Sabtu, 4 Oktober 2025

Cerita tim pencari empat anak yang hilang di Hutan Amazon selama 40 hari, 'roh hutan menyembunyikan mereka'

BBC mewawancarai seorang sukarelawan dari masyarakat adat yang turut serta dalam operasi pencarian empat anak yang hilang di Hutan…

Operasi pencarian empat anak yang hilang selama 40 hari di Hutan Amazon mengandalkan ratusan tentara, helikopter, pesawat, dan teknologi. Akan tetapi, bantuan sukarelawan dari masyarakat adat serta pengetahuan para leluhur yang diwariskan dari mulut ke mulut selama beberapa generasi juga punya peranan penting.

Fabián Mulcue adalah salah satu anggota Indigenous Guard, sebuah kelompok sukarelawan tak bersenjata yang bertugas melindungi tanah dan kelompok masyarakat adat.

Kelompok ini ikut serta dalam operasi pencarian yang akhirnya berhasil menemukan keempat anak itu pada Jumat (09/06) lalu.

Mulcue tidak berasal dari Amazon, tetapi dia berada di sana selama 15 hari dan melihat langsung tempat anak-anak itu bertahan hidup. Dia tidak tahu mengapa anak-anak itu tidak bisa ditemukan begitu lama.

Dua hari setelah pesawat jatuh, Mulcue diminta membentuk tim yang terdiri dari 60 anggota masyarakat adat untuk membantu misi penyelamatan ini.

Dia menceritakan kepada BBC melalui telepon mengenai operasi pencarian tersebut, serta teori bagaimana anak-anak itu bertahan hidup dan apa yang dia pelajari dari pengalaman itu.

Seperti apa kondisi hutannya?

“Memandangi hutan itu seperti melihat langit, seperti ruang yang tidak ada ujungnya,” kata Mulcue kepada BBC.

“Kondisi di hutan ini tidak bisa dijelaskan. Hujan turun sepanjang waktu. Kami tidak bisa mengeringkan apa-apa karena sangat lembab. Kami mendengar suara-suara, bunyi-bunyi, kebisingan…”

Situasi itu terasa sulit bagi timnya, juga bagi para tentara yang mereka dampingi. Mereka direcoki oleh kutu dan rayap, dan para tentara menggambarkan hutan itu sebagai “neraka hijau”.

Malam hari terasa menyesakkan di tengah kegelapan di bawah pohon-phon raksasa, dan Mulcue mengatakan, dia bisa merasakan kehadiran duende atau “roh hutan”.

Kehilangan anak-anak

Meskipun telah menggunakan metode pencarian yang ketat, tim penyelamat diperkirakan sempat tiga kali melewati area di mana anak-anak itu akhirnya ditemukan.

Mulcue mengatakan dia tidak bisa menjelaskan betapa sulitnya melacak keberadaan mereka.

“Bahkan mungkin mereka melihat kami. Karena sulit dijelaskan bahwa dengan semua jarak yang telah ditempuh, kami menemukan mereka di tempat yang sebelumnya kami lewati.”

Setiap anggota tim pencarian menempuh jarak 10 km per hari, dan para tentara disokong oleh teknologi yang mereka butuhkan.

Para pencari menemukan pita, gunting, dan petunjuk-petunjuk lainnya, tetapi tidak menemukan anak-anak itu.

"Kompas tidak bekerja di tempat itu, keluar dari kalibrasi," kata Mulcue. "Dan mereka tidak meninggalkan jejak kaki karena kaki mereka terbungkus kain."

Suatu hari, jam tujuh pagi, tim pencari keluar untuk menyisir area itu dan mendengar tangisan seorang anak.

Mereka mencoba mengelilingi area asal suara tersebut dan menemukan bukti bahwa anak-anak tersebut bertahan dengan memakan larva dan meminum air. Tetapi saat itu hujan mulai turun, sehingga jalan setapak menjadi dingin.

'Roh hutan'

Apakah anak-anak ini bersembunyi dari mereka? Mulcue tidak yakin.

“Para tetua adat mengatakan kepada kami bahwa roh hutan menyembunyikan mereka, dan dengan informasi itu kami bisa mencapai salah satu gua tempat mereka berada.”

Dia meyakini roh hutan ini bisa jadi hadir dalam wujud seorang manusia, hewan, atau apapun.

Pada malam hari, dia mengatakan, “tangisannya bisa didengar, tapi tidak bisa dilihat dan hanya bisa dirasakan”.

Anak-anak yang banyak akal

Seluruh dunia kagum pada bagaimana keempat anak ini bisa bertahan begitu lama di Amazon, tetapi Mulcue meyakini bahwa latar belakang mereka telah memberi mereka keberanian dan kemampuan untuk bertahan hidup.

Anak-anak dari komunitas Huitoto itu tinggal di kawasan yang banyak hutannya.

"Di sana mereka bermain petak umpet, permainan-permainan yang memasuki hutan," katanya.

Anak-anak ini memiliki ransum, yang salah satunya juga ditemukan. Mereka juga memiliki korek api, meski akan sangat sulit untuk menyalakan api di kondisi hutan seperti itu.

Mereka memiliki kotak P3K, tenda dan membawa dua koper, lalu meninggalkan apa yang tidak mereka butuhkan.

Pembelajaran bersama

Dari pengalaman ini, Mulcue mengatakan dia dan rekan-rekannya belajar banyak mengenai teknologi dari tentara, seperti bagaimana menggunakan kompas, telepon satelit, dan ransum militer.

Sebagai timbal baliknya, para prajurit juga menyadari bahwa para penjaga ini memiliki pengetahuan untuk memahami lingkungan hutan.

“Meskipun kami bukan berasal dari kawasan itu, kami paham mengenai tumbuh-tumbuhan, makanan, apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan di hutan, hewan apa yang liar, dan apa yang hal-hal lain yang bisa dimakan.”

Menurut Mulcue, para tentara dibekali ransum sehingga hanya mengumpulkan air untuk direbus, sehingga tidak memikirkan tumbuh-tumbuhan yang bisa dimakan.

Pengalaman ini juga menjadi pelajaran bagi mereka soal ini. Timnya sendiri juga belajar banyak dari rekan sesama masyarakat adat di Amazon.

Mulcue mengatakan pengalaman mereka mencari anak-anak ini telah membantu para penjaga masyarakat adat dan tentara mengilangkan rasa saling curiga antara satu sama lain, demi mencapai tujuan bersama.

“Pelajarannya adalah kita harus menjaga hutan dan itu menjadi tanggung jawab semua orang, baik tentara dan penjaga.”

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved