Vaksin malaria baru mengubah dunia, kata para ilmuwan Universitas Oxford
Tim ilmuwan Universitas Oxford berharap vaksin tersebut bisa mulai digunakan tahun depan, setelah uji coba baru-baru ini menunjukkan perlindungan
Profesor Hill mengatakan vaksin malaria—yang disebut R21—dapat dijual dengan harga "beberapa dolar" dan "kami sangat bisa melihat pengurangan yang sangat substansial terkait beban malaria yang menghebohkan itu".
Baca juga:
- Nyamuk malaria: Dapat dibunuh dengan jamur hasil rekayasa genetika yang memproduksi racun laba-laba
- 'Vaksin malaria pertama' akan diuji coba ke anak-anak
- AS loloskan obat ‘fenomenal’, diklaim bisa sembuhkan pengidap malaria kambuhan
Dia menambahkan: "Kami berharap [vaksin] ini akan dikembangkan dan tersedia dan menyelamatkan nyawa, tentu saja pada akhir tahun depan.
Malaria telah menjadi salah satu momok terbesar bagi umat manusia selama ribuan tahun dan kebanyakan membunuh bayi dan balita.
Saat ini, penyakit ini membunuh lebih dari 400.000 orang per tahun, bahkan setelah penemuan kelambu, insektisida, dan obat-obatan.
Menurut Badan Kesehatan Dunia, WHO, Indonesia masih menjadi satu dari sembilan negara endemi malaria di Asia Tenggara, dengan kasus terdiri dari 21% kasus dan 16% kematian akibat malaria. Angka melaria masih cukup tinggi, menurut WHO, walaupun banyak pencapaian Indonesia dalam eradikasi malaria.
Vaksin malaria ini adalah vaksin ke-14 yang dikerjakan Profesor Katie Ewer di Oxford karena "ini tidak seperti Covid di mana kami memiliki tujuh vaksin yang akan langsung bekerja... ini jauh, jauh lebih sulit".
Dia mengatakan kepada BBC bahwa "sangat memuaskan" untuk mencapai sejauh ini dan "potensi pencapaian yang dapat dicapai oleh vaksin ini jika diluncurkan bisa sangat mengubah dunia".
Mengapa begitu efektif?
Vaksin malaria yang saat ini telah disetujui—dibuat oleh GSK—memiliki kesamaan dengan vaksin yang dikembangkan di Oxford.
Keduanya menargetkan tahap pertama siklus hidup parasit dengan mencegatnya sebelum sampai ke hati dan membangun tumpuan di dalam tubuh.
Vaksin dibuat menggunakan kombinasi protein dari parasit malaria dan virus hepatitis B, tetapi vaksin versi Oxford memiliki proporsi protein malaria yang lebih tinggi.
Tim ilmuwan berpikir ini membantu sistem kekebalan untuk fokus pada malaria daripada hepatitis.
Keberhasilan vaksin GSK telah membuka jalan bagi Oxford untuk optimis mengeluarkan vaksin mereka tahun depan - seperti dengan menilai seberapa layak program vaksinasi digelar di Afrika.
Baca juga: