Jadi Satu-satunya Kandidat, Tedros Adhanom Ghebreyesus Dipastikan Terpilih Kembali sebagai Ketua WHO
Tedros Adhanom Ghebreyesus dipastikan akan kembali memimpin WHO, ia dapat dukungan luas dari berbagai negara.
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dipastikan mengamankan posisinya untuk periode keduanya.
Dilansir France24, pemungutan suara prosedural yang dilakukan pada hari Selasa (25/1/2022) menjadikan Tedros sebagai satu-satunya kandidat untuk pemilihan kepemimpinan pada bulan Mei mendatang.
Dewan eksekutif WHO mengadakan pemungutan suara rahasia yang menyetujui pencalonannya sebagai satu-satunya kandidat untuk jabatan direktur jenderal.
Pemimpin badan kesehatan PBB pertama yang berasal dari Afrika itu mengatakan dia sangat berterima kasih atas dukungan yang ia terima.
"Saya benar-benar kehilangan kata-kata," kata Tedros yang tampak tersentuh.
Hampir semua dari 34 anggota dewan, yang mewakili negara-negara dari seluruh dunia, mendukung pencalonannya.
Baca juga: Beda Pendapat Tedros dengan Laporan WHO: Kecelakaan Laboratorim Wuhan Mungkin Jadi Muasal Covid-19
Baca juga: Apa Bahaya Stunting pada Anak? Permasalahan Gizi Menjadi Isu Kesehatan Global Menurut WHO

Hanya tiga suara yang tidak ia dapatkan, yaitu suara perwakilan dari Tonga, Afghanistan, dan Timor Timur yang tidak hadir.
Dengan demikian, mantan menteri kesehatan dan luar negeri Ethiopia itu dipastikan akan terpilih kembali sebagai direktur jenderal.
Mei mendatang, 194 negara anggota WHO akan memberikan suara mereka dalam pemilihan direktur jenderal berikutnya.
Tedros, salah satu tokoh yang paling dikenal dari perjuangan global melawan Covid-19, mengakui bahwa masa jabatan lima tahun pertamanya "menantang dan sulit".
Ia mengatakan bahwa merupakan suatu kehormatan besar telah diberi kesempatan untuk melanjutkan pertarungan tersebut.
Oposisi dari Negara Sendiri
Sejak Covid-19 muncul lebih dari dua tahun lalu, spesialis malaria berusia 56 tahun itu mendapat banyak pujian atas caranya memimpin WHO.
"Kami menghargai tidak hanya kepemimpinan Anda selama periode ini, tetapi juga kemanusiaan dan kasih sayang Anda," kata perwakilan Korea Selatan Kim Ganglip, berbicara untuk negara-negara kawasan Pasifik barat WHO.
Negara-negara Afrika juga senang dengan perhatian yang diberikan ke benua itu dan pada kampanye Tedros yang tanpa henti agar negara-negara miskin menerima bagian yang adil dari vaksin Covid-19.
Ironisnya, pihak oposisi utama terhadap Tedros datang dari negaranya sendiri.
Pemerintah Ethiopia mengecam komentarnya tentang situasi kemanusiaan di wilayah asalnya di Tigray, dalam cengkeraman konflik 14 bulan.
Dalam sebuah pernyataan, Ethiopia menuduhnya melakukan "pelanggaran mencolok", setelah "menyalahgunakan jabatannya" untuk memajukan propaganda.
"Keterlibatannya di negara anggota WHO yang mengadvokasi pihak yang berkonflik merupakan pelanggaran terang-terangan," kata Ethiopia.
Posisi Ethiopia tidak mendapat banyak dukungan.
Addis Ababa memblokir Uni Afrika dari suara bulat Tedros sebagai calon menjelang pemungutan suara Selasa.
Tetapi beberapa negara di Afrika termasuk di antara 28 negara terutama Eropa yang secara resmi mengajukan namanya.
Kritik dan Penolakan
Tedros juga mendapat dukungan di Washington.
Dukungan itu menandai perubahan besar sejak awal pandemi.
Saat itu, mantan presiden Donald Trump mulai menarik Amerika Serikat keluar dari WHO, menuduh Tedros sebagai boneka Beijing yang membantu menutupi wabah awal.
Penerus Trump, Joe Biden, kemudian menghentikan penarikan itu.
Pemerintahan barunya telah menyuarakan dukungan yang lebih kuat untuk Tedros yang telah mengambil sikap lebih keras dengan China.
Tedros menuntut transparansi yang lebih besar seputar asal-usul wabah.
Beijing yang menegur kepala WHO untuk beberapa komentar itu, rupanya tetap mendukung pencalonannya.
Di luar pandemi, Tedros telah menghadapi rentetan kritik, termasuk dari negara-negara yang mendukung pencalonannya untuk masa jabatan kedua.
Tedros banyak dikritik atas penanganannya atas tuduhan pemerkosaan dan serangan seksual yang dilakukan pekerja kemanusiaan.
21 pelaku di antaranya adalah karyawan WHO yang menangani Ebola di Republik Demokratik Kongo antara 2018 dan 2020.
Tedros mengatakan kepada dewan bahwa dia "takut" dengan laporan-laporan itu.
Ia bersikeras bahwa WHO "tidak menoleransi eksploitasi, kekerasan, dan pelecehan seksual".
Reformasi yang signifikan
Masa jabatan kedua Tedros kemungkinan akan didominasi oleh tugas berat memperkuat WHO, setelah Covid-19 mengekspos kelemahannya.
"Pandemi telah menyoroti tantangan yang kita hadapi; bahwa dunia tidak siap," katanya dalam sidang dua jam sebelum pemungutan suara Selasa.
Banyak negara menuntut reformasi yang signifikan, tetapi bentuknya belum ditentukan.
Beberapa negara khawatir WHO yang lebih kuat mungkin akan melanggar kedaulatan mereka.
Tedros juga menyerukan reformasi besar-besaran terhadap pembiayaan.
Dana peringatan dianggap kurang untuk menanggapi berbagai krisis yang dihadapi WHO di seluruh dunia.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)