Kirim Pesan ke Ukraina, Rusia: Tidak Ingin Perang, Tapi Tak akan Biarkan Kepentingan Kami Diabaikan
Rusia mengirimkan sinyal terkuatnya sejauh ini bahwa pihaknya tidak ingin berperang dan akan melakukan negosiasi bersama AS, Jumat (28/1/2022).
Pemimpin Belarusia, Alexander Lukashenko, yang juga sekutu dekat Rusia mengatakan bahwa negaranya sama sekali tidak tertarik pada perang, Jumat (28/1/2022).
Ia menyebut konflik akan pecah jika hanya Belarusia atau Rusia diserang lebih dulu.
Intelijen Jerman Sebut Moskow Belum Memutuskan

Rusia bersiap untuk menyerang Ukraina, tetapi belum memutuskan apakah akan melakukannya, kata kepala badan intelijen luar negeri Jerman (BND).
"Saya percaya bahwa keputusan untuk menyerang belum dibuat," kata Bruno Kahl kepada Reuters dalam sebuah wawancara.
"Krisis dapat berkembang dalam ribuan cara," tambahnya, dikutip dari Al Jazeera.
Ia menjelaskan prediksi skenario Rusia, termasuk langkah untuk mengacaukan pemerintah Ukraina di Kyiv atau untuk mendukung separatis di timur.
Kahl menolak berkomentar tentang jenis sanksi yang harus dijatuhkan terhadap Rusia jika terjadi serangan.
Namun, ia mendukung pendekatan Jerman untuk membuat Moskow tidak mengetahui langkah apa yang mungkin akan dilakukan.
Awal Mula Konflik Rusia-Ukraina
Ukraina merupakan bagian dari Kekaisaran Rusia selama berabad-abad sebelum menjadi Republik Uni Soviet dan merdeka saat Uni Soviet bubar pada 1991.
Dilansir Al Jazeera, sejak saat itu Ukraina menjalin hubungan dekat dengan Barat dan melepaskan warisan Kekaisaran Rusia.
Pada 2014, terjadi kerusuhan besar yang disebut Revolution of Dignity di Ukraina karena mantan Presiden Viktor Fedorovych menolak perjanjian asosiasi dengan Uni Eropa demi hubungan yang lebih dekat dengan Moskow.
Ini menyebabkan protes besar-besaran untuk menggulingkan Fedorovych dari jabatannya.

Baca juga: Presiden AS Joe Biden Ancam Sanksi Pribadi Terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin Terkait Ukraina
Baca juga: Situasi Memanas, Ini Akar Konflik Ukraina dan Rusia hingga NATO Kirim Bantuan
Menanggapi hal ini, Rusia kemudian mencaplok Semenanjung Krimea di Ukraina dan mendukung kelompok pemberontak separatis di timur Ukraina.