasi. Penggunaan kamar mandi harus dijatah, dan mandi dibatasi beberapa hari sekali
TRIBUNNEWS.COM - Banyak perempuan Palestina yang terpaksa meminum pil penunda menstruasi.
Hal itu dilakukan karena kurangnya akses air, pembalut, hingga tampon.
Salma Khaled, seorang perempuan Palestina, mengatakan mereka tidak punya pilihan selain mengambil risiko di tengah gencarnya Israel.
Ia mengatakan, dirinya terus-menerus berada dalam ketakutan, ketidaknyamanan, dan depresi, yang berdampak buruk pada siklus menstruasinya.
"Saya mengalami hari-hari tersulit dalam hidup saya selama perang ini."
"Saya mendapat menstruasi dua kali dalam bulan ini – yang sangat tidak teratur bagi saya – dan mengalami pendarahan hebat," ujar Salma, dikutip dari Al Jazeera.
Baca juga: Video Tentara Israel Perlahan Maju ke Dalam Gaza, Mau Belah Wilayah Jadi 2, Kamp Pengungsi Dihajar
Salma memaparkan, di sejumlah toko dan apotek tidak tersedia cukup pembalut.
Selain itu, penggunaan kamar mandi harus dijatah dan mandi dibatasi beberapa hari sekali.
Untuk itu, Salma memutuskan untuk mencoba mencari pil penunda menstruasi, tablet norethisterone, yang biasanya diresepkan untuk kondisi seperti perdarahan menstruasi yang parah, endometriosis, dan nyeri haid.
Menurut Dr Walid Abu Hatab, seorang konsultan medis kebidanan dan ginekologi di Nasser Medical Complex di selatan kota Khan Younis, tablet tersebut menjaga kadar hormon progesteron tetap tinggi untuk menghentikan rahim melepaskan lapisannya, sehingga menunda menstruasi.
Pil tersebut mungkin memiliki efek samping seperti pendarahan kemaluan yang tidak teratur, mual, perubahan siklus menstruasi, pusing, dan perubahan suasana hati, menurut para profesional medis.
Menurut Nevin Adnan, seorang psikolog dan pekerja sosial yang berbasis di Kota Gaza, perempuan biasanya mengalami gejala psikologis dan fisik pada hari-hari sebelum dan selama menstruasi, seperti perubahan suasana hati dan nyeri perut bagian bawah dan punggung.
Gejala-gejala ini dapat memburuk pada saat stres seperti perang yang sedang berlangsung.
"Perpindahan menyebabkan stres yang ekstrim dan itu mempengaruhi tubuh wanita serta hormonnya."
"Bisa juga terjadi peningkatan gejala fisik yang berhubungan dengan menstruasi, seperti sakit perut dan punggung, sembelit, dan kembung," ujarnya.
Wanita mungkin mengalami insomnia, rasa gugup terus-menerus, dan ketegangan ekstrem.
Saat ini, dia mengatakan lebih banyak perempuan yang bersedia meminum pil penunda menstruasi untuk menghindari rasa malu karena kurangnya kebersihan, privasi, dan produk kesehatan yang tersedia.
Perkembangan Terkini Konflik Palestina - Israel
Dikutip dari BBC, 88 warga Palestina yang terluka akan diizinkan keluar melalui penyeberangan Rafah.
Laporan lain dari Mesir menyebutkan jumlahnya sedikit lebih rendah, yaitu 81.
Mengenai warga negara asing, sumber Mesir mengatakan kepada Reuters bahwa hingga 500 orang akan diizinkan meninggalkan negaranya hari ini, Rabu (1/11/2023).
Sementara itu, kantor berita AFP mengatakan 545 orang asing akan diizinkan masuk ke Mesir.
Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza mengatakan lebih dari 8.500 orang telah tewas sejak pemboman balasan Israel dimulai.
Sementara itu, Israel mengatakan 11 tentara tewas dalam pertempuran darat di Gaza pada hari Selasa, sehingga jumlah tentara Israel yang tewas sejak 7 Oktober menjadi 326 orang.
(Tribunnews.com, Widya)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.