Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Pakar Rusia Sebut Perang di Ukraina Sebagai Latihan Melawan NATO

Seorang pakar politik terkemuka Moskow menyebut perang Rusia di Ukraina adalah rehearsal atau latihan menghadapi konflik lebih besar dengan NATO.

Penulis: Ika Nur Cahyani
AFP/HANDOUT
Tangkapan layar ini diperoleh dari video selebaran yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Rusia pada 17 Mei 2022, menunjukkan anggota layanan Ukraina saat mereka digeledah oleh personel militer pro-Rusia setelah meninggalkan pabrik baja Azovstal yang terkepung di kota pelabuhan Mariupol, Ukraina. (Photo by Handout / Russian Defence Ministry / AFP) 

TRIBUNNEWS.COM - Seorang pakar politik terkemuka Moskow menyebut perang Rusia di Ukraina adalah rehearsal atau latihan menghadapi konflik lebih besar dengan NATO.

Alexei Fenenko, seorang peneliti Institut Studi Keamanan Internasional dan profesor di Sekolah Politik Dunia Universitas Negeri Moskow, menjadi tamu di acara bincang-bincang '60 Minutes' yang tayang di saluran televisi Russia-1.

Ia mengangkat prospek yang lebih luas dari perang Ukraina, yakni bentrokan dengan aliansi militer Barat.

"Bagi kami, perang di Ukraina adalah latihan untuk konflik yang mungkin lebih besar di masa depan," katanya.

"Dan itulah mengapa kami akan menguji dan melawan senjata NATO, dan akan melihat di medan perang seberapa kuat senjata kami dibandingkan dengan mereka."

Baca juga: Zelensky: Perang Rusia dengan Ukraina Dapat Berakhir Hanya Melalui Diplomasi

Baca juga: Rusia Larang 900 Orang Amerika Termasuk Presiden Joe Biden Masuk Negaranya

(FILES) Foto kombinasi ini menunjukkan Presiden AS Joe Biden (kiri) saat memberikan sambutan tentang implementasi Rencana Penyelamatan Amerika di Ruang Makan Negara Gedung Putih di Washington, DC pada 15 Maret 2021; dan Presiden Rusia Vladimir Putin saat ia dan mitranya dari Turki mengadakan pernyataan pers bersama setelah pembicaraan mereka di Kremlin di Moskow pada 5 Maret 2020. Presiden Joe Biden dan Vladimir Putin memulai panggilan telepon pada 30 Desember 2021 tentang solusi diplomatik atas meningkatnya ketegangan Rusia-Barat atas Ukraina.
(FILES) Foto kombinasi ini menunjukkan Presiden AS Joe Biden (kiri) saat memberikan sambutan tentang implementasi Rencana Penyelamatan Amerika di Ruang Makan Negara Gedung Putih di Washington, DC pada 15 Maret 2021; dan Presiden Rusia Vladimir Putin saat ia dan mitranya dari Turki mengadakan pernyataan pers bersama setelah pembicaraan mereka di Kremlin di Moskow pada 5 Maret 2020. Presiden Joe Biden dan Vladimir Putin memulai panggilan telepon pada 30 Desember 2021 tentang solusi diplomatik atas meningkatnya ketegangan Rusia-Barat atas Ukraina. (Pavel Golovkin, Eric BARADAT / AFP / POOL)

"Mungkin ini akan menjadi pembelajaran untuk konflik di masa depan," tambah Fenenko, dikutip dari NY Post

Olga Skabeyeva, pembawa acara talkshow yang dianggap sebagai kepala propagandis Kremlin, kemudian menimpali.

Ia menilai hal itu adalah eksperimen yang menakutkan.

Fenenko bukanlah tamu pertama di Russia-1 yang mengangkat kemungkinan konflik yang lebih luas antara Rusia dan Barat.

Menurut laporan Newsweek, Alexei Zhuravlyov, anggota partai politik nasionalis Rodina, mengatakan hal senada selama penampilannya baru-baru ini di saluran itu. 

Ia menyebut "satu rudal Sarmat dan Kepulauan Inggris akan hilang", mengacu pada rudal balistik antarbenua terbaru Moskow.

Pensiunan bintang empat, Jenderal AS Barry R. McCaffery, menggambarkan pernyataan perang dengan NATO oleh Feneko sebagai "menakjubkan".

"Kekuatan militer ekonomi dan konvensional NATO/EU beberapa kali lipat dari Rusia," kicau penerima tiga kali Purple Heart itu di Twitter, Kamis.

"Latihan untuk perang dengan NATO melawan musuh yang jauh lebih kecil di Ukraina yang akan sangat buruk bagi Rusia," imbuhnya.

Menurut perkiraan Ukraina, sejak invasi pada 24 Februari, pasukan Rusia telah kehilangan 28.000 tentara dan peralatan militer yang tak terhitung jumlahnya.

Diantaranya termasuk tank dan kapal utama di Laut Hitam yang dinamai Moskva.

NATO telah menahan diri untuk tidak terlibat langsung dalam perang Ukraina.

Namun banyak negara anggotanya, seperti Amerika Serikat (AS) hingga Inggris, memasok persenjataan, bantuan keuangan dan kemanusiaan ke Ukraina.

Situasi Sulit di Donbass

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berkomunikasi lewat video conference
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berkomunikasi lewat video conference (Twitter @ZelenskyyUa)

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, dalam pidato malamnya pada Sabtu (21/5/2022) mengatakan bahwa situasi di Donbass sangat sulit.

Ini karena tentara Rusia telah meningkatkan serangan di Slovyansk dan Severodonetsk selama beberapa hari terakhir.

"Angkatan Bersenjata Ukraina menghalangi serangan ini. Setiap hari yang diambil oleh para pembela kami dari rencana ofensif Rusia ini, mengganggu mereka, adalah kontribusi nyata untuk pendekatan hari utama."

"Hari yang diinginkan yang kita semua nantikan dan perjuangkan: Hari Kemenangan," kata Zelensky.

"Tidak ada serangan Rusia; baik dengan rudal di wilayah Rivne, atau dengan artileri di wilayah Kharkiv atau Sumy, atau dengan semua kemungkinan senjata di Donbas, akan memberikan hasil apa pun kepada Rusia," tambah dia.

Dilansir CNN, Rusia menghancurkan jembatan antara Severodonetsk dan Lysychansk di wilayah Luhansk Ukraina. 

Informasi ini disampaikan Serhiy Hayday, kepala administrasi militer regional dalam postingannya di Telegram pada Sabtu.

"(Ini akan) sangat mempersulit evakuasi dan pengiriman bantuan kemanusiaan," ujarnya.

Kendati demikian, ia mengklaim ada komunikasi antar kota.

Menurut Hayday, pada Juli 2014, selama pembebasan Lysychansk, gerilyawan meledakkan bentang jembatan selama mundurnya musuh.

Sejak itu, komunikasi antara kota Severodonetsk dan Lysychansk menjadi sulit.

Kondisi pasca pengeboman di Bilohorivka, sebuah desa di wilayah Luhansk, Ukraina. 60 orang dikhawatirkan tewas setelah serangan udara yang dilancarkan Rusia, menurut Serhiy Hayday, kepala Administrasi Militer Regional Luhansk.
Kondisi pasca pengeboman di Bilohorivka, sebuah desa di wilayah Luhansk, Ukraina. 60 orang dikhawatirkan tewas setelah serangan udara yang dilancarkan Rusia, menurut Serhiy Hayday, kepala Administrasi Militer Regional Luhansk. (Serhiy Hayday)

Baca juga: Pejabat Ukraina Sebut AS Akan Bantu Hancurkan Armada Laut Hitam Rusia

Baca juga: Kementerian Pertahanan Rusia: 2.439 Tentara Ukraina di Mariupol Telah Menyerah

Jembatan ini dibangun kembali pada tahun 2016.

Hayday juga melaporkan 57 orang dievakuasi pada Sabtu dari wilayah Luhansk.

"Sangat panas di Severodonetsk, Lysychansk, dan Belogorovka sekarang. Penyerangan tidak berhenti bahkan selama satu jam."

"Rusia menggunakan artileri siang dan malam. Setiap nyawa 57 orang yang diselamatkan dari permukiman ini penting bagi kami hari ini. Mereka adalah aman dan terjamin," kata Hayday.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved