Senin, 6 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Mengupas Tiga Akar Masalah Krisis Rusia vs Ukraina, Presiden Putin Tidak Mau Kejayaan Soviet Hilang

Dengan rontoknya Uni Soviet tahun 1991, Rusia kehilangan 14 bekas republiknya. Akan tetapi, bagi Rusia kehilangan Ukraina bagaikan menelan pil pahit

Editor: Domu D. Ambarita
AFP/ARIS MESSINIS
Seorang wanita Ukraina, terluka berdiri di luar sebuah rumah sakit setelah pemboman kota Chuguiv di Ukraina timur, Kamis 24 Februari 2022, ketika angkatan bersenjata Rusia menyerang Ukraina dari beberapa arah. Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan peluncuran serangan besar-besaran. (Photo by Aris Messinis/AFP) 

Selain itu, setidaknya sepertiga dari seluruh penduduk Ukraina (sekitar 44 juta jiwa) sebagian besar tinggal di bagian timur  yang dekat dengan perbatasan Rusia, berbicara bahasa Rusia dan merasa sebagai orang Rusia. Orang Ukraina yang tinggal di bagian barat dan utara, juga berbicara bahasa Rusia secara luas.

Baca juga: NATO Kerahkan Pasukan ke Negara-negara Tetangga Ukraina, Apakah Seruan Presiden Zelensky Didengar?

 
Makna Geostrategis

Perluasan NATO ke timur dipandang Moskwa sebagai sebuah ancaman nyata. Sejak Perang Dingin berakhir, NATO telah memperluas ke timur dengan mengambil di 14 negara baru, termasuk negara-negara bekas Pakta Warsawa dan tiga negara Baltik (Estonia, Latvia, dan Lithuania) yang pernah menjadi bagian republik Soviet.

Perluasan itu oleh Moskwa dianggap sebagai pelanggaran, yakni melanggar “garis merah”. Selama ini Rusia selalu menyatakan bahwa AS dan NAO telah berjanji tidak akan berekspansi ke timur, di luar perbatasan bekas Jerman Timur, di akhir era Perang Dingin.

Rusia berasumsi bahwa negara-negara itu tidak dapat memilih sendiri aliansi (militer) mana yang akan mereka masuki. Sementara AS dan NATO berpendapat bahwa Rusia tidak dapat memutuskan siapa yang bergabung dengan aliansi militer itu.

Negara-negara itu memiliki kebebasan penuh untuk memilih. Tetapi, Rusia tidak bisa menerima itu (Alexandra M. Vacroux, 2022).

Ukraina bukan (belum) anggota NATO. Tetapi, pada KTT NATO di Bucharest, Romania (2008) dikeluarkan sebuah deklarasi yang menyatakan, “NATO menyambut baik aspirasi Georgia dan Ukraina untuk menjadi anggota NATO. Kami hari ini menyetujui bahwa negara-negara itu akan menjadi anggota NATO.”

Sejak penyingkiran presiden Ukraina yang pro-Moskwa pada tahun 2014, Ukraina bergerak makin mendekati Barat. Bahkan ikut latihan militer bersama NATO dan menerima bantuan rudal anti-tank Javelin dari AS dan pesawat tak berawak dari Turki yang anggota NATO.

Tentu hal itu membuat Moskwa tidak sangat senang. Rusia memiliki kepentingan strategis untuk tetap menguasai Ukraina. Dengan tetap mengontrol Ukraina, maka Rusia akan tetap mempertahankan Ukraina sebagai buffer antara NATO, Uni Eropa dan Rusia. 

Jelas bagi Rusia, Ukraina memiliki nilai strategis penting.  Ukraina (juga Belarusia) menjadi pintu masuk dari Eropa ke Rusia.

Karena itu, kalau pada akhirnya pecah perang, tujuannya adalah untuk menegaskan kembali kendali dan pengaruh Rusia di Ukraina yang disebutnya sebagai “tanah Rusia.”

Bagi Moskwa, perang hanya bisa diurungkan kalau: NATO mengakhiri ekspansinya, kembali sebelum ekspansi, dibongkaran senjata nuklir AS dari Eropa, dan penegasan kembali wilayah pengaruh Rusia.

Rusia tetap akan berusaha keras bahwa sekurang-kurangnya tiga negara—Ukraina dan Belarusia (pintu barat), serta Georgia (pintu selatan)—tidak akan pernah masuk dan menjadi bagian blok militer dan ekonomi Barat, tetapi tetap dapat dikendalikan oleh Moskwa. Rusia telah kehilangan tiga negara Baltik. 

Maka jika Ukraina juga Belarusia bergabung juga (dengan NATO dan UE),  front Barat Rusia akan tampak lebih lemah dan tidak aman di mata Kremlin.

Tetapi, apakah Ukraina—juga Belarusia—akan segera menjadi anggota NATO, yang berarti akan memicu konflik besar? Rasanya, untuk saat ini, selagi Ukraina masih “menjadi wilayah panas”, maka mimpinya untuk menjadi anggota NATO masih harus melalui malam panjang.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved