Kamis, 2 Oktober 2025

Riwayat dua jenderal yang bertikai di jantung konflik Sudan

Ketegangan hubungan antara Jenderal Burhan dan Jenderal Dagalo telah berujung pada konflik yang melanda negara ini.

Dia mencoba menjalin aliansi dengan kelompok pemberontak di Darfur dan Kordofan Selatan yang sebelumnya telah ditugaskan untuk dihancurkannya.

Dia juga rutin membicarakan bahwa demokrasi dibutuhkan, meskipun pasukannya sendiri secara brutal menghentikan aksi protes masyarakat sipil di masa lalu.

Ketegangan antara tentara dan RSF meningkat seiring dengan kian dekatnya tenggat waktu untuk membentuk pemerintahan sipil, yang fokus pada persoalan pelik soal bagaimana RSF harus diintegrasikan kembali ke dalam angkatan bersenjata reguler.

Kemudian pertempuran pun dimulai antara RSF melawan ASF, Hemedti melawan Jenderal Burhan, dengan misi menguasai negara Sudan.

Dalam satu hal, setidaknya, Hemedti mengikuti jejak petinggi SAF yang sekarang dilawannya itu. Selama beberapa tahun terakhir, dia telah membangun kerajaan bisnis yang luas, termasuk tambang emas dan banyak sektor lainnya.

Jenderal Burhan dan Hemedti sama-sama menghadapi seruan dari para pemimpin sipil dan korban konflik di Darfur serta di tempat-tempat lain untuk diadili atas dugaan kekerasan.

Pertaruhannya sangat tinggi, dan ada banyak alasan bagi mantan sekutu yang berujung menjadi musuh bebuyutan ini untuk tidak mundur dari pertempuran mereka.

Ketakutan pasien yang terjebak di rumah sakit

Banyak rumah sakit berlokasi di dekat markas tentara di ibu kota Sudan, Khartoum, yang paling terdampak.

Pengeboman telah mengakibatkan kerusakan parah di sejumlah tempat seperti Rumah Sakit Al-Shaab, di mana seorang pengemudi ambulans dan tiga orang lainnya terluka.

Empat rumah sakit lain juga terkena dampaknya. Beberapa bahkan tidak bisa beroperasi sama sekali, sedangkan satu rumah sakit polisi telah dikosongkan seluruhnya dan dilaporkan telah diambil alih oleh RSF.

Berdasarkan informasi yang diterima oleh BBC, pasien-pasien di Sudan terjebak di rumah sakit tanpa listrik dan air.

Sementara pasien-pasien lainnya yang membutuhkan perawatan medis telah dievakuasi, ketika pertempuran memasuki hari ketiga.

“Saya kira kami akan mati di jalan,” kata Faheem, setelah dievakuasi dari rumah sakit bersama putrinya yang berusia 14 tahun, Amal.

“Amal harus menjalani operasi tumor di kepalanya, setelah ada komplikasi dari operasi sebelumnya. Tapi kami harus terus pindah kamar karena penembakan. Kami akhirnya sampai di lantai dasar. Tapi kami lalu disuruh pergi dan mencari area yang aman.”

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved