Selasa, 7 Oktober 2025

Sri Lanka Bangkrut

Sri Lanka Bangkrut, Cerita Warga Kelas Menengah Dulu Bisa Nongkrong di Mall, Kini Makan pun Susah

Dia warga Sri Lanka yang tidak pernah menyangka akan membutuhkan jatah makanan dari pemerintah untuk memastikan keluarganya bisa makan dua kali sehari

Editor: Hasanudin Aco
Sumber: AP Photo/Eranga Jayawardena
Miraj Madusanka, kiri, membantu ibunya Sriyani, menyalakan perapian kayu bakar di rumah mereka di Kolombo, Sri Lanka, 10 Juni 2022. Madushanka, seorang akuntan berusia 27 tahun, belajar di Jepang dan berharap bisa bekerja di sana. Dia pindah kembali ke rumah pada tahun 2018 setelah ayahnya meninggal, untuk menjaga ibu dan saudara perempuannya. Dia satu dari kelas menengah di Sri Lanka yang ikut sengsara karena krisis ekonomi di negara itu. 

“Jika kelas menengah berjuang seperti ini, bayangkan betapa terpukulnya mereka yang lebih rentan,” kata Fonseka.

Protes berkecamuk sejak April, dengan para demonstran menyalahkan Presiden Gotabaya Rajapaksa dan pemerintahnya atas kesalahan kebijakan yang melumpuhkan ekonomi dan menjerumuskan negara ke dalam kekacauan.

Bulan Mei, gelombang protes dengan kekerasan memaksa saudara laki-laki Rajapaksa dan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa saat itu untuk mundur.

Penggantinya, Ranil Wickremesinghe, mengandalkan paket bail-out Dana Moneter Internasional dan bantuan dari negara-negara sahabat seperti India dan China untuk menjaga perekonomian tetap bertahan.

Dalam sebuah wawancara dengan Associated Press pekan lalu, Wickremesinghe mengatakan dia khawatir kekurangan pangan akan berlanjut hingga 2024 karena perang di Ukraina mengganggu rantai pasokan global, menyebabkan harga beberapa komoditas melonjak.

PM Sri Lanka Menyerah

Ekonomi Sri Lanka yang dibebani utang dinyatakan bangkrut setelah berbulan-bulan kekurangan makanan, bahan bakar dan listrik.

Hal itu dinyatakan Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe kepada anggota parlemen, Rabu (22/6/2022), seperti dilansir Associated Press.

Pernyataan itu makin menegaskan situasi mengerikan negara itu saat mencari bantuan dari pemberi pinjaman internasional.

"Sri Lanka menghadapi situasi yang jauh lebih serius daripada sekadar kekurangan bahan bakar, gas, listrik dan makanan. Ekonomi kita benar-benar runtuh,” kata PM Ranil pada parlemen.

Meski krisis Sri Lanka dianggap yang terburuk, pernyataan PM Ranil bahwa ekonomi telah runtuh tidak menyebutkan perkembangan baru yang spesifik.

Anggota parlemen dari dua partai oposisi utama negara itu memboikot parlemen minggu ini untuk memprotes PM Ranil, yang menjadi perdana menteri lebih dari sebulan lalu sekaligus menteri keuangan, karena tidak memenuhi janjinya untuk mengubah perekonomian.

PM Ranil mengatakan Sri Lanka tidak dapat membeli bahan bakar impor, bahkan dengan uang tunai.

Sebabnya, utang besar oleh perusahaan minyak negara gagal dibayar kepada pemberi utang.

"Saat ini, Ceylon Petroleum Corporation berutang $700 juta," katanya kepada anggota parlemen.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved