Senin, 6 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Mengupas Tiga Akar Masalah Krisis Rusia vs Ukraina, Presiden Putin Tidak Mau Kejayaan Soviet Hilang

Dengan rontoknya Uni Soviet tahun 1991, Rusia kehilangan 14 bekas republiknya. Akan tetapi, bagi Rusia kehilangan Ukraina bagaikan menelan pil pahit

Editor: Domu D. Ambarita
AFP/ARIS MESSINIS
Seorang wanita Ukraina, terluka berdiri di luar sebuah rumah sakit setelah pemboman kota Chuguiv di Ukraina timur, Kamis 24 Februari 2022, ketika angkatan bersenjata Rusia menyerang Ukraina dari beberapa arah. Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan peluncuran serangan besar-besaran. (Photo by Aris Messinis/AFP) 

Dewan legislatif Ukraina pada 16 Juli 1990 memproklamasikan kedaulatan Ukraina, dan 24 Agustus 1991, Ukraina menyatakan merdeka; sebuah langkah politik yang kemudian ditegaskan oleh plebisit pada 1 Desember 1991. Dan dengan pembubaran Uni Soviet, Desember 1991, Ukraina memperoleh kemerdekaan penuh.

Mengapa dengan kehilangan Ukraina, Rusia seperti menelan pil sangat pahit? Kedua negara, sejak abad ke-9 sudah ada hubungan ketika Kyiv menjadi ibu kota Kyivan Rus, negara Slavic timur pertama yang pada abad ke-10 dan ke-11 merupakan negara terbesar dan terkuat di Eropa.

Pada tahun 988, penguasa Kyivan Rus yakni Pangeran Agung Vladimir memperkenalkan Kristen Ortodoks ke Rusia.

Baca juga: Perbandingan Militer Rusia dan Ukraina: Anggaran Beda 10 Kali Lipat, Ukraina Tak Miliki Kapal Selam

 
Lebih dari 700 tahun kemudian, 18 Januari 1654, Rusia dan Ukraina menandatangani Perjanjian Pereyaslav (PerejasLaw).

Perjanjian yang dilakukan Rada (Dewan) tentara Cossack di Ukraina ini menjadi dasar penyerahan Ukraina kepada kekuasaan Rusia yang ketika itu di bawah kekuasaan Tsar Alexis (1629-1676).

Kedua negara berbicara bahasa yang dekat, bisa saling memahami. Banyak orang Rusia merasakan hubungan yang istimewa dengan Ukraina; suatu perasaan yang tidak mereka rasakan dalam hubungan dengan negara-negara bekas Soviet lainnya di Baltik, Kaukasus, dan Asia Tengah.

Karena itu, Putin dalam sebuah artikel, 12 Juli 2021, “On the historic unity of Russians and Ukrainians” yang dipublikasikan dalam website Kremlin menyatakan, Rusia dan Ukraina adalah satu bangsa yang  berbagi “satu ruang bersejarah dan spiritual.”

Dan, munculnya “tembok” di antara mereka dalam beberapa tahun tahun terakhir adalah tragis.

Meskipun Putin menyebut karyanya “analitis dan berdasarkan fakta sejarah, peristiwa, dan dokumen”, memunculkan diskusi di kalangan sejarawan.

Beberapa menyatakan bahwa dalam artikel itu  “ada kesalahan mendasar”, “manipulasi”, dan “fobia.” Kyiv, juga menolak tegas argumen Putin tersebut dan menyatakan, apa yang dikatakan Putin sebagai argumen versi sejarah yang bemotivasi politik dan terlalu disederhanakan.

Artikel Putin itu ditanggapi koran Inggris,  Observer (5 Desember 2021): “Rusia berpandangan bahwa Ukraina adalah wilayah curian (dicuri dari Rusia) yang memiliki hak alami telah berakar pada zaman Tsar dan sebelumnya. Orang Ukraina (dan orang Belarusia) biasa disebut ‘orang Rusia kecil’.

Narasi pribumi menekankan sejarah bersama dan keyakinan bersama yang menghubungkan dua ras Slavia timur yang bersaudara. Putin telah berulang kali menyatakan bahwa ‘Rusia dan Ukraina adalah satu bangsa’.

Obsesi Putin terhadap Ukraina yang disebut sebagai “tanah Rusia” adalah diambil kembali. Diambil kembali dari kekuasaan pengaruh AS dan negara-negara Eropa sekutunya.

Karena Ukraina adalah “tanah Rusia”, Rusia berhak untuk memutuskan masa depannya dan menjadi seperti apa.

Dunia Rusia menyatakan orang-orang Ukraina (orang-orang Rusia Kecil) dan orang-orang Belarusia (orang-orang Rusia Putih) di bawah kepemimpinan Rusia (Rusia Raya). Inilah yang oleh Putin—seperti di era para Tsar—sebagai bangsa pan-Rusia atau obshcherusskiy narod (Taras Kuzio, 2022).

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved