Konflik Rusia Vs Ukraina
Kepala CIA Bicara Soal Putin Tak Mau Kalah Perang, Senjata Nuklir hingga China yang Gelisah
Direktur CIA, Bill Burns mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin meyakini bahwa ia tidak boleh kalah dalam perang di Ukraina.
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Pusat Intelijen Amerika Serikat (CIA), Bill Burns mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin meyakini bahwa ia tidak boleh kalah dalam perang di Ukraina.
Kendati demikian, tidak ada tanda-tanda rencana untuk menggunakan senjata nuklir taktis.
Terlepas dari kegagalan Rusia untuk merebut ibu kota Kyiv dan pergantian strategi untuk menyerang Donbass, Burns menilai, Putin tidak mengubah pandangan bahwa pasukannya bisa mengalahkan Ukraina.
Keyakinan Putin pada kemampuan Rusia untuk melemahkan perlawanan Ukraina mungkin belum tergoyahkan, meskipun pasukannya menderita kekalahan penting di medan perang.
"Saya pikir dia dalam kerangka berpikir di mana dia tidak percaya dia mampu untuk kalah," kata Burns dalam konferensi pers, Sabtu (7/5/2022), dilaporkan Al Jazeera.

Baca juga: Rusia Jatuhkan Bom di Sekolah Wilayah Luhansk, 30 Orang Diselamatkan dari Puing-puing
Baca juga: Rusia Diperkirakan Gelontorkan Belasan Triliun Rupiah per Hari untuk Perang di Ukraina
Kepala badan intelijen Amerika Serikat (AS) ini mengatakan, Putin telah "menggodok" serangan di Ukraina selama bertahun-tahun.
Ia menggambarkan pemikiran pemimpin Rusia itu sebagai "kombinasi yang sangat mudah terbakar dari keluhan dan ambisi dan ketidakamanan".
Burns menilai, Rusia tidak terhalang perlawanan keras dari militer Ukraina karena Putin mempertaruhkan banyak hal untuk meluncurkan invasi ini.
"Saya pikir dia yakin sekarang bahwa menggandakan (penyerangan) masih akan memungkinkan dia untuk membuat kemajuan," katanya.
Bakal pakai senjata nuklir taktis?
Burns, yang juga mantan duta besar AS untuk Rusia yang telah lama mempelajari pemimpin Rusia itu mengatakan bahwa CIA dan badan-badan intelijen Barat lainnya tidak melihat indikasi Moskow siap mengarahkan senjata nuklir taktis untuk memenangkan pertarungan di Ukraina atau merebut Kyiv.
Sebelumnya, Rusia telah menyiagakan pasukan nuklirnya tidak lama setelah meluncurkan invasi pada 24 Februari.
Sejak itu, Putin dan pejabat Rusia lainnya membuat ancaman terselubung tentang penggunaan senjata nuklir taktis jika Barat campur tangan secara langsung dalam konflik Ukraina.

"Kami tidak melihat, sebagai komunitas intelijen, bukti praktis pada titik perencanaan Rusia untuk penyebaran atau bahkan potensi penggunaan senjata nuklir taktis," kata Burns.
"Mengingat jenis goncangan pedang yang, kami dengar dari kepemimpinan Rusia, kami tidak bisa menganggap enteng kemungkinan itu," tambahnya.
"Jadi kami tetap fokus dengan sangat tajam sebagai dinas intelijen pada kemungkinan-kemungkinan itu pada saat taruhannya sangat tinggi bagi Rusia."
China gelisah
Sementara perang masih memanas, Direktur CIA mengatakan China sedang mempelajari perang Rusia-Ukraina dan memproyeksikannya pada keinginan Beijing menguasai Taiwan.
Burns mengaku tidak percaya Presiden China Xi Jinping mengubah tujuannya untuk menyatukan Taiwan dengan China, bahkan dengan kekerasan jika perlu.
Namun ia meyakini Beijing "terkejut" dengan kinerja buruk pasukan militer Rusia serta perlawanan keras dari Ukraina, ditambah dukungan militer Barat kepada Kyiv.
Pengalaman Rusia di Ukraina mungkin mempengaruhi perhitungan Beijing "tentang bagaimana dan kapan" mereka mencoba untuk menguasai Taiwan, yang dipandang China sebagai provinsi pemberontak.

Baca juga: Presiden Polandia “Hapus” Perbatasan dengan Ukraina, Siap Terlibat Perang Lawan Rusia?
Baca juga: PBB Peringatkan Afrika Hadapi Krisis Disebabkan oleh Invasi Rusia ke Ukraina, Harga Makanan Melonjak
"Saya pikir mereka telah dikejutkan oleh cara aliansi transatlantik bersatu untuk membebankan biaya ekonomi pada Rusia sebagai akibat dari agresi itu," lanjutnya.
"(Beijing) gelisah dengan fakta bahwa apa yang telah dilakukan Putin adalah untuk mendorong orang Eropa dan Amerika lebih dekat bersama-sama," kata Burns.
"Kesimpulan apa yang didapat dari semua itu yang masih menjadi tanda tanya," katanya.
Burns menilai, pemerintah China akan lebih hati-hati dalam memperhitungkan biaya dan konsekuensi yang akan ditanggung jika ingin menguasai Taiwan.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)