Sabtu, 4 Oktober 2025

Kisah Unik

Raja Edward VII, Dalang di Balik Perang Dunia Pertama. Siapa Dalang Perang Rusia vs Ukraina?

Perang bisa dipicu oleh perbedaan agama, perebutan pengaruh atau wilayah, rebutan sumber daya ekonomi, dan terutama rebutan negara jajahan.

Editor: cecep burdansyah
zoom-inlihat foto Raja Edward VII, Dalang di Balik Perang Dunia Pertama. Siapa Dalang Perang Rusia vs Ukraina?
Istimewa
Raja Inggris Edward VII yang berkuasa singkat sembilan tahun, 1901-1910.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Nothing is new under the sun.

Dalam sejarahnya, perang mewarnai peradaban manusia. Penulis klasik Charles Darwin dan penulis kontemporer Jareed Diamond sudah meyakini dan menuliskannya dalam bukunya masing-masing.

Sejak anak Adam dan Hawa, Habil dan Qabil bertengkar, umat manusia pun selalu berkonflik yang diakhiri peperangan. Mulai dari perang saudara, perang antar negara, hingga perang besar yang melibatkan negara-begara besar seperti perang dunia.

Perang selalu mempunyai alasan dari masing-masing yang terlibat. Bahkan sampai muncul istilah dalam Bahasa Latin, “Si Vis Pacem, Para Bellum”. Artinya, “Jika Anda mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang“.

Tak jelas siapa yang pertama kali memunculkan ungkapan tersebut, meskipun ada yang meyakini  penulis militer Romawi, Publius Flavius Vegetius Renatus.

Perang bisa dipicu oleh perbedaan keyakinan atau agama, perebutan pengaruh atau wilayah, rebutan sumber daya ekonomi, dan terutama rebutan negara jajahan.

Dalam Perang Dunia Pertama, Raja Inggris Edward VII yang berkuasa antara 1901-1910, merupakan dalang di balik meletusnya perang dunia. Meskipun memerintah singkat, hanya sembilan tahun, ia mempunyai obsesi untuk menjadikan Inggris bertahan sebagai pendominasi dunia.

Tentu saja, dalam perang Rusia versus Ukraina yang dikhawatirkan memicu perang dunia ketiga, pasti ada aktor intelektualnya. Tapi siapakah dia?

Ada yang menuduh NATO (barat), tak sedikit pula yang menuding Rusia. Tapi tentu kedua pihak akan membantahnya. Yang jelas, kedua pihak punya alasannya masing-masing. Yang jelas lagi dan getir, rakyat Ukraina-lah yang jadi korban, termasuk anak-anak, akibat ambisi kedua kubu.

Pengaruh Revolusi Industri

Raja Edward VII menyusun skenario perang dunia pertama sejak awal abad 20. Ia dengan sadar menginginkan terjadinya perang besar yang melibatkan negara-negara berpengaruh di Eropa, untuk memadamkan pengaruh Jerman.  

Perang dunia yang memakan banyak korban jiwa dari kedua kubu itu melibatkan dua kekuatan. Kekuatan pertama, yaitu Sekutu.

Kubu sekutu disebuat Entente Triple. Terdiri dari Monarki Inggris, Republik Perancis, Kekaisaran Rusia, Kerajaan Belgia, Kerajaan Serbia, Kekaisaran Jepang, Kerajaan Italia, Kerajaan Rumania, Amerika Serikat, Kerajaan Yunani. Rusia kemudian mundur dan berdamai dengan Jerman pada 1918.

Lawannya adalah kubu Sentral, yang disebuat Triple Alliance. Terdiri dari Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Austro-Hongaria, Kekaisaran Turki-Ottoman, Kerajaan Bulgaria.  

Perang Dunia Pertama bisa dikatakan pengaruh dari keberhasilan revolusi industri di Eropa, dan Inggris sebagai pelopornya.

Penemuan berbagai teknologi canggih di Inggris yang menjalar ke seluruh daratan Eropa itu membuat Inggris sang penguasa, berkat keberhasilan membangun armada laut. Ia menerapkan kebijakan permainan isolasi cantik (splendid isolation). Artinya, sebagai negara paling kuat dan mendominasi di Eropa, Inggris tak memerlukan negara lain.

Tapi kebijakan permainan isolasi cantik ini terpaksa harus diubah karena lambat tapi pasti, Jerman semakin mengimbangi dominasi Inggris berkat kecanggihan teknologinya. Perubahan kebijakan tersebut dilakukan Raja Edward VII yang naik takhta pada 1901.   

Inggris tak rela dominasinya harus diimbangi Jerman, apalagi dikalahkan. Caranya, membenturkan negara dengan figur pemimpin paling berpengaruh, seperti Perancis, Rusia, Jepang, Belgia, Italia, Serbia dan Amerika Serikat diajak kerja sama.

Raja Edward VII juga juga sadar, pihak swasta yang telah berjasa dalam membangun infrastruktur di Inggris dan tiap negara di Eropa, dipengaruhinya untuk diajak bekerja sama.

Berawal dari Kecemasan

Raja Edward VII memang lihay. Agar Perancis, Rusia, Jepang dan negara berpengaruh lainnya bisa masuk ke dalam sekutunya, maka ia memberi konsesi yang menguntungkan untuk negara-negara tersebut.

Namun keliahaian itu dipicu oleh kecemasan Raja Edward VII melihat gepolitik dan ekonomi yang makin kuat, dan Jerman, Jepang, Rusia, Amerika Serikat selangkah demi selangkah membangun aliansi.

Di Rusia ada sosok agung yang sangat dihormarti karena keberhasilannya membangun Rusia. Dialah Sergei Witte yang 11 tahun jadi arsitek utama kemajuan industri Rusia di akhir abad 19 (1892-1903). Antara lain membangun tranportasi darat antara negara Eropa.

Witte yang pintar kemudian membangun kerjasama ekonomi dengan Perancis melalui Gabriel Hanotaux, dan berhasil membuka pasar modal bagi Rusia. Uangnya terus dipakai Wiite ekspansi membangun jalur kereta api.

Program Witte berhasil. Jika antara 1879-1892 jalur kereta api hanya sepanjang 5.466 KM yang dibuka, berkat Witte menjadi 14.814 KM sepanjang tahun 1892-1901.

Kesuksesan membangun jalur kereta api berkat jasa Rusia dan Perancis itu mempersingkat waktu jarak tempuh jalur trans Siberia yang merupakan jembatan darat Eropa-Asia. London-Shanghai pun dua kali lebih cepat ketimbang rute laut yang jadi unggulan Inggris.

Di Prancis, Gabriel Hanotaux sebagai Menteri Luar Negeri merupakan sosok agung. Programnya antara lain, memperkuat aliansi Rusia-Perancis, mengendurkan ketegangan Perancis dengan Jerman akibat perang Franco-Rusia yang memperebutkan perbatasan, dan memperkuat serangkaian perjanjian internasional untuk memperkuat posisi Perancis di Afrika Barat dan Tengah, yaitu Danau Chad dengan maksud menghalangi Inggris merebut seluruh Afrika Timur.

Kombinasi kecakapan Witte dalam industri transportasi darat dan kecekatan Gabriel dalam diplomasi, pada 1895 keduanya sukses menarik koalisi Rusia, Jerman dan Perancis.

Raja Edward VII yang mulai berkuasa pada 1901, cemas melihat kesuksesan serangkaian kerjasama Perancis-Rusia yang dirintis akhir abad 19 itu. Keamburkan dominasi Inggris di ambang mata. Tak ada cara lain, untuk menggagalkan koalisi negara-negara berpengaruh di Eropa itu selain membenturkan Rusia, Perancis, Jerman dan lainnya.

