Hadapi La Nina: Stok Pangan Aman, Akses Distribusi Rawan Bermasalah
Sampai saat ini stok pangan masih aman, tapi yang jadi kekhawatiran adalah prediksi curah hujan awal tahun 2022 dan kelancaran distribusi…
"Sampai saat ini stok pangan masih terjaga, tapi yang menjadi kekhawatiran kita itu kondisi di awal tahun 2022," kata Angga kepada DW Indonesia.
Menurut prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), La Nina akan terjadi hingga awal tahun 2022. Padahal, awal tahun seharusnya dirayakan sebagai momen panen raya padi. Oleh karena itu, upaya mitigasi yang tepat dari pemerintah sangat dinanti oleh masyarakat saat ini.
"Jika upaya mitigasi pemerintah tidak pas, apa yang terjadi pada 2015 dan 2016 bisa terulang. Pada waktu itu, produksi menurun, dan akhirnya kita membuka keran impor," katanya.
Benih tahan genangan air dianggap bukan solusi
Bagi Angga, menghimbau petani untuk menggunakan benih rekomendasi pemerintah bukanlah langkah mitigasi yang tepat. "Itu menyelesaikan masalah dengan masalah baru," kata Angga.
Angga mengingatkan bahwa iklim, pH tanah, dan kadar air di setiap daerah berbeda-beda dan karenanya karakteristik varietas padi di setiap daerah juga berbeda. Jika diseragamkan, bisa muncul berbagai penyakit.
"(Jika Inpari 29 untuk inbrida padi sawah irigasi), bagaimana dengan padi huma atau padi ladang? Karena banyak petani kita yang menanam di ladang, tidak hanya di sawah irigasi," kata Angga.
Selain itu, benih-benih unggul tahan banjir yang direkomendasikan pemerintah dinilainya tidak ramah lingkungan karena masih memerlukan pupuk dan pestisida kimia.
Membangun pertanian agroekologi
Angga kembali mempertanyakan mengapa pemerintah mendorong masyarakat untuk menggunakan benih tahan banjir seperti Inpara 1 sampai Inpara 10, padahal petani-petani Indonesia sudah memiliki produk lokal yang ramah lingkungan, seperti benih padi SPI 20 dan SPI 21.
"Petani kita bisa membenihkan padinya sendiri, tanpa harus beli ke toko atau perusahaan. Banyak petani kita masih melakukan penangkaran benih sendiri dan benih," kata Angga.
Benih padi SPI 20 dan SPI 21 ini penting dalam membangun pertanian agroekologi. Model pertanian ini justru mampu mendinginkan suhu bumi karena ramah lingkungan.
"Di dalam pertanian agroekologi, semuanya ramah lingkungan dan alami. Kita mandiri dalam melakukan aktivitas pertanian. Petani itu mandiri. Kita produksi pupuk sendiri, bukan pupuk dan pestisida dari perusahaan," katanya.
Berbeda dengan benih tahan genangan rekomendasi pemerintah, SPI 20 dan SPI 21 tidak membutuhkan pupuk dan pestisida kimia sehingga unsur hara di tanah bisa terjaga.
"Kalau kita terus-terusan pakai pupuk kimia dan obat-obatan dari perusahaan, kesuburan tanah semakin menurun. Sebagus apa pun benih padi, produksi akan menurun ketika kesuburan tanah juga menurun," katanya. "Ini juga perlu diperhatikan, bukan hanya mengenai solusi varietas yang tahan banjir atau tahan air dari Kementerian Pertanian."
Sistem peringatan dini perlu diperkuat
Menurut Angga dari SPI, sistem peringatan dini yang kuat merupakan kunci untuk mengantisipasi gagal panen akibat bencana alam. Akan tetapi, menurutnya belum ada upaya dari pemerintah pusat dan daerah untuk memperbaiki sistem peringatan dini.
Padahal pasal 34 di Undang Undang No. 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani telah mengamanahkan pemerintah pusat dan daerah untuk membangun sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim untuk mengantisipasi gagal panen akibat bencana alam.
"Anggota kita di Jawa Timur belum bisa memprediksi curah hujan. Dampaknya ialah beberapa yang tanam jagung di Tuban, Nganjuk, dan Ponorogo mengalami gagal panen. Hal ini karena antisipasi dampak perubahan iklim belum disosialisasikan oleh pemerintah secara penuh ke petani," kata Angga. (ae)