Selasa, 7 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Situasi Rusia-Ukraina Semakin Memanas, Pemerintah RI Rencanakan Evakuasi WNI

Indonesia berharap adanya negosiasi untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi Rusia dan Ukraina.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
AFP/ANDREI PUNGOVSCHI
Peralatan militer oleh Angkatan Darat AS yang diangkut dari Jerman ke Rumania digambarkan di dalam pangkalan militer, pada 10 Februari 2022, di Ramnicu Valcea, Rumania. - Presiden AS Joe Biden mengumumkan pekan lalu bahwa ia mengirim 1.000 tentara ke Rumania dan 2.000 ke Polandia, karena Rusia menolak untuk menarik kembali pasukan yang ditempatkan di perbatasan Ukraina. (Photo by Andrei PUNGOVSCHI / AFP) 

Para pejabat negara Barat mengaku bahwa mereka tidak percaya Putin telah membuat keputusan untuk menyerang.

Namun dikombinasikan dengan penumpukan pasukan Rusia baru-baru ini di perbatasan timur Ukraina dan di Krimea, begitu pula di Belarus dan kapal pendarat amfibi serta kapal perang lainnya berkumpul di lepas pantai Ukraina, tentu akan menciptakan ketegangan di sekitar wilayah Ukraina.

"Ini adalah momen berbahaya bagi keamanan Eropa, waktu peringatan untuk kemungkinan serangan akan turun," kata Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg.

Ia menggambarkan pengerahan militer Rusia ke Belarus sebagai yang terbesar sejak akhir Perang Dingin.

Di sisi lain, konferensi pers bersama di Moskwa yang dilakukan oleh para diplomat tinggi Inggris dan Rusia menawarkan tampilan nyata dari pandangan dunia yang 'bentrok' dan telah membuat krisis di Ukraina tampak hampir mustahil untuk diselesaikan.

Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss melakukan kunjungan yang dijadwalkan dengan tergesa-gesa.

Ia bahkan mengulangi peringatan negara Barat bahwa invasi ke Ukraina akan mengakibatkan 'konflik yang berkepanjangan dan berlarut-larut'.

Tidak hanya itu, Truss menegaskan Rusia perlu menarik kembali 130.000 tentaranya yang diperkirakan pejabat AS dan Ukraina telah berkumpul di dekat perbatasan Ukraina.

Mendengar permintaan Truss, Lavrov pun membalas dengan mengulangi pernyataan pemerintah Rusia bahwa langkah Rusia tidak mengancam siapapun, oleh karena itu tidak ada alasan untuk mengurangi eskalasi.

"Pertama-tama, anda harus membuktikan kepada saya bahwa kami lah yang menciptakan situasi tegang ini. Barat berusaha membuat tragedi dari ini, sementara ini justru semakin mirip dengan komedi," kata Lavrov.

Ia menolak gagasan yang menyebut invasi Rusia sebagai perbatasan lelucon.

Sementara itu Presiden Prancis Emmanuel Macron berusaha untuk memberikan nada konstruktif setelah melakukan pertemuan pada Senin lalu dengan Putin selama 5 jam di Moskwa.

Ini menunjukkan bahwa ada sedikit optimisme yang muncul dari kunjungan yang sempat dilakukan Truss.

"Sejujurnya saya kecewa karena kita melakukan percakapan 'antara orang bisu dengan orang tuli'. Seolah-olah kita saling mendengar, tetapi tidak mendengarkan," tegas Lavrov.

Rusia telah membuat serangkaian tuntutan kepada negara Barat, termasuk mengurangi kehadiran militer NATO di Eropa Timur ke tingkat tahun 1990-an, dan menjamin bahwa Ukraina tidak akan pernah bisa bergabung dengan NATO.

Namun AS telah menyebut tuntutan itu sebagai 'bukan permulaan' dan malah menawarkan serangkaian proposal yang ditujukan untuk pengendalian senjata.

Terlepas dari kebuntuan yang tampak antara sederet negara pengendali dunia itu, upaya diplomatik negara Barat saat ini terus berlanjut.

Di Berlin, Kanselir Jerman Olaf Scholz melakukan pertemuan dengan para pemimpin Estonia, Latvia dan Lithuania, yang semuanya berbatasan dengan Rusia.

Ketiga negara Baltik ini menyambut baik komitmen Jerman baru-baru ini untuk mengirim tambahan 350 tentara ke misi NATO yang dipimpin Jerman di Lithuania.

Namun mereka mengaku frustrasi dengan keputusan Jerman untuk tidak memasok senjata pertahanan ke Ukraina dan mengisyaratkan bahwa sebagai sekutu utama NATO, Jerman harus menopang pengeluaran militernya.

Selanjutnya, Menteri Pertahanan Inggris, Ben Wallace diperkirakan akan mengunjungi Moskwa pada Jumat ini untuk bertemu dengan mitranya dari Rusia.

Lalu minggu depan, Kanselir Jerman Scholz akan berada di Moskwa untuk berbicara dengan Putin.

Ketua Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Mark A Milley pun menghubungi mitranya dari Belarusia, Mayor Jenderal Viktor Gulevich.

Peralatan militer oleh Angkatan Darat AS yang diangkut dari Jerman ke Rumania dari pangkalan militer, pada 10 Februari 2022, di Ramnicu Valcea, Rumania. - Presiden AS Joe Biden mengumumkan pekan lalu bahwa ia mengirim 1.000 tentara ke Rumania dan 2.000 ke Polandia, karena Rusia menolak untuk menarik kembali pasukan yang ditempatkan di perbatasan Ukraina. (Photo by Andrei PUNGOVSCHI / AFP)
Peralatan militer oleh Angkatan Darat AS yang diangkut dari Jerman ke Rumania dari pangkalan militer, pada 10 Februari 2022, di Ramnicu Valcea, Rumania. - Presiden AS Joe Biden mengumumkan pekan lalu bahwa ia mengirim 1.000 tentara ke Rumania dan 2.000 ke Polandia, karena Rusia menolak untuk menarik kembali pasukan yang ditempatkan di perbatasan Ukraina. (Photo by Andrei PUNGOVSCHI / AFP) (AFP/ANDREI PUNGOVSCHI)

Pentagon menyampaikan bahwa keduanya membahas 'masalah terkait keamanan regional yang memprihatinkan' yang bertujuan untuk 'mengurangi kemungkinan salah perhitungan'.

Di sisi lain, Truss kembali menegaskan bahwa fakta dari penumpukan pasukan Rusia tentu dapat 'berbicara sendiri'.

Bahasa langsungnya adalah bukti dari garis keras yang dihadapi Inggris dalam krisis saat ini, menuduh rencana Rusia untuk mengkudeta Ukraina dan menyediakan persenjataan antitank untuk Ukraina.

"Tidak ada keraguan bahwa penempatan lebih dari 100.000 tentara secara langsung ditempatkan untuk mengancam Ukraina. Jika Rusia serius tentang diplomasi, mereka perlu memindahkan pasukan itu," kata Truss.

Sementara itu Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson mengatakan selama kunjungannya ke markas NATO di Brussels Belgia pada Kamis kemarin bahwa ia tidak berpikir Rusia telah membuat keputusan apakah akan meluncurkan invasi.

"Tapi itu bukan berarti tidak mungkin sesuatu yang benar-benar bencana bisa terjadi dalam waktu dekat," kata Johnson.

Sejauh ini Putin telah membuat dunia menebak-nebak 'apa niatnya yang sebenarnya', menandakan bahwa ia terbuka untuk melanjutkan negosiasi atas tuntutannya untuk membentuk kembali arsitektur keamanan Eropa, sambil mengisyaratkan prospek perang habis-habisan dengan negara Barat.

Namun Lavrov mengatakan bahwa setiap ancaman Rusia terhadap Ukraina adalah fiksi murni.

Ini merupakan pendekatan penyangkalan terhadap kenyataan yang menggemakan bahwa Rusia menolak untuk mengakui dukungan militernya terhadap separatis di Ukraina timur atau campur tangannya dalam pemilihan Amerika pada 2016 lalu.

Lavrov bahkan menyatakan bahwa Rusia sangat khawatir tentang kedutaan negara Barat yang menarik personel mereka di Kyiv, ibu kota Ukraina, sehingga Rusia juga berencana untuk melakukannya.

"Kami mulai berpikir bahwa mungkin Anglo-Saxon sedang mempersiapkan sesuatu. Jika mereka mengevakuasi karyawan mereka, kami mungkin juga akan merekomendasikan agar personel yang tidak penting dari lembaga diplomatik kami untuk sementara pulang ke Rusia," kata Lavrov yang berdiri di sebelah Truss.(Tribun Network/fit/ras/nytimes/wly)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved