Konflik Rusia Vs Ukraina
Jika Indonesia Izinkan Putin Hadir di KTT G20, Biden Menilai Ukraina Harus Diundang
Presiden AS, Joe Biden menawarkan solusi terkait pro-kontra kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin di KTT G20 yang akan digelar di Indonesia.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden AS, Joe Biden menawarkan solusi terkait pro-kontra kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin di KTT G20 yang akan digelar di Indonesia.
Dilansir Reuters, menurut Biden, Rusia harus dikeluarkan dari ekonomi utama Group of Twenty (G20) karena telah menginvasi Ukraina.
Topik ini menjadi pembahasan dalam pertemuan Presiden AS dengan para pemimpin dunia di Brussels, pada Kamis (24/3/2022).
"Jawaban saya adalah ya, tergantung pada G20," kata Biden, saat ditanya apakah Rusia harus dikeluarkan dari grup tersebut.
Namun jika negara-negara seperti Indonesia, yang saat ini mengetuai G20, tidak setuju untuk mendepak Rusia, Biden menilai Ukraina harus diizinkan untuk menghadiri pertemuan tersebut.

Baca juga: Jepang Bekukan Aset 25 Orang Rusia sebagai Sanksi Invasi, Hubungan Bilateral Rusia-Jepang Renggang
Baca juga: Ukraina Klaim Hancurkan Kapal Perang Rusia, Tangki Bahan Bakar Seberat 3.000 Ton juga Hancur
"Satu-satunya hal yang paling penting adalah bagi kita untuk tetap bersatu dan dunia untuk terus fokus pada betapa kejamnya orang ini (Presiden Rusia Vladimir Putin) dan semua nyawa orang tak bersalah yang akan hilang dan hancur dan apa yang terjadi," kata Biden kepada wartawan.
KTT G20 yang dapat mempertemukan para pemimpin dunia dan menteri keuangan dari negara-negara anggota, akan berlangsung pada akhir Oktober di Bali.
Sebelumnya, kabar rencana Putin untuk menghadiri KTT ini diumumkan oleh Duta Besar Rusia di Indonesia, Lyudmila Vorobieva.
Kabar ini muncul menyusul seruan beberapa anggota agar Indonesia, sebagai ketua G20 saat ini tidak mengundang Rusia pada KTT tersebut.
"Tidak hanya G20, banyak organisasi berusaha untuk mengusir Rusia, reaksi Barat benar-benar tidak proporsional," kata Dubes Vorobieva, Rabu (23/3/2022).
Tanggapan Kemenlu
Kabar hadirnya Putin di KTT G20 di Bali menuai respons dari sejumlah negara seperti Australia, Inggris, Ukraina, serta Amerika Serikat.
Menanggapi hal ini, Duta Besar RI sekaligus Staf Khusus Program Prioritas Kemlu dan Co-Sherpa G20 Indonesia, Triansyah Djani mengatakan Rusia akan tetap diundang.
Sebagai presidensi G20, Indonesia akan mengundang seluruh anggota, termasuk negara pimpinan Presiden Vladimir Putin itu.
Diwartakan Tribunnews sebelumnya, Triansyah mengatakan diplomasi Indonesia selalu didasarkan pada aturan presidensi.

"Sebagai presidensi dan sesuai dengan presidensi-presidensi sebelumnya adalah untuk mengundang semua anggota G20, dan bahwa diplomasi Indonesia selalu didasarkan pada prinsip-prinsip base on principal."
"Oleh karena itu, memang kewajiban Presidensi G20 untuk mengudang semua anggotanya," kata Triansyah, Kamis (24/3/2022).
Group of Twenty atau G20 adalah kelompok yang terdiri 20 negara dengan perekonomian besar di dunia ditambah dengan Uni Eropa.
Awal terbentuknya G20 adalah pada tahun 1999, dengan tujuan membahas kebijakan dalam rangka mencapai stabilitas keuangan internasional.
Dukungan dari China
Vladimir Putin dilaporkan menyatakan kesediaannya untuk menghadiri KTT G20 akhir tahun ini di Indonesia, karena China mengatakan Rusia adalah "anggota penting".
Dubes Rusia Lyudmila Vorobieva mengatakan, Rusia tidak boleh diusir karena invasinya ke Ukraina, sebab G20 adalah forum ekonomi.
"Tergantung banyak, banyak hal, termasuk situasi Covid yang semakin baik. Sejauh ini niatnya, dia mau," kata Vorobieva, dikutip dari Independent.

Baca juga: Joe Biden Ingatkan China Konsekuensinya Jika Bantu Rusia
Baca juga: Kantor Kepresidenan Ukraina Bandingkan Tindakan Nazi dengan Militer Rusia
China pada Rabu mengatakan tidak ada anggota yang memiliki hak untuk mencopot yang lain.
"G20 adalah forum utama untuk kerja sama ekonomi internasional," kata jubir Kemenlu China, Wang Wenbin kepada wartawan.
"Rusia adalah anggota penting, dan tidak ada anggota yang berhak mengusir negara lain."
"G20 harus menerapkan multilateralisme yang nyata, memperkuat persatuan dan kerja sama," katanya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)