Senin, 6 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Ingin Negaranya Merdeka, Presiden Ukraina Minta Barat Berhenti 'Main-main' dengan Rusia

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky mendesak negara-negara Barat agar berhenti 'main-main' dengan Rusia.

Penulis: Ika Nur Cahyani
AFP/STR
Sebuah gambar selebaran yang diambil dan dirilis pada 4 April 2022 oleh layanan pers kepresidenan Ukraina menunjukkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kedua kiri) mengunjungi kota Bucha, barat laut ibukota Ukraina, Kyiv. - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pada 3 April 2022 bahwa kepemimpinan Rusia bertanggung jawab atas pembunuhan warga sipil di Bucha, di luar Kyiv, di mana mayat-mayat ditemukan tergeletak di jalan setelah kota itu direbut kembali oleh tentara Ukraina. Kementerian Pertahanan Rusia menolak tuduhan pada hari yang sama dengan alasan bahwa pasukan Rusia meninggalkan Bucha pada 30 Maret sementara bukti pembunuhan disajikan empat hari kemudian. (Photo by UKRAINIAN PRESIDENTIAL PRESS SERVICE / AFP) 

"Tekanan pada Rusia secara harfiah adalah masalah menyelamatkan nyawa."

"Setiap hari penundaan, kelemahan, berbagai perselisihan atau proposal untuk 'menenangkan' agresor dengan mengorbankan korban hanya berarti lebih banyak orang Ukraina yang terbunuh," ujar Presiden Ukraina ini.

Selama dua hari berturut-turut, Zelensky mempertajam kritiknya atas pendekatan dunia terhadap krisis di negaranya.

Pada Rabu sebelumnya, dia dengan kejam menyarankan agar Kyiv membuat konsesi untuk membawa perdamaian, dengan mengatakan bahwa gagasan tersebut merupakan upaya untuk menenangkan Nazi Jerman pada tahun 1938.

Risiko Eskalasi Konflik

Negara-negara Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) telah memberi Ukraina persenjataan jarak jauh, termasuk howitzer M777 dari Washington dan rudal anti-kapal Harpoon dari Denmark.

Washington bahkan mempertimbangkan untuk memberi Kyiv sistem roket yang dapat memiliki jangkauan ratusan kilometer.

Pihak AS juga telah mengadakan diskusi dengan Kyiv tentang bahaya eskalasi jika menyerang jauh di dalam Rusia, kata pejabat AS dan diplomatik kepada Reuters.

"Kami memiliki kekhawatiran tentang eskalasi, namun masih tidak ingin menempatkan batasan geografis atau mengikat tangan mereka terlalu banyak dengan barang-barang yang kami berikan kepada mereka," kata seorang pejabat AS, yang berbicara dengan syarat anonim.

Howitzers tentara Amerika Serikat bersiaga di posisinya saat menjalani latihan perang bersama dengan militer Korea Selatan di Pocheon, tak jauh dari perbatasan Korea Selatan dan Korea Utara, 10 Maret 2016.
Howitzers tentara Amerika Serikat bersiaga di posisinya saat menjalani latihan perang bersama dengan militer Korea Selatan di Pocheon, tak jauh dari perbatasan Korea Selatan dan Korea Utara, 10 Maret 2016. (AP)

Baca juga: Vladimir Putin Senang Perusahaan Asing Tinggalkan Rusia: Terima Kasih Tuhan

Baca juga: Eks Perwira Intel Swiss Ini Beberkan Kronologi Rinci Konflik Rusia-Ukraina (BAGIAN I)

Rusia menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi khusus" untuk melucuti senjata Ukraina dan melindunginya dari fasis.

Ukraina dan Barat mengatakan tuduhan fasis tidak berdasar dan bahwa perang adalah tindakan agresi yang tidak beralasan.

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan Moskow mengharapkan Ukraina untuk menerima tuntutannya pada setiap negosiasi damai di masa depan.

Ia ingin Kyiv mengakui kedaulatan Rusia atas Semenanjung Krimea yang direbut Moskow pada 2014, dan kemerdekaan wilayah yang diklaim separatis.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved