Kamis, 2 Oktober 2025

Tragedi Kanjuruhan: Polisi menyatakan gas air mata tidak ada yang mematikan, penyitas ‘napas pedih, kita memilih untuk tidak napas’

Sejumlah pihak termasuk Komnas HAM sepakat penyebab utama kematian suporter di Stadion Kanjuruhan adalah gas air mata, meskipun polisi menyebut

"Tidak mungkin pangkat setingkat AKP itu mengambil keputusan yang begitu luar biasa, dalam hal penembakan gas air mata, karena itu ada penanggung jawab dalam hal ini kapolres. Ia mungkin bertanggung jawab kepada komandan satuan di Brimob dia bertugas itu,” katanya.

BBC telah menghubungi Kadiv Humas Mabes Polri, Dedi Prasetyo untuk mengkonfirmasi hal ini, akan tetapi belum ada tanggapan.

Masuk dalam bidikan TGIPF

Sementara itu, Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), Profesor Rhenald Kasali mengatakan akan memasukkan gas air mata ini dalam penyelidikan mereka.

Dalam hal ini TGIPF menemukan adanya gas air mata yang kedaluwarsa—yang diakui pihak kepolisian.

"Itu sudah dibawa ke lab. Semuanya diperiksa. Itu adalah penyimpangan,” katanya.

TGIPF telah bekerja lebih dari satu pekan sejak Tragedi Kanjuruhan terjadi. Sejauh ini mereka telah menemukan sejumlah fakta-fakta lapangan, termasuk pertanyaan-pertanyaan untuk dikonfirmasi ke sejumlah pihak yang terlibat pertandingan Arema FC Vs Persebaya Surabaya.

Apa saja temuan TGIPF sejauh ini?

Prof Rhenald mengatakan sejauh ini timnya telah menemukan fakta bahwa Stadion Kanjuruhan dirancang untuk kerumunan penonton di era 1980an.

“Sementara, kerumunan pada masa itu sudah berbeda. Banyak orang kemudian jumlahnya jauh lebih banyak,” katanya.

“Pintunya seperti pintu penjara. Pintunya sliding. Yang dibuka hanya satu dua bagian tertentu. Sedangkan pintu yang besar itu tidak didorong. Kuncinya tidak ditemukan. atau tidak diberikan,” tambah Prof Rhenald.

Selain itu, pertandingan dipaksakan dilakukan malam hari karena dugaan “perintah” pihak tertentu.  Padahal pihak kepolisian Malang menganjurkan dilakukan sore hari.

“Jadi kemungkinan besar ada orang lain yang bertanggung jawab di sana, yang melakukan, apakah melakukan penekanan apakah melakukan perintah, sehingga tetap dilaksanakan pada malam hari,” kata Prof Rhenald yang menambahkan temuan lainnya adalah pihak klub dan PSSI tidak melakukan pembinaan kepada suporter.

Sementara itu, anggota TGIPF lainnya, Akmal Marhali menemukan adanya kebutuhan bagi korban luka untuk mendapatkan perawatan jangka panjang.

“Rawat kontrol para korban harus juga menjadi perhatian semua pihak, termasuk efek trauma dan psikologis para korban, baik yang mengalami luka berat, sedang maupun yang luka ringan,” katanya dalam keterangan tertulis.

Dalam keterangan kepada media, anggota TGIPF Nugroho Setiawan juga berbagi temuan lapangannya.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved