Minggu, 5 Oktober 2025

Palestina: Israel serang Gaza, rumah sakit diperintahkan evakuasi pasien dan pengungsi

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan operasi darat militer telah memasuki 'tahap kedua' dan menjadi perang 'panjang…

BBC Indonesia
Palestina: Israel serang Gaza, rumah sakit diperintahkan evakuasi pasien dan pengungsi 

Badan PBB untuk Pengungsi Palestina mengatakan situasi di Gaza selatan sangat buruk sehingga beberapa warga sipil memutuskan kembali ke tempat tinggal mereka di Gaza utara, setelah diperintahkan untuk mengungsi ke selatan oleh Israel.

Sebelumnya, sejumlah rudal Israel menghantam sebuah masjid di Kota Jenin, Tepi Barat.

Militer Israel (IDF) mengatakan intelijen mereka "mengungkap bahwa masjid itu digunakan sebagai pusat komando untuk merencanakan dan melaksanakan serangan teroris terhadap warga sipil".

Seorang petugas medis setempat mengatakan bahwa dua orang tewas dalam insiden tersebut, menurut kantor berita Reuters. BBC belum memverifikasi informasi ini.

Militer Israel, melalui akun X berbahasa Inggris, membenarkan bahwa serangan di Jenin menargetkan sebuah masjid.

"Intelijen IDF baru-baru ini mengungkapkan bahwa masjid tersebut digunakan sebagai pusat komando untuk merencanakan dan melaksanakan serangan teroris terhadap warga sipil," tulis unggahan tersebut.

Selain menyerang masjid, militer Israel juga menyerang kamp pengungsi Nur Shams, menurut lembaga bantuan PBB yang berfokus pada pengungsi Palestina (UNRWA). Sebanyak 13 orang, termasuk lima anak, tewas dalam serangan itu.

UNRWA menyebut seorang serdadu Israel juga tewas dan "sejumlah lainnya luka-luka".

Lembaga PBB tersebut mengaku terpaksa menangguhkan berbagai pelayanan, termasuk sekolah, fasilitas kesehatan, dan pengumpulan sampah.

Tepi Barat yang diduduki Israel adalah wilayah terpisah dari Jalur Gaza.

Krisis kemanusiaan terus terjadi di Palestina.

Kelompok Hamas - pihak berwenang di Gaza - mengatakan 500 orang tewas dalam ledakan di rumah sakit Al Ahli. Hamas menyalahkan Israel, yang pada gilirannya menyalahkan kelompok milisi Jihad Islam Palestina.

BBC berbicara dengan seorang dokter di rumah sakit yang didanai oleh Gereja Anglikan tersebut yang mengatakan bahwa terjadi kehancuran total dan ratusan orang tewas atau terluka akibat ledakan tersebut.

"Dokter melakukan operasi di lapangan dan di koridor, dan beberapa di antaranya tanpa anestesi," kata juru bicara kementerian Dr Ashraf Al-Qudra, dalam sebuah pernyataan yang diunggah di Facebook pada Rabu (18/10) pagi.

Dia menambahkan bahwa banyak dari korban adalah anak-anak dan perempuan, serta menambahkan bahwa banyak dari cedera yang diderita para korban "di luar kemampuan tim medis kami".

Indonesia mengutuk keras

Indonesia mengutuk keras serangan yang disebut melanggar hukum humaniter internasional tersebut. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mendesak dibukanya akses kemanusiaan bagi warga Palestina.

"Indonesia juga mendesak komunitas internasional, terutama Dewan Keamanan PBB, untuk segera mengambil langkah nyata menghentikan serangan dan tindakan kekerasan di Gaza, yang telah memakan korban sipil sangat banyak," tulis Kementerian Luar Negeri dalam pernyataan tertulis.

Hamas menyalahkan serangan udara Israel dan menggambarkannya sebagai "kejahatan perang", sementara Israel membantah militernya terlibat dan mengatakan ledakan itu disebabkan oleh roket yang ditembakkan oleh Jihad Islam Palestina.

Jihad Islam, kelompok milisi terbesar kedua di Jalur Gaza, membantah bertanggung jawab.

Insiden itu terjadi tidak lama setelah PBB mengatakan sebuah sekolah yang menampung ribuan orang di Gaza tengah juga terkena serangan, menewaskan sedikitnya enam orang.

Ada juga protes di kota Ramallah, Tepi Barat pada Selasa (17/10) malam. Para demonstran yang menentang Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas bentrok dengan pasukan keamanan yang merespons dengan menembakkan gas air mata.

Perkembangan dramatis ini terjadi menjelang kunjungan Presiden AS Joe Biden ke Timur Tengah pada hari Rabu (18/10), yang akan mencakup kunjungan ke Israel.

Israel: 'Tidak ada gencatan senjata'

Sebelumnya, Amerika Serikat, Israel dan Mesir disebut telah menyetujui gencatan senjata di Gaza selatan bertepatan dengan pembukaan kembali perbatasan Rafah, namun hal ini kemudian dibantah Israel.

Juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Kolonel Richard Hecht mengatakan kepada BBC bahwa, "tidak ada gencatan senjata yang disepakati".

Israel menyangkal laporan gencatan senjata yang mengizinkan "orang asing keluar" dari Gaza selatan dan "bantuan kemanusiaan masuk", setengah jam setelah sumber keamanan di Mesir mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa gencatan senjata telah disepakati.

Perbatasan masih ditutup

Kerumunan orang yang ingin meninggalkan Gaza sudah berkumpul di perbatasan Rafah, setelah laporan sebelumnya menyatakan bahwa perbatasan tersebut dapat dibuka kembali untuk sementara.

Pembukaan kembali jalur penyeberangan Gaza-Mesir akan memungkinkan bantuan yang sangat dibutuhkan masuk ke wilayah tersebut, dan beberapa orang asing dapat meninggalkan wilayah tersebut.

Namun hingga saat ini perbatasan masih ditutup.

Rafah, yang berada di perbatasan antara Semenanjung Sinai Mesir dan Gaza yang dikuasai Hamas, adalah satu-satunya penyeberangan ke wilayah yang tidak dikuasai Israel.

Ribuan orang berkumpul di perbatasan Rafah dengan harapan dapat meninggalkan Gaza menjelang serangan darat Israel yang diperkirakan akan terjadi.

Sebelumnya, laporan-laporan media AS mengatakan Mesir akan segera membuka perbatasannya ke Gaza.

Jika perbatasan itu dibuka akan memungkinkan warga Palestina dengan kewarganegaraan ganda akan dapat meninggalkan Gaza.

Pembukaan ini akan memudahkan masuknya bantuan yang sangat dibutuhkan masyarakat di Gaza.

Para pejabat terkait belum mengkonfirmasi tentang hal ini, namun warga AS di Gaza telah diberitahu supaya mendekati penyeberangan Rafah

Menurut laporan, penyeberangan hanya akan dibuka selama beberapa jam mulai pukul 09:00 (06:00 GMT).

Dalam hari-hari terakhir, orang-orang secara bergelombang mendekati lokasi perbatasan ketika kondisi di Gaza terus memburuk.

Sebelumnya, militer Israel mengatakan secara langsung kepada penduduk Kota Gaza untuk meninggalkan wilayah bagian utara demi "keamanan dan perlindungan" mereka, saat pasukan Tel Aviv berkumpul menjelang serangan darat.

Peringatan PBB tentang serangan darat

Sementara itu, PBB telah meminta Israel untuk menarik perintah tersebut. Alasannya, "mustahil" bagi warga Palestina untuk sepenuhnya mematuhi. PBB juga memperingatkan seruan ini akan ada "konsekuensi kemanusiaan yang menghancurkan".

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengutuk keras perintah Israel untuk mengevakuasi 22 rumah sakit yang merawat lebih dari 2.000 pasien di Gaza utara.

WHO mengatakan bahwa nyawa mereka yang berada dalam perawatan intensif atau yang bergantung pada alat bantu hidup, bayi baru lahir di inkubator, dan pasien lainnya, kini sedang dipertaruhkan.

"Memaksa lebih dari 2.000 pasien untuk pindah ke Gaza selatan… sama saja dengan hukuman mati," tulis WHO dalam sebuah pernyataan.

WHO mengatakan sebagian besar petugas kesehatan memilih untuk tetap tinggal, daripada mengambil risiko memindahkan pasien mereka yang sakit kritis, sebuah pilihan yang disebutnya "mustahil".

WHO juga memperingatkan bahwa banyak warga sipil yang mencari perlindungan di sekitar rumah sakit, dan mengatakan bahwa nyawa mereka juga terancam "ketika fasilitas kesehatan dibom".

WHO mengakhiri pernyataannya dengan menyerukan Israel "untuk segera membatalkan perintah evakuasi ke rumah sakit di Gaza utara," dan menyerukan "perlindungan fasilitas kesehatan, pekerja kesehatan, pasien, dan warga sipil".

Pemindahan yang mustahil

Dalam satu ulasan, Kepala Koresponden Internasional BBC di Israel Selatan, Lyse Doucet mengatakan mustahil untuk memindahkan lebih dari satu juta orang dalam waktu sehari.

Hal ini mengingat kondisi jalanan rusak, bom masih berjatuhan, rumah-rumah hancur, sementara lansia dan orang-orang yang terluka masih membutuhkan pertolongan.

Dalam sebuah konferensi pers, Juru Bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Daniel Hagari belum bisa memastikan apakah akan menambah perpanjangan waktu untuk proses relokasi tersebut.

"Ini adalah zona perang, kami berusaha memberikan mereka waktu dan kami melakukan banyak upaya, dan kami memahami bahwa ini tidak akan memakan waktu 24 jam," ujarnya menanggapi pertanyaan BBC pada sebuah konferensi pers mengenai jangka waktu yang dibutuhkan Israel.

Ketika didesak apakah ia mengatakan bahwa IDF memahami akan membutuhkan waktu lebih dari 24 jam untuk mengevakuasi warga Gaza, Hagari menjawab: "Kami memahami bahwa ini akan memakan waktu. Hanya itu yang bisa saya katakan."

Di sisi lain, pihak Hamas mengatakan agar warga jangan pindah. Seorang pejabatnya menggambarkan perintah Israel agar warga pindah ke bagian selatan sebagai "propaganda palsu", dan mendesak warga di sana untuk mengabaikannya.

Potret warga berkemas

Foto warga Gaza sedang berkemas pagi tadi. Mereka bersiap meninggalkan wilayah utara Gaza ke bagian selatan, menyusul perintah Israel.

Warga sipil di daerah tersebut kini terjebak di antara peringatan Israel - menjelang serangan darat yang diperkirakan akan terjadi di Gaza - dan pernyataan Hamas yang meminta warga untuk mengabaikannya.

Israel mengatakan mereka telah menjatuhkan 6.000 bom seberat 4.000 ton ke sasaran Hamas di Gaza selama enam hari.

Angkatan udara Israel mengatakan serangan udara telah menghantam lebih dari 3.600 sasaran.

Human Rights Watch mengatakan telah memperoleh dan menganalisis video di Gaza dan Lebanon yang menunjukkan ledakan peluru artileri fosfor putih. HRW juga menyoroti foto kantor berita AFP di Gaza yang menunjukkan garis-garis putih di langit.

Fosfor putih terbakar ketika bersentuhan dengan oksigen, menghasilkan asap putih pekat.

"Penggunaan fosfor putih di Gaza, salah satu wilayah terpadat di dunia, memperbesar risiko terhadap warga sipil dan melanggar larangan hukum humaniter internasional yang menempatkan warga sipil pada risiko yang tidak perlu," kata organisasi hak asasi manusia tersebut dalam sebuah pernyataan.

Fosfor putih tidak dilarang berdasarkan hukum internasional karena memiliki kegunaan yang sah, namun karena dampak berbahaya yang ditimbulkannya terhadap manusia, penggunaannya diatur dengan ketat.

Angkatan bersenjata Israel menggunakan fosfor putih sebagai tabir asap saat menyerang Gaza tahun 2008-2009. Kala itu, beberapa kelompok hak asasi manusia menuduh Israel melakukan kejahatan perang.

Militer Israel mengatakan pada tahun 2013 bahwa mereka akan menghentikan penggunaan bahan kimia tersebut sebagai kamuflase.

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved