Vaksin malaria baru mengubah dunia, kata para ilmuwan Universitas Oxford
Tim ilmuwan Universitas Oxford berharap vaksin tersebut bisa mulai digunakan tahun depan, setelah uji coba baru-baru ini menunjukkan perlindungan
James Gallager Koresponden kesehatan dan sains
Vaksin malaria yang berpotensi "mengubah dunia" kini sedang dikembangkan oleh para ilmuwan di Universitas Oxford, Inggris.
Tim ilmuwan berharap vaksin tersebut bisa mulai digunakan tahun depan, setelah uji coba baru-baru ini menunjukkan perlindungan hingga 80% terhadap penyakit yang mematikan itu.
Yang paling penting, menurut para ilmuwan, vaksin itu akan dijual dengan harga murah dan mereka telah memiliki kesepakatan untuk memproduksi lebih dari 100 juta dosis per tahun.
Badan amal Malaria No More berkata, kemajuan tentang vaksin malaria baru-baru ini berarti anak-anak yang meninggal karena malaria dapat berakhir “dalam hidup kita”.
Baca juga:
- Ilmuwan temukan mikroba yang 'sepenuhnya hentikan' malaria
- Bagaimana perubahan iklim dan vaksin mempengaruhi perang melawan malaria
- Mengenal MinION, alat revolusioner ‘penyelamat’ dari malaria di Sulawesi Utara
Diperlukan lebih dari satu abad untuk mengembangkan vaksin yang efektif melawan parasit malaria—yang disebarkan oleh nyamuk—yang sangat kompleks dan sulit dipahami.
Parasit ini adalah target yang terus bergerak, mengubah bentuk di dalam tubuh, yang membuatnya sulit untuk diimunisasi.
Tahun lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan lampu hijau untuk vaksin malaria pertama—aksi yang bersejarah—yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi raksasa GSK untuk digunakan di Afrika.
Namun, tim ilmuwan Oxford mengeklaim pendekatan mereka lebih efektif dan dapat diproduksi dalam skala yang jauh lebih besar.
Hasil uji coba vaksin yang dikembangkan tim ilmuwan Oxford terhadap 409 anak di Nanoro, Burkina Faso, telah dipublikasikan di Lancet Infectious Diseases.
Hasil uji coba itu menunjukkan tiga dosis awal diikuti oleh booster setahun kemudian memberikan perlindungan hingga 80%.
"Kami pikir data ini adalah data terbaik di lapangan dibanding vaksin malaria apa pun," kata Profesor Adrian Hill, direktur Jenner Institute di universitas tersebut.
Tim ilmuwan akan memulai proses agar vaksin mereka disetujui dalam beberapa pekan ke depan, tetapi keputusan akhir akan bergantung pada hasil uji coba terhadap 4.800 anak sebelum akhir tahun.