Konflik Rusia Vs Ukraina
Di Tengah Kepungan Rusia, Bagaimana Pasokan Senjata Amerika dan NATO Bisa Mencapai Ukraina?
Inggris dan Amerika telah menyediakan persenjataan ke Ukraina sebelum invasi Rusia dimulai pada 24 Februari lalu.
TRIBUNNEWS.COM, KYIV - Inggris dan AS telah menyediakan persenjataan ke Ukraina sebelum invasi Rusia dimulai pada 24 Februari lalu.
Inggris sendiri mengirim 2.000 senjata ringan anti-tank (Nlaw).
Sementara sebagian besar negara NATO baru mulai mengirim persenjataan setelah invasi Rusia dimulai.
Secara keseluruhan, terdapat 14 negara yang memasok ribuan senjata anti-tank, termasuk Swedia dan Finlandia, walau keduanya punya sejarah sebagai negara netral dan bukan anggota NATO.
Jerman telah memasok 1.000 senjata anti-tank dan 500 rudal Stinger.
Negara-negara Balkan juga memasok ribuan senjata, termasuk rudal Stinger dan rudal Javelin—salah satu senjata anti-tank paling efektif di dunia dengan jangkauan 2,5km.
Belum diketahui peran Javelin dalam perang kali ini tapi Ukraina sejauh ini mengklaim telah sukses menghancurkan sejumlah tank T-72 milik Rusia.
Pasokan senjata baru-baru ini mencakup puluhan ribu senapan serbu, senapan mesin, ranjau anti-tank, dan ratusan ton amunisi. Turut disediakan pula lapisan baja pelindung tubuh, helm, dan persediaan obat-obatan.
Bagaimana pasokan senjata bisa mencapai Ukraina?
Dikutip dari BBC, Inggris mengatakan sedang "memfasilitasi" pengiriman senjata-senjata ini.
Namun, para pejabat dari negara-negara Barat tidak memberikan rincian bagaimana pasokan senjata bisa mencapai pasukan Ukraina.
Bukan rahasia bahwa selagi operasi militer Rusia berfokus ke bagian timur Ukraina, aliran orang dan barang dari bagian barat terus berlanjut via negara-negara tetangga.
BBC telah berbincang dengan Kementerian Pertahanan Estonia, Swedia, dan Denmark. Ketigannya mengonfirmasi pengiriman senjata mereka terlacak dan berhasil mencapai Ukraina baru-baru ini.
Lantas seberapa berpengaruhnya pasokan senjata dari Barat?
Persenjataan dari negara-negara Barat bisa berpengaruh, tapi hanya jika Ukraina punya pasukan yang mampu menggunakannya.
Justin Bronk, seorang peneliti kekuatan udara di lembaga kajian Royal United Services Institute, menjelaskan, kemampuan Ukraina untuk mempertahankan sistem pertahanan udara buatan era Soviet yang punya daya jangkau lebih jauh, memaksa pesawat-pesawat Rusia terbang rendah.
Tapi manuver ini justru membuat mereka lebih mudah kena hantam rudal pasokan Barat yang punya daya jangkau lebih pendek.
Tanpa sistem pertahanan udara dengan daya jangkau lebih jauh, pesawat-pesawat Rusia dapat terbang lebih tinggi guna menghindari sistem pertahanan udara dengan daya jangkau pendek.
Sementara itu, negara-negara Barat tengah mempertimbangkan untuk meningkatkan pasokan senjata ke Ukraina. Peluang sebelum Rusia memotong pasokan persenjataan boleh jadi lebih terbatas.
Menteri Luar Negeri AS, Anthony Blinken, telah berdiskusi dengan Polandia mengenai opsi pengiriman pesawat-pesawat Mig buatan Rusia ke Angkatan Udara Ukraina.
Namun, kalaupun itu bisa dilakukan, Ukraina perlu waktu untuk melatih pilot-pilotnya menerbangkan pesawat tersebut.
Singkat kata, pasokan persenjataan dari negara-negara Barat terbukti membantu Ukraina, tapi Ukraina masih perlu tentara yang paham cara menggunakannya.
Pasukan Ukraina Kursus Singkat Gunakan Misil Penghancur Tank
Anggota Pasukan Pertahanan Teritorial Ukraina melakukan kursus singkat setelah menerima senjata baru berupa misil penghancur tank jenis NLAW dan AT4.

Pelatihan singkat dilakukan di Kyiv pada Rabu 9 Maret 2022 tidak hanya mempelajari senjata buatan Jerman dan Swedia tetapi juga mempelajari peluncur granat portabel lainnya.

Kelebihan senjata tersebut adalah sangat praktis digunakan dan mudah dibawa ke medan manapun.

Sesuai fungsinya, misil anti-tank NLAW dan AT4 mampu menghancurkan tank-tank Rusia jenis apapun. Senjata tersebut merupakan standar NATO dan hanya boleh digunakan negara anggota atau atas persetujuan NATO.


Siapapun di Ukraina yang Serang Militer Rusia, Akan Menjadi Target
Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov memperingatkan bahwa semua upaya Ukraina untuk menyerang militer Rusia menggunakan senjata akan memicu reaksi.
"Jika seseorang dengan senjata di tangan mereka menyerang militer kami, mereka juga akan menjadi sasaran, tentu saja," kata Peskov, pada Kamis waktu setempat.
Dikutip dari laman TASS, Kamis (10/3/2022), pernyataan tersebut ia sampaikan untuk menanggapi keputusan pihak berwenang Ukraina yang mengizinkan warganya menggunakan senjata secara legal dalam melawan Rusia.
Peskov mengingatkan bahwa sejak awal Presiden Rusia Vladimir Putin meminta semua orang untuk meletakkan senjata mereka.
Baca juga: Menlu Rusia Sebut Pemimpin Barat Menggaungkan Isu Perang Nuklir
"Itu hanya untuk menjamin bahwa tidak ada yang akan menembak siapapun, dan perlawanan bersenjata sengit oleh Batalyon nasionalis-Batalyon Bandera, semua ini memaksa kami untuk membalas tembakan itu," tegas Peskov.
Peskov bahkan menegaskan bahwa target militer Rusia adalah semua orang yang melakukan perlawanan menggunakan senjata.
Komisi Eropa Perluas Sanksi untuk Rusia
Di pihak lain, sejumlah negara pun terus menekan Rusia untuk menghentikan invasinya ke Ukraina.
Tekanan terhadap Rusia dilakukan dalam bentuk sanksi ekonomi.
Seperti yang dilakukan Komisi Eropa baru-baru ini.
Komisi Eropa memperluas sanksi untuk Rusia dan Belarusia, yaitu dengan memasukan aset kripto ke dalam sanksi tambahan sebagai tanggapan atas konflik yang terjadi di Ukraina.
Dalam pernyataan Komisi Eropa pada Rabu (9/3/2022), mengatakan negara-negara anggota telah setuju untuk mengubah peraturan dengan tujuan agar sanksi yang diberikan terhadap Rusia dan Belarusia menjadi lebih efektif.
Komisi Eropa juga menyatakan, aset kripto berada di bawah cakupan sekuritas yang dapat dialihkan serta menambahkan, pinjaman dan kredit yang diberikan menggunakan kripto tidak akan diizinkan sebagai bagian dari tindakan keuangan yang dibatasi ini.
Baca juga: Hasil Pertemuan Rusia dan Ukraina Tidak Ada Kemajuan, Ukraina Menolak Tuntutan Rusia
Perluasan sanksi ini mengikuti keputusan yang diumumkan pada Februari lalu, bahwa Komisi Eropa akan menghapus beberapa bank Rusia dari jaringan pembayaran lintas batas SWIFT.
Komite Parlemen Eropa untuk Urusan Ekonomi dan Moneter juga bersiap untuk mengadakan pemungutan suara tentang kerangka peraturan untuk aset kripto di Uni Eropa pada 14 Maret mendatang.
Baik Amerika Serikat dan Uni Eropa, melihat Rusia berpotensi menggunakan mata uang digital untuk menghindari sanksi yang digambarkan oleh beberapa orang sebagai “perang ekonomi.”
Pada hari Rabu (9/3/2022), Presiden Amerika Serikat Joe Biden, menandatangani perintah eksekutif yang mengharuskan lembaga pemerintah untuk mengoordinasikan dan mengkonsolidasikan kebijakan pada kerangka kerja nasional untuk kripto.
Baca juga: Menlu Rusia: Jalur Belarus Tetap Jadi Fokus Dialog Rusia dan Ukraina
Selain sanksi dari anggota parlemen, bisnis swasta seperti perusahaan makanan cepat saji McDonald's hingga perusahaan kartu kredit besar seperti Visa dan Mastercard, mengumumkan akan mengurangi bisnis mereka di Rusia dan Belarus atau sepenuhnya menghentikan operasi di kedua negara sebagai tanggapan atas serangan Rusia pada Ukraina.
Pertukaran kripto, Binance juga mengatakan mereka tidak akan menerima pembayaran dari dua kartu kredit utama yang dikeluarkan di Rusia.