Raja Edward VII bukan orang sembarangan. Ia lihay memaksimalkan kemampuannya untuk mencapai tujuan menumbangkan Jerman. Segala sumber daya ia kerahkan tanpa harus terlihat nyata.

Pertama, ia membentuk jaringan politik internal di luar pemerintahan resmi Inggris, menggandeng politikus dan aparat cakap yang setia menjalankan propaganda Sekutu, merekrut para pemikir, media, dan agen mata-mata.

Kedua, mengakhiri permainan cantik isolasi, yang tadinya menutup diri sebagai tanda kesombongan adikuasa di Eropa, di masa kekuasaannya justru merangkul Perancis, Rusia, Jepang, Amerika Serikat.

Persisnya, inilah skenario Raja Edward VII dalam menjatuhkan kebangkitan Jerman yang ia rintis sejak naik tahkta pada 1901.

1.    Menggagas peran Rusia vs Jepang, menyebarkan agen-agennya untuk memicu revolusi tahun 1905. Kemudian menandatangani perjanjian dengan Jepang dengan memberikan peluang bebas kepada Admiral Togo untuk menyerang Pelabuhan Rusia, Port Arthur pada 1904.

2.    Setelah Rusia hancur, Raja Edward VII mengalihkan langkah untuk menumbangkan Perancis. Usaha Menteri Luar Negeri Perancis Gabriel Hanotaux membatasi ekspansi Inggris di Afrika disabotaseu melalui misi gagal Perancis di Fashoda, Sudan 1898. Misi gagal itu dipimpin Kapten Marchan Declasse yang merupakan saingan utama Gabriel.

Edward VII kemudian memanfaatkan kegagalan misi Perancis itu dengan melancarkan teror ke masyarakat Perancis dengan cara Jerman fobia, sehingga citra Jerman jelek. Dua agen Raja Edward VII berhasil menjadikan Perancis masuk orbit Inggris.

3.    Raja Edward VII memicu konflik Perancis – Jerman di Maroko.

4.    Raja Edward VII menarik Norwegia, Swedia, Spanyol dan Portugis ke orbit Inggris untuk mengisolasi Jerman.

5.    April 1904, Raja Edward VII  bertemu dengan agennya, yaitu Menteri Luar Negeri Rusia Alexander Izvolski, untuk menawarkan koalisi Rusia-Inggris, lalu terjadilah kesepekatan Rusia-Inggris pada September 1907.

Langkah Edward VII itu menuai sukses besar. Jerman kehilangan negara Perancis dan Rusia yang sudah terjalin berkat Witte-Gabril. Bahkan Inggris sukses memprovokasi Perancis terkait perbatasan kedua negara itu, yakni Alsace-Lorraine. Perancis pun memusuhi Jerman.

Akibat krisis Balkan, Rusia juga makin muak pada Jerman, dipicu upaya Jerman mencegah ekspansi Rusia ke wilayah Balkan.

Tujuan Raja Edward VII akhirnya berhasil merekrut Perancis, Rusia, Jepang dan Amerika Serikat sebagai pion politiknya meskipun ia sendiri tak menyaksikan peristwa berdarah itu, karena meninggal pada 1910.  Perang Dunia pertama tetap meletus pada 1914 karena skenario Raja Edward VII terlanjur matang di tangan anak buahnya, dan dilanjutkan penerusnya, Raja George V. Perang berakhir pada 1918 dengan kekalahan Jerman.

Tak heran, dalam perang Rusia vs Ukraina pun dipastikan ada dalangnya. Tapi kita tak bisa menuduh sembarangan siapa otak di balik perang tersebut yang bisa memciu perang dunia ketiga, kecuali mengarahkan telunjuk kepada pelaku politik global yang punya ambisi berkuasa.(cep)

Seperti dituturkan Alfi Arifian, dalam bukunya, “Sejarah Lengkap Perang Dunia I (1914-1918).”, Penerbit Sociality Yigyakarta 2020.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved