Minggu, 5 Oktober 2025

Mengapa RUU Perampasan Aset penting di tengah terungkapnya kekayaan fantastis pegawai pemerintah?

Di tengah terungkapnya kekayaan fantastis para pegawai pemerintahan, urgensi pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset kembali

Pada 2003, Indonesia menandatangani Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Melawan Korupsi dan melakukan ratifikasi dengan membuat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006.

RUU Perampasan Aset atau yang juga dikenal dengan istilah asset recovery merupakan salah satu aturan yang harus ada ketika suatu negara sudah menandatangani konvensi tersebut.

Sejak saat itu hingga kini, Indonesia belum juga memiliki aturan hukum soal perampasan aset.

Yang terbaru, pada 8 Maret lalu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly mengatakan pihaknya sudah selesai melakukan "harmonisasi" draf RUU tersebut.

Selain Kementerian Hukum dan HAM, ada beberapa kementerian dan lembaga lain yang juga harus melakukan harmonisasi. Ketika semua kementerian dan lembaga sudah menyetujuinya, presiden akan mengirimkan surat ke DPR untuk kemudian dilakukan pembahasan.

Pada Februari 2023, Presiden Joko Widodo meminta RUU Perampasan Aset dibahas segera.

Sebagai salah satu ahli yang pernah terlibat dalam pembahasan RUU Perampasan Aset pada 2007 hingga 2010 lalu, Yenti Ganarsih menilai pembahasan RUU Perampasan Aset “sudah selesai” kala itu, tapi sayangnya RUU itu selalu keluar-masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR.

“Tiba-tiba [pembahasannya] melempem 2010 itu. Di tengah-tengah pembahasan Pak SBY melemah, diteruskan lemahnya sama Pak Jokowi,” ujar Yenti.

Yenti yang pernah menjadi ketua panitia seleksi calon pimpinan KPK itu menduga ada pihak-pihak tertentu yang menghambat pengesahan RUU Perampasan Aset.

“Bukan rahasia umum kan, bahwa yang terlibat korupsi siapa? Semua yang menjadi fokusnya KPK, pejabat publik, penyelenggara negara— yang kebanyakan dari politisi, penegak hukum,” kata dia.

Ditambah lagi, kata Yenti, ada pihak-pihak di luar eksekutif dan legislatif "yang membonceng" agar RUU Perampasan Aset tidak disahkan.

Sementara itu, Lalola menduga terhambatnya pengesahan RUU ini disebabkan “pemerintah yang belum yakin” karena sejak dulu, surat presiden (supres) yang dibutuhkan sebagai tanda untuk memulai pembahasan di DPR tidak kunjung ada.

“Keengganannya bukan hanya dari sisi legislatif, tapi juga eksekutif. Makanya barulah di tahun ini itu masuk prolegnas prioritas, sehingga harapannya sudah tinggal jalan, tapi ini kita belum tahu kenapa eksekutif masih lambat,” kata Lalola.

Apa saja poin pentingnya?

Yenti menjelaskan RUU Perampasan Aset akan mengatur mekanisme mulai dari penelurusan, penyitaan dan pemblokiran aset yang diduga hasil kejahatan, sampai pengelolaan aset yang telah dirampas.

Halaman
123
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved