Rusia Luncurkan Misi ke Bulan Setelah Hampir 50 Tahun Terhenti
Badan antariksa Rusia akhirnya kembali ke Bulan, setelah hampir 50 tahun sejak pendaratan terakhir Uni Soviet di Bulan. Tujuan misi…
Rusia akhirnya meluncurkan misi pertamanya ke Bulan pada hari Jumat (11/08), setelah hampir setengah abad sejak pendaratan terakhir. Misi baru ini merencanakan pendaratan lunak pertama di kutub selatan Bulan.
Misi Luna-25 ini diluncurkan dari pusat antariksa Rusia Kosmodrom Vostochny, dengan menggunakan roket Soyuz.
"Peluncurannya berhasil," kata Yuri Borisov, kepala badan antariksa Rusia, Roscosmos.
Roscosmos mengatakan bahwa roket Soyuz akan memakan waktu sekitar lima hari untuk sampai ke Bulan. Pesawat antariksa ini kemudian akan menghabiskan waktu hingga tujuh hari di orbit Bulan, sebelum akhirnya mendarat ke salah satu dari tiga titik lokasi pendaratan yang memungkinkan.
Mencari es di Bulan
Misi Luna-25 ini bertujuan untuk menjadi penjelajahan pertama yang melakukan pendaratan lunak di kutub selatan Bulan, misi yang sebelumnya sempat dihindari oleh Rusia, Amerika Serikat (AS), Cina, India, Jepang, hingga Israel selama bertahun-tahun.
Di kutub selatan Bulan itu, pesawat ini akan mencari keberadaan es dengan mengambil sampel batuan dari kedalaman hingga 15 cm di ‘regiolit' Bulan, yakni lapisan permukaan di Bulan yang rapuh.
Luna-25 juga membawa alat pemantau debu, penganalisis energi-massa ionik bersudut luas yang dapat memberikan pengukuran parameter ion di eksosfer Bulan.
"Dari sudut pandang ilmu pengetahuan, tugas yang paling penting, sederhananya, adalah mendarat di tempat yang belum pernah didarati sebelumnya," kata Maxim Litvak, kepala kelompok perencana peralatan ilmiah Luna-25.
"Ada tanda-tanda keberadaan es di tanah area pendaratan Luna-25, yang terlihat pada data dari orbit," tambahnya.
'Tujuannya adalah persaingan politik'
Misi Luna-25 ini juga memiliki peran geopolitik yang cukup signifikan, menurut beberapa pengamat Rusia dan luar negeri.
"Mempelajari Bulan bukanlah tujuannya," kata Vitaly Egorov, seorang analis top antariksa Rusia.
"Tujuannya adalah persaingan politik antara dua negara adidaya, Cina dan AS, serta sejumlah negara lain yang juga ingin mengklaim gelar negara adidaya luar angkasa."
Asif Siddiqi, seorang profesor sejarah di Universitas Fordham, Amerika Serikat, mengatakan bahwa misi ini sangat penting karena Rusia akhirnya akan kembali mendarat di Bulan setelah hamper lima dekade.
"Pendaratan terakhir dilakukan pada 1976, jadi ada banyak hal yang dipertaruhkan dalam misi ini," tambah Siddiqi kepada kantor berita Reuters.
"Aspirasi Rusia terhadap Bulan bercampur aduk dalam banyak hal. Saya pikir, yang pertama dan terutama, misi ini adalah ekspresi kekuatan Rusia di panggung global," ungkapnya lebih lanjut.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.