Kerangkeng manusia di Langkat: Penegakan hukum ‘berjalan lambat’ di tengah temuan keterlibatan aparat, mengapa polisi belum menetapkan tersangka?
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumatra Utara mengatakan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumatera Utara mengatakan pengusutan kasus dugaan kekerasan dan perbudakan di kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat "berjalan lambat".
Pegiat Kontras, Adinda Zahra Noviyanti, mengatakan lambatnya penanganan kasus ini, salah satunya, dipicu oleh adanya dugaan keterlibatan anggota TNI-Polri dalam kekerasan di kerangkeng itu.
Hal serupa disampaikan Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution, yang menyatakan "tarik menarik kekuatan politik lokal" yang dimiliki Bupati Langkat non-aktif, Terbit Rencana Perangin-angin, turut berpengaruh dalam kasus ini.
"Bahwa ada oknum-oknum yang selama ini terlibat, baik TNI-Polri, ormas, dan kekuatan lokal itu sedikit banyak mempengaruhi proses jalannya hukum dalam kasus ini," kata Maneger kepada BBC News Indonesia, Minggu (13/3).
Baca juga:
- Komnas HAM temukan 'besi panas, palu', alat dalam 26 bentuk kekerasan di kasus kerangkeng manusia
- Kerangkeng manusia, 'dugaan perbudakan modern' pekerja sawit, 'sangat mengejutkan dan pertama di Indonesia'
- Kerangkeng manusia di Langkat 'bukan tempat rehab' sebut BNN, mengapa didiamkan?
LPSK menduga "ada lebih banyak" oknum TNI-Polri yang diduga terlibat selama kerangkeng manusia itu beroperasi sejak 2010, yang juga harus diusut secara tuntas. Sedangkan temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menunjukkan anggota TNI-Polri diduga turut terlibat melakukan kekerasan.
Komnas HAM juga menyebut Bupati Terbit sebagai "aktor oligarki lokal", sehingga aparat penegak hukum "mengabaikan" perbudakan dan penganiayaan di kerangkeng itu selama belasan tahun.
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, mengatakan telah memberikan nama 19 orang, termasuk anggota TNI-Polri, yang diduga menjadi pelaku kekerasan.
Namun, polisi belum menetapkan satu pun tersangka hingga Minggu (13/3) sejak kerangkeng manusia itu ditemukan petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menggeledah rumah Bupati Terbit pada 19 Januari 2022.
Kepala Bidang Humas Polda Sumatera Utara, Komisaris Besar Hadi Wahyudi, membantah anggapan bahwa penanganan kasus ini berjalan lambat.
Dia juga membantah adanya dugaan bahwa proses penyidikan terpengaruh oleh keterlibatan anggota TNI-Polri maupun kekuatan politik yang dimiliki Bupati Terbit.
"Enggak ada itu. Penyidik bekerja profesional dan sesuai fakta. Anggota yang terlibat tidak akan ragu ditindak," kata Hadi kepada BBC News Indonesia.
Mengapa kasus ini dianggap berjalan lambat?
Adinda Zahra Noviyanti dari Kontras Sumatera Utara mengatakan polisi semestinya sudah memiliki alat bukti yang cukup, berdasarkan temuan di lapangan dan keterangan saksi, untuk menetapkan tersangka dalam kasus ini.
Tetapi, hingga hampir dua bulan sejak kerangkeng manusia itu pertama kali terungkap ke publik, polisi masih belum menetapkan satu pun tersangka.